BATAMTODAY.COM, Batam - RNH, bos developer PT Batam Riau Bertuah (BRB), bingung dan tak habis pikir atas penetapan dirinya sebagai tersangka penipuan dan penggelapan oleh Polresta Barelang, terkait laporan belasan konsumen Ruko Bida Trade Center (BCT) di Tanjungpiayu, Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam.
Hal itu diungkapkan RNH bersama kuasa hukumnya, Niko Nixon Situmorang, saat menggelar konferensi pers di bilangan Batam Centre, Rabu (11/10/2023).
Niko Nixon menyampaikan, kasus yang menjerat kliennya, sangat janggal. Sebab, apa yang dituduhkan para konsumen itu, bukan merupakan tindak pidana, melaikan kasus perdata, karena adanya kelebihan bayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang disetor konsumen kepada PT BRB.
"Ini perjanjian perikatan, tidak ada unsur penipuan dengan sengaja. Kecuali dia menjual ruko, ternyata rukonya tidak ada, atau menjual lahan ternyata lahan itu bukan lahan dia," kata Niko Nixon, saat itu.
Lanjutnya, dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), telah diatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. "Ini perdata, karena perjanjian perikatan, bukan pidana," tegasnya.
Terkait hal ini, Niko Nixon tak secara gamblang menyatakan akan menempuh upaya hukum praperadilan. Hanya saja, ia mengatakan, upaya praperadilan itu masih terbuka untuk mereka tempuh.
Diketahui, PT BRB membangun Ruko Bida Trade Center di Tanjungpiayu, Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam, dengan legalitas yang jelas. Adapun terkait kelebihan bayar itu bukan karena adanya niat jahat atau unsur kesengajaan.
"Pun klinen kami bersedia mengembalikan kelebihan bayar itu. Bahkan, sebagian besar konsumen sudah menerima pengembalian itu, hanya ada belasan orang yang menolak menerima dan itulah mereka yang membuat laporan ke Polisi," jelasnya, kembali.
Pada 14 Agustus lalu, PT BRB bersama konsumen yang membuat laporan itu sudah menjalani mediasi di Mapolresta Barelang. Dalam mediasi itu, PT BRB bersedia membayarkan kelebihan bayar itu kepada konsumennya.
"Kemudian ada permintaan-permintaan dari pihak konsumen yang tidak bisa kita penuhi. Permintaan seperti penghapusan denda, permintaan seperti pengelolaan pasar, parkir, sampah, dan keamanan dan permintaan maaf dan juga permintaan terhadap uang sebesar Rp 3 miliar," beber Niko Nixon.
Ia juga menyangkan penyidik dalam kasus ini mengesampingkan prinsip restorative justice, sehingga terkesan memaksakan kliennya itu jadi tersangka pidana penipuan dan penggelapan. "Dalam kasus ini sama sekali klien kami tidak punya niat jahat. Bahkan dari dulu kasus ini ada selalu bersedia untuk mengembalikan kelebihan bayar itu. Kok sekarang malah jadi tersangka," kesalnya.
Dikatakannya, jika kerugian yang ditimbulkan ini mencapai Rp 5 juta per kosumen, jika dikali dengan 11 konsumen, prinsip restorative justice, dinilainya masih tetap berlaku. "Artinya penyelesaian yang berkeadilan, penyelesaian yang langsung. Jadi bukan seperti ini," ujar dia.
Editor: Gokli