BATAMTODAY.COM, Batam - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri berhasil mengungkap kasus prostitusi online yang melibatkan eksploitasi anak di bawah umur.
Pelaku yang diketahui menggunakan akun di platform media sosial Kaskus menawarkan jasa seksual secara terang-terangan melalui forum diskusi daring.
Dirreskrimsus Polda Kepri, Kombes Pol Putu Yudha Prawira, menyampaikan kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada 5 Desember 2024 lalu, tentang adanya dugaan praktik prostitusi online yang dilakukan melalui forum komunikasi di Kaskus dengan nama 'Batam Night Life!!! FR WP PH'. Selanjutnya, tim Ditreskrimsus langsung bergerak dengan melakukan profiling terhadap akun bernama Pancalhalu.
"Pelaku, yang diidentifikasi berinisial PS (43), bekerja sebagai supir/driver di perusahaan. Dia menggunakan aplikasi Kaskus untuk memasarkan jasa prostitusi. Setelah berkomunikasi melalui fitur pesan pribadi (private message), pelaku akan mengarahkan calon pelanggan untuk melanjutkan komunikasi melalui aplikasi WhatsApp. Dalam penawaran tersebut, pelaku menyediakan katalog yang berisi 26 foto perempuan yang dapat dipesan untuk layanan seksual," ungkap Kombes Putu Yudha, Selasa (10/12/2024).
Putu memaparkan, salah satu perempuan dalam katalog tersebut diketahui masih berusia 17 tahun, yang berarti berada di bawah umur dan dilindungi oleh hukum. Tarif yang ditawarkan sebesar Rp 800 ribu, untuk sesi short time.
Pelaku juga meminta pembayaran dilakukan terlebih dahulu melalui transfer ke rekening pribadinya sebelum jasa tersebut diberikan. Pelaku diketahui telah menjalankan praktik ini selama tiga tahun terakhir.
"Dia (pelaku) juga aktif merekrut perempuan untuk dimasukkan dalam katalog yang dipasarkan di media sosial," terang Kombes Putu Yudha.
Lebih lanjut, Kombes Putu Yudha, menjelaskan Ditreskrimsus berhasil mengidentifikasi lokasi pelaku di sebuah biliar di wilayah Batam. Sebelumnya, tim telah melakukan investigasi di salah satu hotel tempat layanan prostitusi tersebut berlangsung.
Informasi dari perempuan yang bekerja sebagai pekerja seks mengarahkan polisi pada keberadaan pelaku. Setelah diamankan, pelaku mengakui perannya sebagai perantara yang menawarkan layanan seksual melalui aplikasi Kaskus dan WhatsApp. Dari hasil penelusuran, pelaku juga menggunakan alamat URL akun Pancalhalu untuk menarik pelanggan baru.
"Barang bukti yang berhasil diamankan yaitu 1 unit flashdisk berisi tangkapan layar forum Kaskus yang digunakan pelaku, 1 unit smartphone yang digunakan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, buku rekening dan kartu ATM BCA atas nama pelaku, sebuah akun Kaskus dengan nama Pancalhalu beserta alamat email terdaftar, dan uang tunai sebesar Rp700 ribu hasil transaksi prostitusi dan 3 tiga alat kontrasepsi (kondom) merek Sutra," terang Kombes Putu Yudha Prawira.
Lalu, atas perbuatan pelaku, tersangka disangkakan Pasal 88 Jo Pasal 76I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200 juta, dan Pasal 30 Jo Pasal 4 ayat (2) huruf D Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dengan ancaman pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 250 juta, dan paling banyak Rp 3 miliar.
Kemudian, Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Sementara itu, Kabidhumas Polda Kepri, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad, menyebutkan terhadap korban eksploitasi anak di bawah umur ini, yang paling penting bukan hanya upaya represif sebagai suatu keberhasilan, tetapi juga upaya pencegahan. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang merupakan pembaruan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pihaknya berharap, baik Polda Kepri maupun Polres jajaran, tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga proaktif dalam pencegahan. Banyak korban yang terlibat dalam kasus ini berawal dari kebutuhan konsumtif untuk bertahan hidup di kota Batam. Kondisi ini sering kali dialami oleh perantau atau anak-anak di bawah umur yang tidak mendapatkan perhatian penuh dari keluarganya.
Selanjutnya, Pandra mengimbau para orang tua untuk lebih memperhatikan dan mengawasi anak-anak mereka. Jika anak memberikan sesuatu yang mencurigakan, seperti uang atau barang berharga, orang tua perlu bertanya dari mana asalnya. Ini adalah bentuk pengawasan yang sangat penting untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
"Pesan moral ini kami sampaikan khususnya kepada masyarakat di Kepulauan Riau, terutama di kota Batam yang memiliki keberagaman penduduk (heterogen) dan tantangan sosial yang perlu diwaspadai bersama," imbuhnya.
Editor: Gokli