BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Seorang warga binaan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Tanjungpinang berinisial BY menerima Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara (SKP2) sebagai bagian dari penerapan prinsip keadilan restoratif.
Surat tersebut diserahkan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bintan, Andy Sasongko, di Area P2U Rutan Kelas I Tanjungpinang pada Rabu (5/3/2025).
Penyerahan SKP2 ini turut disaksikan oleh Kepala Seksi Pelayanan Tahanan, Adittya Pratama, dan Kepala Seksi Pengelolaan, Fatur Rahmani. BY sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka atas pelanggaran Pasal 44 Ayat (1) Jo 5 Huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Kasus tersebut terjadi pada awal Desember 2024.
Kajari Bintan, Andy Sasongko, menjelaskan penghentian perkara tanpa penuntutan ini merupakan wujud nyata dari implementasi keadilan restoratif. Ia berharap keputusan ini dapat menjadi kesempatan bagi BY untuk memperbaiki diri dan berkontribusi positif di masyarakat.
"Semoga dengan penghentian penuntutan ini, BY dapat menjalani hidup yang lebih baik dan menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab di lingkungan sekitarnya," ujar Andy Sasongko.
Selain itu, Kajari Bintan juga mengingatkan pentingnya peran keluarga dalam membimbing BY agar tidak mengulangi kesalahannya. Sebagai bagian dari keadilan restoratif, BY diwajibkan menjalani pekerjaan sosial selama satu bulan untuk membantunya beradaptasi kembali di lingkungan sosial.
"Kami berharap pihak keluarga terus mendukung dan membimbing BY agar tidak kembali melakukan pelanggaran hukum. Jika di kemudian hari terjadi pelanggaran serupa, maka langkah hukum yang lebih tegas akan diterapkan," tambahnya.
Dalam prosesi tersebut, rompi tahanan yang dikenakan oleh BY secara simbolis dicopot, menandai kembalinya ia ke masyarakat sebagai individu yang telah menjalani proses pemulihan hukum.
Kepala Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Tanjungpinang, Adittya Pratama, menekankan pendekatan keadilan restoratif lebih mengutamakan pemulihan daripada sekadar penghukuman. "Pendekatan ini memberikan kesempatan bagi pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya dan kembali menjadi bagian dari masyarakat dengan lebih baik. Selain itu, seluruh proses penyelesaian perkara ini dilakukan tanpa biaya, sehingga warga binaan dan keluarga tidak terbebani," jelas Adittya.
Dengan diterimanya SKP2, BY kini memiliki kesempatan untuk memulai lembaran baru dalam hidupnya. Kejaksaan Negeri Bintan dan pihak Rutan Tanjungpinang berharap kebijakan ini dapat menjadi contoh bagi penerapan keadilan restoratif dalam sistem hukum di Indonesia.
Editor: Gokli