logo batamtoday
Jum'at, 14 Maret 2025
BATAM TODAY


Peringati Hari Pendengaran Sedunia, Kemenkes Ajak Masyarakat Peduli Kesehatan Telinga
Selasa, 04-03-2025 | 12:24 WIB | Penulis: Redaksi
 
Ilustrasi.  

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Memperingati Hari Pendengaran Sedunia (World Hearing Day/WHD) yang jatuh setiap 3 Maret, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengajak masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesehatan pendengaran.

Upaya ini selaras dengan komitmen global Sound Hearing 2030, yang bertujuan mengurangi angka gangguan pendengaran secara global.

Plt Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI, dr Yudhi Pramono, dalam media briefing menyampaikan bahwa tema WHD 2025 adalah 'Changing Mindsets: Empower Yourself! Make Ear and Hearing Care a Reality for All!' dengan tema nasional 'Cegah Gangguan Pendengaran, Ayo Peduli'. Tema ini menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan telinga serta melakukan deteksi dini gangguan pendengaran.

Gangguan Pendengaran di Dunia dan Indonesia

Berdasarkan data WHO, sekitar 1,57 miliar orang di dunia mengalami gangguan pendengaran, menjadikannya disabilitas terbesar ketiga secara global. Saat ini, lebih dari 430 juta orang, termasuk 34 juta anak-anak, membutuhkan rehabilitasi pendengaran. Diperkirakan, pada 2050 angka ini meningkat menjadi 2,5 miliar orang, dengan 700 juta di antaranya memerlukan layanan kesehatan pendengaran.

Di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat prevalensi disabilitas pendengaran sebesar 0,4% pada penduduk usia ?1 tahun, dengan 4,1% di antaranya menggunakan alat bantu dengar. "Ini berarti bahwa 4 dari 100 orang Indonesia memerlukan alat bantu dengar, menunjukkan tingginya angka gangguan pendengaran di Indonesia," ujar dr Yudhi, demikian dikutip laman Kemenkes.

Strategi Pencegahan dan Penanggulangan

Untuk menekan angka gangguan pendengaran, Kemenkes menerapkan empat pilar strategi:

  1. Promosi Kesehatan - Penyebaran informasi melalui media dan penyuluhan guna meningkatkan kesadaran masyarakat.
  2. Deteksi Dini - Pemeriksaan di Posyandu dan fasilitas kesehatan untuk menjaring kasus gangguan pendengaran lebih awal.
  3. Perlindungan Khusus - Mencegah faktor risiko seperti paparan bising dan penggunaan obat ototoksik.
  4. Penanganan Kasus - Memastikan penderita mendapatkan rehabilitasi yang tepat, termasuk penggunaan alat bantu dengar.

Sebagai langkah konkret, pemerintah telah menyediakan program pemeriksaan kesehatan gratis di Puskesmas untuk skrining pendengaran. "Pelaksanaan Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) telah berjalan di seluruh puskesmas dan satuan pendidikan dengan paket skrining sesuai pedoman teknis yang mencakup skrining pendengaran," tambah dr Yudhi.

Ketua Umum PERHATI-KL, dr Yussy Afriani Dewi, menekankan tanpa upaya pencegahan, jumlah penderita gangguan pendengaran dapat mencapai 700 juta jiwa pada 2050. "Dampaknya tidak hanya pada kesehatan individu, tetapi juga ekonomi global dengan potensi kerugian mencapai 980 miliar USD per tahun," jelasnya.

Faktor penyebab gangguan pendengaran meliputi faktor genetik, komplikasi saat lahir, infeksi telinga, paparan bising, penggunaan obat ototoksik, serta penuaan. "Gangguan pendengaran juga berisiko meningkatkan demensia, menghambat pendidikan, serta menurunkan kualitas hidup akibat keterbatasan komunikasi," tambahnya.

Sekitar 60% gangguan pendengaran sebenarnya dapat dicegah. Indonesia menargetkan penurunan angka gangguan pendengaran menjadi kurang dari 1,7% dari populasi pada 2030 melalui deteksi dini dan skrining berkala.

Langkah Pencegahan yang Bisa Dilakukan

Dr Yussy menyarankan beberapa langkah pencegahan:

  • Memberikan nutrisi seimbang kepada ibu hamil
  • Menjaga kebersihan lingkungan dan rumah tangga
  • Memberikan ASI eksklusif
  • Menghindari kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol
  • Menjalani gaya hidup sehat dan gizi seimbang
  • Melengkapi imunisasi dasar
  • Menghindari paparan suara bising berlebihan

Ia juga menekankan pentingnya edukasi dan peran tenaga kesehatan dalam menjaga kesehatan pendengaran generasi mendatang. Rehabilitasi pendengaran dapat dilakukan melalui alat bantu dengar, terapi komunikasi total, dan penggunaan bahasa isyarat.

Dalam acara peringatan WHD, Eneng Arida Amalia (41), seorang tenaga medis dengan gangguan pendengaran, berbagi pengalaman. Ia pertama kali menggunakan alat bantu dengar pada usia 28 tahun setelah mengalami penurunan pendengaran mendadak pada 2012. "Saya merasa penggunaan ponsel terlalu lama hingga panas dan kehabisan baterai berkontribusi terhadap kondisi saya," ujarnya.

Ia pun mengimbau masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan ponsel dan headphone untuk menghindari risiko serupa.

Senada dengan Eneng, dr Yudhi mengingatkan masyarakat untuk melakukan skrining pendengaran secara rutin dan segera memeriksakan diri jika mengalami gejala seperti telinga terasa penuh, gangguan pendengaran, keluarnya cairan dari telinga, atau adanya benda asing di dalam telinga. Ia juga merekomendasikan rule 60:60 dalam penggunaan headphone --yaitu mengatur volume maksimal 60% selama 60 menit per hari-- guna mencegah risiko gangguan pendengaran akibat paparan suara berlebih.

Melalui peringatan Hari Pendengaran Sedunia 2025, Kemenkes berharap semakin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya menjaga kesehatan telinga, sehingga angka gangguan pendengaran dapat ditekan dan kualitas hidup individu dapat meningkat.

Editor: Gokli

Berita lainnya :
 
 

facebook   twitter   rss   google plus
:: Versi Desktop ::
© 2025 BATAMTODAY.COM All Right Reserved
powered by: 2digit