BATAMTODAY.COM, Jakarta - Tahun 2024 menjadi panggung bagi berbagai isu terkait susu, mulai dari program nasional yang ambisius hingga tantangan besar dalam sektor produksi.
Susu, yang sering dikaitkan dengan kebutuhan gizi dan kesejahteraan generasi muda, kini berada di persimpangan antara janji politik, kebijakan ekonomi, dan polemik sosial.
Salah satu sorotan utama tahun ini adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG), bagian dari janji kampanye pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024. Program ini berupaya menyediakan makanan bergizi, termasuk susu, kepada anak sekolah dan santri pesantren, sebagai langkah untuk mempersiapkan Indonesia Emas 2045.
Namun, program ini menghadapi tantangan besar. Konsumsi susu per kapita Indonesia masih rendah, hanya sekitar 16,27 kg per tahun, jauh di bawah rata-rata ASEAN. Ditambah lagi, produksi susu lokal hanya mencakup 20% kebutuhan nasional, memaksa pemerintah mengandalkan impor untuk memenuhi target MBG.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, mengungkapkan rendahnya produksi susu lokal disebabkan oleh populasi sapi perah yang terbatas --hanya sekitar 592 ribu ekor-- dan biaya pakan yang tinggi. Pemerintah merancang beberapa skema impor, termasuk mendatangkan 1,5 juta sapi dari India dan menggandeng investor Vietnam. Namun, tantangan ketersediaan lahan dan efisiensi produksi masih menjadi hambatan utama.
Kehadiran susu impor turut memicu gejolak di kalangan peternak sapi perah lokal. Pada November 2024, peternak di Boyolali melakukan aksi protes dengan mandi susu di Tugu Susu Tumpah. Mereka memprotes pembatasan kuota susu yang diduga terkait dengan meningkatnya impor. Sebagai respons, Kementerian Pertanian mengambil langkah memblokir izin impor susu untuk melindungi produksi lokal.
Di sisi lain, muncul wacana penggunaan alternatif seperti susu ikan (hidrolisat protein ikan) untuk menekan biaya. Namun, ide ini menghadapi tantangan dalam hal rasa, nutrisi, dan standar internasional, yang tidak mengkategorikan ekstrak protein ikan sebagai susu.
Kesalahpahaman tentang kental manis yang masih dianggap sebagai susu juga menjadi isu hangat. Meskipun BPOM telah melarang promosi kental manis sebagai susu melalui regulasi, praktik tersebut masih banyak ditemukan. Para ahli menilai, edukasi publik harus lebih intensif dan melibatkan kerja sama lintas sektor untuk mengoreksi persepsi yang keliru ini.
Tahun 2024 menunjukkan bahwa susu, meski tampak sederhana, adalah isu kompleks yang melibatkan banyak aspek: politik, ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Program seperti MBG menawarkan harapan, tetapi juga menuntut kesiapan infrastruktur dan kebijakan yang matang untuk memastikan keberhasilannya tanpa merugikan peternak lokal.
Di tengah tantangan dan kontroversi, isu susu tahun ini menjadi cerminan perjalanan Indonesia menuju cita-cita sebagai negara maju yang sehat, kuat, dan berdaulat. Pertanyaan besar yang masih menggantung: mampukah Indonesia menemukan keseimbangan antara ambisi dan realitas dalam menghadapi tantangan di sektor susu?
Editor: Gokli