BATAMTODAY.COM, Batam - Perwakilan massa Ikatan Keluarga Besar Tapanuli Utara (IKABTU) Kota Batam, yang berunjuk rasa di Mapolresta Barelang, diterima Wakapolresta AKBP Syarifudin Semidang Sakti, Senin (16/10/2023).
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan IKABTU Batam meminta agar perkara yang menjerat Roma Nasir Hutabarat, segera dihentikan alias SP3.
Koodinator Aksi, Mangihut Aritonang, menyampaikan penyidik Polresta Barelang menetapkan Roma Nasir Hutabarat --Komisaris PT Batam Riau Bertuah-- sebagai tersangka penipuan dan penggelapan, sama sekali tidak berdasar. Sebab, perkara yang dilaporkan pada 2020 lalu itu merupakan kasus perdata, tetapi diseret ke ranah pidana.
"Kalau memang kasus itu ranah pidana, kenapa baru sekarang tersangka, kenapa tidak di tahun 2020 lalu?" kata Mangihut, usai melakukan pertemuan dengan Wakapolresta Barelang.
Lanjutnya, penetapan tersangka terhadap Roma Nasir Hutabarat, yang merupakan Ketua IKABTU Batam, juga terlihat janggal. Di mana, terdapat salah satu media yang memberitakan terlebih dahulu, dua hari sebelum surat penetapan tersangka diterima Roma Nasir Hutabarat.
"Dalam salah satu media itu langsung disebutkan nama dan digiring dengan ucapan papan bunga. Sementara yang bersangkutan saat itu belum menerima surat resmi dari penyidik," kesalnya.
Terkait dengan massa aksi, sambung Mangihut, merupakan bentuk solidaritas dan dukungan moril terhadap Roma Nasir Hutabarat. "Kami dengan tegas tadi menyampaikan kepada Wakapolresta Barelang agar perkara Roma Nasir Hutabarat segera di-SP3-kan. Karena itu kasus perdata, bukan pidana. Dan, Pak Wakapolresta janji akan menindaklanjuti ke tingkat selanjutnya," tandasnya.
Senada, Ketua Harian IKABTU Batam, Tonny Siahaan, menyampaikan, aksi damai yang dilakukan pihaknya adalah bentuk solidaritas. "Kami di sini membantu Polisi agar tidak mendapatkan tekanan dari pihak lain apalagi dari oknum," ujar Tonny.
Baginya, perkara ini merupakan perkara perdata, namun ditarik ke ranah pidana. Bahkan banyak pelapor juga yang belum melakukan kewajibannya sebagai konsumen dari PT BRB.
"Suatu perbuatan baru bisa dipidanakan, selain dua alat bukti, juga harus ada 'mens rea' (unsur kesalahan dan niat pelaku saat melakukan perbuatan). Kalau ini dibiarkan, kita khawatir ke depan akan banyak kasus perdata yang ditarik ke ranah pidana," kata dia.
Ia juga kecewa dan menyoroti terkait penetapan Komisaris PT BRB itu sebagai tersangka, yang lebih dulu dipublish oleh media sebelum yang bersangkutan menerima surat resmi dari Polresta Barelang. "Kami minta ini diusut, terkait pemberitaan penetapan tersangka tersebut," pintanya.
Disinggung terkait adanya nilai kerugian dari konsumen yang merasa dirugikan developer PT Batam Riau Bertuah (BRB), Tonny menegaskan, anggota IKABTU yang menggelar aksi di Mapolresta Barelang, tidak mencampuri masalah hukum perusahaan tersebut.
"Kami tegaskan, di sini kami tidak campuri masalah hukum perusahaan itu, di sini kami datang tidak ada yang mengatasnamakan pengacara. Kami datang sebagai solidaritas organisasi IKABTU Batam," pungkasnya.
Sebelumnya, penasehat hukum Roma Nasir Hutabarat (Komisaris PT BRB), Niko Nixon Situmotang, menyampaikan kasus yang menjerat kliennya, sangat janggal. Sebab, apa yang dituduhkan para konsumen itu, bukan merupakan tindak pidana, melaikan kasus perdata, karena adanya kelebihan bayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang disetor konsumen kepada PT BRB.
"Ini perjanjian perikatan, tidak ada unsur penipuan dengan sengaja. Kecuali dia menjual ruko, ternyata rukonya tidak ada, atau menjual lahan ternyata lahan itu bukan lahan dia," kata Niko Nixon, saat itu.
Lanjutnya, dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), telah diatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. "Ini perdata, karena perjanjian perikatan, bukan pidana," tegasnya.
Terkait hal ini, Niko Nixon tak secara gamblang menyatakan akan menempuh upaya hukum praperadilan. Hanya saja, ia mengatakan, upaya praperadilan itu masih terbuka untuk mereka tempuh.
Diketahui, PT BRB membangun Ruko Bida Trade Center di Tanjungpiayu, Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam, dengan legalitas yang jelas. Adapun terkait kelebihan bayar itu bukan karena adanya niat jahat atau unsur kesengajaan.
"Pun klinen kami bersedia mengembalikan kelebihan bayar itu. Bahkan, sebagian besar konsumen sudah menerima pengembalian itu, hanya ada belasan orang yang menolak menerima dan itulah mereka yang membuat laporan ke Polisi," jelasnya, kembali.
Pada 14 Agustus lalu, PT BRB bersama konsumen yang membuat laporan itu sudah menjalani mediasi di Mapolresta Barelang. Dalam mediasi itu, PT BRB bersedia membayarkan kelebihan bayar itu kepada konsumennya.
"Kemudian ada permintaan-permintaan dari pihak konsumen yang tidak bisa kita penuhi. Permintaan seperti penghapusan denda, permintaan seperti pengelolaan pasar, parkir, sampah, dan keamanan dan permintaan maaf dan juga permintaan terhadap uang sebesar Rp 3 miliar," beber Niko Nixon.
Editor: Gokli