BATAMTODAY.COM, Batam - Walau sudah menjalani pemeriksaan dan telah ditetapkan sebagaai tersangka, ketiga warga pulau Rempang saat ini tidak berada di dalam sel tahanan pihak Kepolisian. Hal ini menyusul pengajuan yang dilakukan LBH Mawar Saron Batam selaku kuasa hukum.
Direktur LBH Mawar Saron Batam, Supriardoyo Simanjuntak saat ditemui, mengatakan, kliennya tidak berniat menahan dan merampas kemerdekaan seseorang seperti pasal yang disangkakan pihak kepolisian.
Adapun niat warga terpaksa menahan satu pekerja PT MEG saat peristiwa berlangsung, lebih dikarenakan tidak adanya tindakan kepolisian saat warga mempertanyakan pengerusakan alat perlawanan warga dalam mempertahankan kampung mereka.
"Kami tim kuasa hukum dari tim solidaritas pada prinsipnya mendukung penegakan hukum, dan mengapresiasi dikabulkannya permintaan kami agar tidak dilakukan penahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka. Namun warga bukan ingin menahan (karyawan PT MEG), mereka hanya meminta kepastian dari pihak kepolisian, terkait pengerusakan yang dilakukan pekerja perusahaan," katanya, Kamis (6/2/2025) malam
Berbeda dengan keterangan kepolisian, tim kuasa hukum menyebut kliennya diminta menjawab sekitar 29 poin pertanyaan, seputar apa yang terjadi sejak pukul 18.00 WIB, Selasa (17/12/2024) hingga Rabu (18/12/2025) dinihari yang merupakan waktu penyerangan.
Dalam keterangannya, klien yang didampingi oleh nya menyebut pelapor telah berada disana sebelum kliennya tiba di posko Sembulang Hulu. Bahkan kliennya tidak menyentuh pelapor sama sekali.
"Saya sendiri mendapingi pak Rio, dimana beliau menyampaikan saat tiba di lokasi. Orang yang melakukan pengerusakan sudah berada disana dan klien saya tidak menyentuh sama sekali," sebutnya.
Selain itu, tim kuasa hukum juga mempertanyakan transparansi penegakan hukum atas laporan yang telah dilakukan, dan menyebabkan 8 orang warga menjadi korban dari penyerangan yang dilakukan puluhan orang diduga pekerja PT MEG.
"Terhadap laporan warga, sejauh mana, siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka. Itu yang kami ingin ada transparansi penegakan hukum terhadap perkara yang melibatkan warga sebagai korban," tegasnya.
Terpisah, Siti Hawa atau Nek Awe paska menjalani pemeriksaan mengaku hingga kini sudah tidak pernah merasa tenang, sejak rencana PSN Rempang Eco-City mulai digaungkan.
Untuk itu, selaku warga pulau Rempang, Nek Awe bahkan mengharapkan agar pihak perusahaan dapat memilih wilayah lain sebagai lokasi investasi. "Permintaan nenek dan warga, perusahaan ini dipindahkan saja sebab kami saat ini tidak pernah ada ketenangan," ujarnya.
Nek Awe bahkan menyebut tidak dapat menerima pasal perampasan kemerdekaan yang dikenakan kepada dirinya. Hal ini dikarenakan bahwa dirinya hanya ingin mempertahankan kampung kelahirannya. "Nenek tak terima, apa yang nenek rampas, nenek kan jaga kampung," sebutnya.
Editor: Yudha