BATAMTODAY.COM, Batam - Kenaikan harga tiket kapal fery Batam tujuan Singapura secara serentak dan seragam, membuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penyelidikan.
Semenjak dibukanya Pelabuhan Internasional Batam Center dan Pelabuhan Internasional Harbour Bay bagi pelaku perjalanan luar negeri dan wisatawan, para agen tiket kapal fery menaikkan harga secara sepihak.
Kenaikan pun cukuk fantastis, dari Rp 270 ribu-Rp 350 ribu sebelum pandemi menjadi sebesar Rp 800 ribu tiket pulang pergi. Setelah mendapatkan tekanan dan protes dari sejumlah instansi, harga tersebut turun menjadi Rp 700 ribu.
Kepala Kantor Wilayah I KPPU Medan, Ridho Pamungkas, mengatakan, pihaknya menerima informasi awal adanya dugaan kesepakatan harga. Baginya, berdasarkan konsep kompetisi harga yang diberlakukan, itu sesuai dengan jenis kapal dan sistem pelayanan dari operator kapal.
"Inikan harganya sama, kalau berkompetisi seharusnya mereka menawarkan harga yang berbeda. Namun ini tidak terjadi, sehingga indikasi ke arah kartel dalm permasalahan kenaikan tarif kapal ini ada," ujar Ridho Pamungkas, saat melakukan audiensi dengan sejumlah operator kapal dan pelaku usaha di gedung Graha Kadin Batam, Senin (18/7/2022) sore.
Ridho menjelaskan, apabila agen kapal tersebut berebut pangsa pasar, maka konsumen akan mempertanyakan terkait pelayanan yang mana yang terbaik. Menurutnya, meski ada keseragaman harga BBM yang mereka beli dari Singapura, seharusnya hal tersebut bukan menjadi acuan untuk memberlakukan keseragaman harga tiket.
"KPPU punya kewenangan sesuai Undang-undang. Salah satunya mengawasi persaingan usaha yang terindikasi adanya kartel, karena itu termasuk pelanggaran," kata Ridho Pamungkas.
Diterangkannya, saat ini pihaknya belum bisa langsung menyimpulkan, adanya kartel dalam permasalahan ini, karena harus melihat lebih dalam lagi terkait harga produksi masing-masing. "Kita teliti dulu, sehingga bisa mengetahui surplus yang diambil," ujarnya.
Ia menambahkan, ke depan ada pengusaha domestik yang ikut melayani rute Batam Singapura, sehingga persaingan bisa terjadi.
"Kita ingin membayangkan ada pelaku usaha domestik yg melayani, sehingga alasan BBM dari Singapura mahal tidak adalagi, kalau kapal domestik kan isi BBM nya di sini," imbuhnya.
Sementara, para agen kapal ferry masih memberikan alasan yang sama terkait kenaikan harga tiket, yakni tingginya harga BBM di Singapura, selain itu gaji dari semua crew kapal pada standar gaji Singapura. Sehingga biaya operasional semakin tinggi.
"Karena kapal kami berbendera Singapura, dan jenis BBM yang sesuai dengan mesin kami itu BBM disana, dulu harga BBM S$ 60 sen, sekarang S$ 1,60, jauh sekali naiknya. Belum lagi gaji karyawan, banyak standar gaji Singapura, artinya kalau diturunkan seperti sebelum pandemi, satu persatu dari kami akan gulung tikar," ujar para operator kapal.
Kemudian, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Kepri, Deni R Situmeang mengatakan, berbicara pariwisata harus berbicara bagaimana mengkolaborasikan semua pelaku usah dan stekholder terkait. Dalam hal ini pemerintah juga mempunyai peranan penting dalam membangkitkan pariwisata Kepri khususnya.
"Memang masalah tiket ini masalah rumit, akan tetapi dengan duduk bersama, akan didapati solusi. Karena selain tingginya harga tiket Batam-Singapura, masalah VOA sejumlah negara juga menghambat wisatawan mancanegara, selain Singapura dan Malaysia," ujar Deni.
Masih menurut Deni, bangkitnya pariwisata Kepri, permasalahannya tidak hanya pada harga tiket ferry, akan tetapi harga tiket pesawat saat ini yang terbilang sangat tinggi, juga menjadi faktor penghambat bagi kunjungan wisatawan.
"Kita tidak hanya mengandalkan wisman dari Singapura dan Malaysia, akan tetapi Wisnus juga menjadi pangsa pasar, wisatawan dari Jakarta dan kota lain di Indonesia yang akan berkunjung ke Singapura, itu banyak melalui Batam, ini juga peluang bagi pelaku usaha," tutupnya.
Editor: Yudha