logo batamtoday
Senin, 25 November 2024
Panbil Group


Kasus MT Arman 114 Terus Bergejolak, Kapten Kapal Soroti Arogansi KLHK hingga Indikasi Perampokan Kapal
Senin, 03-06-2024 | 10:44 WIB | Penulis: Aldy
 
Nahkoda MT Arman 114, Mahmoud Abdelaziz Mohamed (kaos biru dongker) saat ditemui di luar ruang sidang PN Batam, Kamis (16/5/2024). (Foto: Gokli)  

BATAMTODAY.COM, Batam - Perkara MT Arman 114 telah hingga ke agenda tuntutan pada persidangan panjang yang di Pengadilan Negeri Batam. Nakhoda MT Arman 114, Mahmoud Abdelaziz Mohamed, pun dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsidair 6 bulan kurungan pada Senin (27/6/2024) sore.

Akan tetapi, di luar persidangan, permalasahan kapal berbendera Mesir ini terus saja menjadi sorotan. Tidak hanya warga Batam, permasalahan yang banyak melibatkan instansi vertikal ini sudah menjadi sorotan nasional, bahkan disinyalir juga menjadi sorotan internasional.

Teranyar, turun naiknya crew kapal seolah menjadi bola panas dalam perkara kapal super tanker yang bermuatan ribuan ton minyak mentah tersebut.

Sebagi kapten kapal, Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba --yang saat ini menjadi terdakwa dalam perkara yang masih bergulir di Pengadilan Negeri Batam, pun merasa heran. Sebab, meski belum ada putusan pengadilan yang mengikat (inkrach), akan tetapi sudah banyak instansi yang berkepentingan di luar persidangan yang membuat permalasahan kian rumit.

Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba menyebut tindakan dan upaya paksa menaikkan kembali ABK MT Arman 114, yang terdiri dari 14 WN Suriah dan 6 WN Iran, ke atas kapal pada Jumat 31 Mei 2024 lalu, yang dikomando Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Gakkum KLHK Kepri, layaknya sebuah perampokan kapal.

Tindakan arogansi itu sangat disayangkan oleh Mahmoud. Bahkan Ia mempertanyakan kewenangan penyidik KLHK (Sunardi) menurunkan ABK yang dipimpin seorang kapten. Di mana sesuai aturan kemaritiman Indonesia dan hukum internasional, bahwa naik turunnya atau pergantian crew kapal adalah wewenang kapten. Di mana Mahmoud hingga saat ini masih menjabat sebagai kapten. Dan jabatan kapten itulah juga yang membuat dirinya menjadi terdakwa di persidangan.

"Crew kapal menjadi kewenangan seorang kapten. Crew saya yang WN Indonesia diturunkan dan menaikkan kembali ABK WN Suriah dan WN Iran. Sejauh itukah kewenangan PPNS KLHK?" ucapnya dengan rasa heran, saat ditemui di bilangan Harbourbay Batam, Minggu (2/6/2024) sore.

Ia sangat menyayangkan tindakan KLHK yang dikomandoi Sunardi dengan bertindak sangat arogan ketika dirinya berada diatas kapal. Bahkan kapten Mahmoud sempat berdebat dengan Tim KLHK diatas kapal MT Arman 114, saat Mahmoud mempertanyakan apa landasan hukum Sunardi berindak seperti itu.

"Dia (Sunardi) sempat mengangkat tangan sambil memegang secarik kertas seraya berteriak, saya memiliki izin, saya memiliki izin. Saat saya minta izin tersebut, namun dia (Sunardi) tidak mau memberikannya," terang Mahmoud.

Sebagai kapten kapal, Mahmoud memiliki otoritas dan bertanggung jawab atas keselamatan kapal beserta seluruh isi kapal yang menjadi barang bukti dalam perkaranya di PN Batam. Baginya, wajib dan pantas mempertanyakan maksud dan tujuan KLHK mengganti crew kapal. Di mana sebelum ada keputusan yang inkrach dari pengadilan, kapal dan muatan MT Arman masih tanggung jawab kapten Mahmoud.

"Sebagai penyidik, Sunardi tahu persis dan ada surat dari KLHK kepada saya untuk titip rawat kapal tersebut. Namun dia dengan seenaknya mengganti crew kapal tanpa persetujuan saya sebagai kapten. Saat ini saya sudah menjadi terdakwa dalam perkara pencemaran lingkungan di PN Batam, saya terdakwanya, dan kapal MT Arman 114 beserta 166.975 MT minyak sebagai barang buktinya. Perintah mana yang harus saya ikuti, tentunya perintah majelis hakim, karena ini masih berperkara di sana," ujar pria kelahiran 1981 asal Mesir ini.

Menurut Mahmoud, dirinya selaku kapten kapal tidak pernah menyetujui naiknya kembali 20 ABK MT Arman 114 ke atas kapal. Hal itu dikarenakan pertimbangan keselamatan kapal dan keselamatan barang bukti.

"Jika memang dia mengingkan kapal tersebut, silahkan. Saya minta tanda terima bahwa dia yang bertanggung jawab atas kapal tersebut, itupun dia tidak mau. Jadi ini sama saja dengan merampok," tegasnya.

Dia berharap, di dalam persidangan nanti, saat pembacaan pleidoi, kebenaran dapat terungkap, dan majlis hakim bisa mengambil keputusan yang seadil-adilnya. Sebab, hingga saat ini masih harus taat kepada majelis hakim, bukan KLHK.

Bahkan di depan sejumlah awak media, Mahmoud membeberkan peristiwa penangkapan kapal MT Arman 114 oleh Polisi Diraja Malaysia hingga penarikan kapal tersebut oleh Bakamla dari laut Natuna kemudian dilimpahkan ke penyidik KLHK.

"Saat penangkapan, posisi saya adalah chief officer, dan itu sesuai dengan sertifikat dan legalitas yang saya miliki. Itupun terdaftar di kedutaan tentang data-data saya secara utuh. Dan yang menjadi kapten saat penangkapan adalah Rabiah," ungkap Mahmoud.

"Saya diminta oleh Rabiah, dengan dalih sang kapten saat itu membawa keluarganya di atas kapal. Lalu Rabiah beserta anak istrinya turun ke boat milik Bakamla," sambung Mahmoud.

Mahmoud menjelaskan, dirinya berstatus kaptan pada MT Arman pada 7 Juli 2023, dan sejak saat itulah nama dia tertera sebagai kapten kapal pada Crew List.

"Saya bertanya kepada Rabiah apa yang terjadi. Dia jawab, jangan bicara banyak, don't do anything. Kamu hanya menjadi kapten," ucap Mahmoud menirukan bahasa kapten (Rabiah).

Setelah tiba di Batam, dengan semangat Mahmoud melanjutkan ceritanya, KLHK datang untuk menangani perkara ini dari Bakamla. Selanjutnya KLHK mengambil sampel minyak yang diduga limbah itu dari atas kapal. Sementara Bakamla mengambil sampel yang diduga pencemaran itu dari laut.

"Saat itu saya bertanya kepada KLHK, kenapa saya di sini, apa yang terjadi terhadap kami. Saya bisa menghubungi pengacara atau agen saya. KLHK tidak memberikan kesempatan. Dan anehnya, saya minta sampel dari hasil laboratorium tapi KLHK juga enggan memberikan sampel tersebut," sebutnya.

Lebih mirisnya lagi, kata Mahmoud. KLHK sama sekali tidak membaca data sertifikat atau surat menyurat yang dimilikinya, KLHK sempat konfirmasi ke kedutaan Mesir. Dan saat itu kedutaan Mesir membenarkan kalau Mahmoud adalah chief officer, bukan kapten.

Selanjutnya KLHK menolak untuk berkomunikasi lagi dengan keduataan Mesir. Bahkan pihak keduataan, kata Mahmoud, sempat ingin bertemu dengan KLHK, akan tetapi pihak KLHK kembali menolaknya. "Surat dari kedutaan tidak diindahkan oleh KLHK," ungkap Mahmoud.

Editor: Gokli

Berita lainnya :
 
 

facebook   twitter   rss   google plus
:: Versi Desktop ::
© 2024 BATAMTODAY.COM All Right Reserved
powered by: 2digit