BATAMTODAY.COM, Batam - Mantan Kepala Satuan Reserse Narkoba Polresta Barelang, Kompol Satria Nanda, dicecar pertanyaan oleh hakim dalam sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan barang bukti narkotika di Pengadilan Negeri Batam, Jumat (25/4/2025). Sidang menghadirkan Satria sebagai saksi sekaligus terdakwa dalam perkara yang menyeret sembilan mantan anak buahnya.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Tiwik bersama dua anggota majelis, Douglas Napitupulu dan Andi Bayu, berlangsung panas saat Jaksa Penuntut Umum, mengulik peran Satria dalam penyisihan barang bukti sabu dan aliran dana informan yang ditaksir mencapai Rp 2 miliar.
Dalam keterangannya, Satria mengaku mendapat instruksi tidak langsung dari Kapolresta Barelang untuk meningkatkan pengungkapan kasus narkotika. Ia kemudian meminta bawahannya lebih aktif. Informasi soal pengiriman sabu dari Malaysia pun diterima melalui laporan anggota Unit 1, yang menyebut sabu seberat 100 kilogram akan masuk ke Batam.
Namun, penindakan terhadap pengiriman itu justru ditunda. Satria beralasan tidak ada dana untuk membayar informan. Ia menyebut bayaran kepada informan ditetapkan Rp 20 juta per kilogram, sehingga untuk 100 kilogram dibutuhkan Rp 2 miliar. Sementara anggaran satuan hanya tersedia Rp 880 juta.
"Karena saya baru satu bulan menjabat dan belum ada anggaran, saya putuskan jangan dikerjakan dulu," jelas Satria kepada hakim.
Jaksa mempertanyakan kebijakan tersebut, mengingat negara telah menyediakan dana operasional. Satria mengklaim kekurangan dana bisa dicicil bahkan dengan dana pribadi. "Kalau kurang Rp 120 juta, masih bisa kami tutupi," ucapnya.
Masalah kian rumit ketika dana DIPA satuan ternyata tidak sepenuhnya diperuntukkan untuk pengungkapan kasus. Dana juga digunakan untuk operasional rutin seperti bensin, alat kantor, dan kegiatan penyelidikan lain.
Jumlah sabu yang dilaporkan kemudian menyusut menjadi 50 kilogram, lalu 35 kilogram. Meski dana pencairan untuk membayar informan diajukan pada Juli 2024, Satria mengaku hingga kini informan belum menerima pembayaran.
"Dana baru cair Agustus. Sampai sekarang SI (sumber informasi) belum dibayar," ungkapnya.
Jaksa mendakwa Satria bersama 11 terdakwa lainnya telah menggelapkan sebagian barang bukti sabu hasil operasi narkotika antara 15 Juni hingga 8 September 2024. Dugaan bermula dari informasi penyelundupan 300 kilogram sabu dari Malaysia, yang kemudian diskenariokan hanya 100 kilogram untuk ditindak.
Dalam sebuah pertemuan di One Spot Coffee, Batam, para terdakwa menyusun rencana distribusi sabu: 90 kilogram akan dijadikan barang bukti resmi, sementara 10 kilogram disisihkan untuk membayar informan dan menutupi operasional. Meski sempat menolak, Satria akhirnya menyetujui strategi tersebut.
Barang bukti diduga diproses agar sebagian dapat digunakan di luar mekanisme hukum resmi. Perbuatan para terdakwa kini dijerat Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau maksimal 20 tahun penjara.
Editor: Gokli