BATAMTODAY.COM, Batam - Direktur Utama (Dirut) PT Berkat Bersaudara Batam, Nur Effendy, akhirnya duduk dikursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Batam lantaran diduga melakukan Dumpping Limbah B3 di Pelabuhan Kabil, tepatnya di Kawasan Pengelolaan Limbah Industri Kabil (KPLI-B3 Kabil) nomor 25, Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa, Kota Batam.
Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rosmarlina Sembiring, Dumping Limbah B3 yang dilakukan terdakwa melalui perusahaan yang dipimpinnya (PT Berkat Bersaudara Batam) terjadi sekira bulan Desember 2019 lalu.
"Dalam perkara ini, terdakwa Nur Effendy sebagai Dirut PT Berkat Bersaudara Batam didakwa melakukan tindak pidana, orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin," kata Jaksa Ros, sapaaan akrab Rosmarlina saat membacakan surat dakwaanya di PN Batam, Kamis (6/4/2023).
Ros menjelaskan kasus yang menjerat terdakwa, berawal sekira tahun 2009 lalu. Kala itu, kata dia, terdakwa Nur Effendy selaku PT Berkat Bersaudara Batam menelpon saksi Budianto (Direktur PT Earlangga) untuk mengangkut limbah B3 fly ash dan bottom ash (FABA) milik PT Musim Mas.
Menindaklanjuti permintaan terdakwa, kata Ros, saksi Budianto kemudian memerintahkan bawahannya (Marudut Nadeak) untuk mengangkut limbah B3 berupa FABA milik PT Musim Mas untuk diserahkan ke PT Berkat Bersaudara Batam.
"Atas perintah tersebut, saksi Marudut Nadeak pun mengangkut limbah B3 berupa FABA milik PT Musim Mas sebanyak 200 ton. Saat melakukan pengangkutan, terdakwa pun mengarahkan saksi agar limbah B3 berupa FABA tersebut di antarkan ke Gudang milik PT Haikki Green sebagai tempat penyimpanan sementara," ujarnya.
Ros menjelaskan, kasus Dumping Limbah B3 ini pun terkuak setelah petugas dari Lingkungan Hidup saat melakukan pengawasan di area kegiatan Eks-PT Haikki Green menemukan limbah fly ash dan bottom ash (FABA) dilahan terbuka (open dumping) milik PT Berkat Bersaudara Batam yang sudah menggunung dengan ketinggian kurang lebih 5 meter dengan volume sebanyak 218,69 ton.
Dari hasil temuan itu, kata dia, petugas kemudian melakukan penelusaran dan menemukan bahwa PT Berkat Bersaudara Batam tidak memiliki izin dumping limbah B3 berupa FABA dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Berdasarkan Laboratory Analysis Report (hasil pemeriksaan laboratorium) dari PT Organo Science Laboratory nomor: OSL2203078 tanggal 31 Maret 2022 diketahui bahwa sampel yang diambil dari timbunan terbuka limbah B3 FABA yang sudah bertahun-tahun terguyur hujan masih mengandung jejak (trace) berbagai parameter logam berat sehingga sudah masuk dalam kategori Limbah B3 (PP101), tidak harus diteliti komponenannya," tambahnya.
Hal tersebut, lanjut Ros, sebagaimana definisi limbah B3 menurut Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sebagai ZAT, FABA dikategorikan sebagai limbah B3, dalam hal ini logam berat yang sudah tercuci tersebut.
Akibat perbuatannya, sambung dia, terdakwa Nur Effendy yang mengeluarkan perintah untuk melakukan kegiatan dumping limbah B3 berupa FABA secara terbuka dan tanpa izin/persetujuan pemerintah dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan jangka pendek dan jangka panjang.
"Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, terdakwa Nur Effendy dijerat dengan Pasal 116 ayat (1) b Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingungan Hidup," pungkasnya.
Usai pembacaan surat dakwaan, terdakwa Nur Effendy melalui Penasehat Hukumnya meminta waktu kepada majelis hakim yang diketuai Setyaningsih didampingi Yudith dan Sapri Tarigan untuk mengajukan Eksepsi.
"Sidang selanjutnya akan digelar pekan depan dengan agenda pembacaan Eksepsi dari Penasehat Hukum terdakwa. Dengan demikian sidang kita tutup," kata hakim Setyaningsih sembari mengetuk palu menutup persidangan.
Editor: Gokli