BATAMTODAY.COM, Batam - Dominikus Aliando, penasehat hukum terdakwa Stanislaus Yonas yang didakwa melakukan pencabulan, meminta majelis hakim untuk membebaskan kliennya dari segala tuntutan jaksa penuntut umum.
Hal itu ia sampaikan dalam persidangan dengan agenda pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi) yang digelar secara tertutup untuk umum di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (9/9/2024).
"Dalam persidangan tadi, saya meminta agar majelis hakim membebaskan terdakwa Stanislaus Yonas dari segala tuntutan jaksa," kata Aliando, usai persidangan.
Menurut Aliando, permintaan bebas yang disampaikan bukan tanpa alasan. Sebab, tuntutan yang diajukan jaksa kepada terdakwa Stanislaus tidak didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di dalam persidangan.
"Fakta hukum yang diperoleh selama persidangan, baik keterangan para saksi dan keterangan terdakwa sudah saling bersesuaian dengan alat bukti surat, foto dan rekaman video yang menerangkan bahwa tidak ada peristiwa persetubuhan terhadap korban," beber Aliando.
Bahkan, kata Aliando lagi, korban sendiri menerangkan dirinya tidak pernah disetubuhi oleh terdakwa Stanislaus pada saat gelar perkara di Polresta Barelang. Namun, keterangan saksi tersebut tidak dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) maupun dalam surat dakwaan.
"Dalam kasus ini, saya sangat merasa aneh lantaran keterangan korban pada saat gelar perkara yang menyebutkan bahwa dirinya tidak pernah disetubuhi oleh terdakwa Stanislaus tidak dituangkan kedalam BAP atau surat dakwaan," sesal Aliando.
Anehnya lagi, tutur Aliando, selama proses persidangan berlangsung jaksa tidak bisa menunjukkan bukti yang spesifik berupa cairan sperma dari terdakwa yang tertinggal atau menempel pada selimut pasca persetubuhan. "Sampai saat ini, jaksa tidak bisa menunjukan bukti-bukti itu di persidangan. Sehingga keabsahan bukti tersebut sangat diragukan sebagai alat bukti," tegasnya.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, lanjut Aliando, unsur dalam dakwaan subsidair Pasal 81 Ayat (2) jo Pasal 76D UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU sebagaimana surat tuntutan jaksa erhadap terdakwa, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan berdasarkan 2 alat bukti yang sah.
Aliando pun berharap kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo, agar obyektif menerima Nota Pembelaan dari terdakwa. "Inti dari Pledoi yang kami sampaikan adalah meminta agar terdakwa dibebaskan atau setidak-tidaknya dilepaskan dari segala tuntutan jaksa," tegas Aliando.
Namun, sambungnya, apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) terhadap terdakwa Stanislaus dengan pertimbangan terdakwa bersikap kooperatif, belum pernah dihukum serta terdakwa merupakan tulang punggung keluarga yang masih memiliki tanggung jawab menghidupi keluarga di kampung.
"Saya berharap, majelis hakim pada saat memvonis terdakwa agar menjatuhakan hukuman yang seadil-adilnya," pungkas Aliando.
Untuk diketahui, terdakwa Stanislaus Yonas harus duduk di kursi pesakitan setelah didakwa melakukan persetubuhan terhadap seorang anak di bawa umur. Peristiwa persetubuhan itu terjadi sekira bulan Maret 2024 di salah satu Home Stay yang beralamat di Bengkong Aljabar, Kecamatan Bengkong, Kota Batam.
Atas kejadian itu, terdakwa Stanislaus Yonas dijerat dengan UU Perlindungan Anak. Ia pun dituntut dengan pidana penjara selama 10 tahun denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Editor: Gokli