BATAMTODAY.COM, Jakarta - Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) telah berlangsung kurang lebih satu dasawarsa. Selama perjalanannya UU Pemda telah mengalami beberapa kali revisi.
RUU Perubahan UU Pemda ini telah masuk dalam daftar RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2025 nomor urut 32 dimana DPD RI bagian dari Penyusunan Naskah Akademik dan RUU tersebut.
Dalam proses pembahasannya, Komite I menemukan berbagai persoalan terkait pelaksanaan UU Pemda, terutama mengenai Otonomi Daerah dan Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Komite I Andy Sofyan Hasdam pada Rapat Kerja dengan Menteri Dalam Negeri di Ruang Rapat Sriwijaya, Gedung B, Kompleks Parlemen Jakarta, Selasa (10/12/2024).
"Komite I DPD RI dalam proses penyusunan Naskah Akademik dan RUU tentang Perubahan Undang-Undang Pemda ini menemukan berbagai persoalan yang memerlukan jalan keluar, besar harapan kami RUU Perubahan Pemda ini dapat dibahas dan disahkan menjadi Undang-Undang di tahun 2025," ujar Andy.
Andy berpendapat bahwa Pemerintah perlu melakukan kajian tentang penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) khususnya mengenai Pembentukan Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB).
Menurutnya, kajian tersebut dilakukan untuk menjawab keresahan daerah-daerah yang telah menunggu begitu lama untuk dibukanya moratorium pemekaran daerah otonomi baru tersebut.
"Kami telah menerima audiensi dari Forkonas Calon DOB di seluruh Indonesia, untuk itu kami minta agar pemerintah segara melakukan kajian dan menerbitkan Peraturan Pemerintah dan membuka moratorium pemekaran DOB," pinta Andy.
Pada kesempatan itu, Anggota DPD RI Dapil Papua Selatan Frits Tobo Wakasu menilai bahwa dengan ditutupnya moratorium pemekaran DOB akan membunuh karakter masyarakat untuk maju di segala bidang.
Oleh sebab itu, pemerintah harus segera membuka keran DOB untuk dilakukan evaluasi kesiapan daerah pemekaran.
"Pemerintah harus segera membuka moratorium pemekaran, agar daerah dapat berbenah dan mempersiapkan daerahnya. Pemekaran perlu dilakukan terutama untuk daerah perbatasan yang merupakan garda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia," harap Frits.
Pembahasan lain yang muncul dalam rapat kerja yaitu terkait penyelenggaraan Pilkada serentak. Anggota DPD RI Aceh Sudirman Haji Uma menilai pelaksanaan pilkada serentak kedepan perlu dibenahi.
Menurutnya pemilihan langsung memerlukan biaya politik yang mahal. Untuk itu, sebaiknya dalam pelaksanaan Pemilu/Pilkada dapat memanfaatkan teknologi digital untuk memudahkan pemilih dalam menggunakan hak suaranya.
"Sebaiknya kita segera berbenah dalam pelaksanaan pemilu/pilkada serentak dengan memanfaatkan teknologi digital agar masyarakat dapat menggunakan hak suaranya dan mengurangi biaya politik," ucap Sudirman.
Senada dengan Sudirman, Anggota DPD RI Dapil Kalimantan Utara Hasan Basri mengungkapkan persoalan pilkada yang berbeda di setiap daerah.
Menurutnya, biaya politik yang sangat mahal dan fenomena money politic bisa dirasakan tapi tidak bisa dihilangkan.
"Saya mengusulkan agar pemilu/pilkada menggunakan sistem hybrid dengan pemanfaatan teknologi IT hingga memudahkan pemilih untuk menggunakan hak suaranya. Bagi daerah yang tidak terjangkau teknologi maka pemilihan dilakukan secara langsung ke TPS, sementara yang terjangkau teknologi dapat melakukan pemilihan menggunakan teknologi IT," pungkas Hasan.
Editor: Surya