BATAMTODAY.COM, Batam - Pengadilan Negeri (PN) Batam menggelar sidang perdana kasus dugaan peredaran kosmetik tanpa izin edar dengan terdakwa Hendry, Selasa (4/3/2025).
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Tiwik, dengan anggota Mona dan Fery Irawan, beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martin Luther.
Dalam persidangan, JPU Martin mengungkapkan bahwa kasus yang menyeret terdakwa Hendry berawal dari laporan Tim Patroli Siber Balai POM Batam yang menemukan akun Shopee Rhyend Store menjual kosmetik tanpa izin edar.
"Dari hasil penelusuran patroli tim siber, petugas menemukan Akun tersebut terdaftar di Perumahan Osella Residence Nomor 8, Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam, Kepulauan Riau," kata JPU Martin.
Menindaklanjuti informasi itu, kata Martin, Pada Jumat, 4 Oktober 2024, sekitar pukul 15.00 WIB, tim dari Balai POM Batam langsung mendatangi lokasi untuk melakukan pemeriksaan.
"Dengan menunjukkan surat tugas bernomor R-PD.03.02.38.10.24.6040, petugas kemudian melakukan pemeriksaan dan mendapati Hendry sebagai pemilik rumah sekaligus pengelola Rhyend Store," tambah Martin.
Saat melakukan pemeriksaan, terang Martin, petugas menemukan 1.349 pcs kosmetik dari 35 item berbeda yang disimpan di kamar depan dan belakang rumah. Barang-barang tersebut ternyata tidak memiliki izin edar dari BPOM RI. Selain itu, petugas juga menemukan 5 paket kosmetik siap kirim kepada pembeli.
- BACA JUGA: Jaga Kualitas Produk Makanan dan Kosmetik, BP Batam Gelar FGD Penguatan Sistem Pengawasan
Petugas kemudian melakukan verifikasi izin edar melalui situs resmi Badan POM dan aplikasi BPOM Mobile dengan memasukkan nama produk, nama dagang, produsen/importir, serta nomor registrasi.
"Hasilnya, seluruh produk yang ditemukan tidak memiliki izin edar dan tidak memenuhi persyaratan teknis penandaan kosmetik yang berlaku," tegas JPU.
Temuan ini, kata dia, segera dilaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai POM Batam, yang kemudian berkoordinasi dengan Korwas PPNS Polda Kepulauan Riau, Polisi Militer TNI AD, serta security perumahan Osella Residence untuk melakukan penggeledahan lanjutan dan penyitaan barang bukti.
Dalam dakwaannya, JPU Martin menyatakan bahwa perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 48,5 juta, yang dihitung berdasarkan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk izin edar kosmetik.
Martin menjelaskan bahwa rincian kerugian negara yang timbul berdasarkan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah sebagai berikut:
Kerugian Negara mencapai Rp 2.000.000 akibat peredaran 4 item kosmetik produksi ASEAN tanpa izin (tarif notifikasi Rp 500.000 per item) dan Rp 46.500.000 akibat peredaran 31 item kosmetik impor tanpa izin (tarif notifikasi Rp 1.500.000 per item).
"Sehingga Total kerugian negara akibat peredaran kosmetik ilegal oleh terdakwa mencapai Rp 48.500.000," imbuhnya.
Atas perbuatannya, lanjut Martin, terdakwa Hendry didakwa dengan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) UU RI No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur tentang sanksi bagi pelaku usaha yang mengedarkan produk farmasi tanpa izin edar.
Selain itu, sambungnya, terdakwa juga melanggar beberapa regulasi Badan POM, di antaranya, Pasal 2 ayat (1) Peraturan BPOM No. 27 Tahun 2022 tentang pengawasan pemasukan obat dan makanan ke Indonesia, yang mewajibkan semua produk yang masuk ke Indonesia memiliki izin edar dan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1) Peraturan BPOM No. 21 Tahun 2022 tentang notifikasi kosmetik, yang mewajibkan pelaku usaha memastikan kosmetik yang beredar telah memenuhi standar keamanan, mutu, dan memiliki izin edar berupa notifikasi.
Selain itu, terdakwa juga dijerat dengan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan BPOM No. 28 Tahun 2023, yang menyebutkan bahwa pemasukan obat dan makanan ke Indonesia wajib mendapatkan izin dari Kepala BPOM dalam bentuk Surat Keterangan Impor (SKI) Serta Pasal 5 ayat (1) Peraturan BPOM No. 30 Tahun 2020, yang mengatur tentang persyaratan teknis penandaan kosmetik.
"Atas perbuatannya, terdakwa Hendry terancam 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 5 miliar rupiah," pungkasnya.
Setelah pembacaan dakwaan, Majelis Hakim memutuskan bahwa sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak Balai POM Batam.
Editor: Yudha