BATAMTODAY.COM, Batam - Rencana pengembangan Pulau Rempang, Kota Batam, semakin berdampak terhadap masyarakat sekitar. Termasuk yang dirasakan oleh petani dan peternak di pulau tersebut, yang mendapat surat peringatan (SP) sebanyak tiga kali dalam dua pekan.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kota Batam, Gunawan Satary, menyampaikan, pada prinsipnya HKTI sangat mendukung investasi. Namun, dampak dari pengembangan daerah harus ada keseimbangan.
"Jangan sampai pembangunan menghilangkan usaha masyarakat yang sudah puluhan tahun di daerha tersebut. Petani dan peternak juga investor, biarpun cuma investor lokal. Tapi mereka juga menanamkan modal di sana untuk berusaha," ungkap Gunawan, saat ditemui di kawasan Batam Center, Batam, Selasa (22/8/2023).
Lanjut Gunawan, kegiatan pertanian dan peternakan di Pulau Rempang, juga mempunyai kontribusi bagi masyarakat Batam. Menurutnya, bagaimana pemerintah memberikan proteksi dan ada asas keseimbangan, sebab, kehadiran petani dan peternak juga mempengaruhi perekonomian Batam.
"Berharap pemerintah dan investor memperhatikan kedua aspek tersebut, bagaimana memberikan solusi terbaik. Dengan kata lain harus ada ganti untung," tegas Gunawan.
Sementara Ketua Perempuan Tani, salah satu sayap organisasi HKTI Batam, Dewi Koriati, menyebutkan, keberadaan petani dan peternak sangat mempengaruhi harga komoditas pangan di Batam. Selain itu, petani dan peternak juga turut serta dalam menjaga inflasi yang menjadi program pemerintah pusat dan daerah beserta instansi terkait lainnya.
"Sekarang bisa kita lihat, harga ayam sudah mulai naik di pasar. Belum lagi nanti harga jagung dan sayuran lainya. Termasuk harga telur. Semua akan berimbas. Maka itu, kami minta pemerintah memberikan solusi terbaik," pinta Dewi.
Kemudian, Rika Sentosa, salah satu peternak ayam di Pulau Rempang mengatakan, peternak juga merupakan investor, tidak hanya dari segi permodalan, namun pengusaha ternak ayam juga menampung tenaga kerja.
Dalam usaha ternak, tidak semerta-merta hanya memelihara ternak. Perlu mendatangkan bibit ternak dari luar Batam, termasuk pakan ternak. Oleh sebab itu, tindakan pemerintah memberikan surat peringatan secara mendadak tanpa sosialisasi sebelumnya, dinilai kurang bijaksana.
"Kami juga investor, kami juga menyerap tenaga kerja. Belum lagi hubungan kami terhadap pedagang di sejumlah pasar di Batam. Ini semua akan merasakan dampaknya, bila tidak ada solusi yang tepat," ujar Rika Sentosa yang juga sebagai Ketua Komunitas Peternak (Kompak) Rempang-Galang.
Selanjutnya, Koordinator HKTI Crisis Center, Martahan Siahaan, menyampaikan, selama ini pemerintah belum menyentuh petani dan peternak. Di mana petani juga mempunyai kontribusi terhadap perekonomian Batam, baik dari ketahanan pangan dan lainnya.
Pihaknya juga telah melakukan konsultasi hukum melalui kuasa hukum HKTI Oyong Wahyudi SH MH. Agar langkah yang diambil tidak melenggar hukum. "Dengan adanya isu pembebasan lahan, petani galau, apalagi petani sayur. Rata-rata 1 petani mengelola 2 hektar, dan hingga saat ini belum ada pembicaraan sedikitpun," ungkapnya.
Martahan juga mengakui, untuk status lahan para peternak dan petani, hingga saat ini masih bersifat jual beli dari masyarakat setempat. Menurutnya, dalam hal ini tidak semata-mata bicara soal legalitas, namun lebih pada sisi kemanusiaan.
Disinggung terkait jumlah petani dan peternak di Pulau Rempang yang terdampak, ia belum bisa memastikan jumlah atau total kerugian. Karena pihaknya saat ini masih melakukan pendataan yang konkret.
"Belum bisa kita pastikan. Yang jelas ribuan. Masyarakat petani dan peternak yang ingin bergabung di HKTI Crisis Center, bisa menghubungi Martahan Siahaan di nomor WhatsApp 082172153323," pungkasnya.
Editor: Gokli