Oleh Dahlan Iskan
PASAR untuk kelas menengah turun. Tinggal 17 persen dari jumlah penduduk. Drastis. Pasar kelas bawah naik. Menjadi 21 persen. Sedang pasar kelas atas tidak naik tidak pula turun.
Para manajer marketing harus tahu itu. Agar cara-cara marketing mereka menyesuaikan diri dengan kenyataan baru.
Itulah tema besar Konferensi Marketing tahunan yang diselenggarakan MarkPlus di The Ritz-Carlton, Jakarta, kemarin.
Hermawan Kartajaya, pendiri MarkPlus, tidak hanya memaparkan data di atas, tapi juga memberi gambaran bagaimana menyikapinya. Secara marketing naiknya pasar kelas bawah lebih mudah disikapi. Mengubah produk untuk kelas menengah menjadi untuk kelas bawah tinggal menurunkan harga. Tapi kualitas tetap harus dijaga.
Di situlah peran teknologi. Dengan teknologi efisiensi bisa dicapai. Kualitas dinaikkan. Harga diturunkan.
Orang marketing tidak membicarakan penurunan pasar kelas menengah itu baik atau buruk. Itu tugas ekonom untuk menilai. Marketing tetap saja bagaimana harus bisa jualan.
MarkPlus mengutip data resmi Biro Pusat Statistik (BPS). BPS menyebut jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta orang. Itu setara dengan 21,45 persen dari total penduduk pada tahun 2019. Lalu, pada tahun 2024 angka itu hanya tersisa menjadi 47,85 juta orang atau setara dengan 17,13 persen .
Artinya, sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah turun kelas.
Orang marketing tetap harus jualan dalam situasi pasar seperti apa pun. Dengan kreativitas dan inovasi mereka.
Tahun ini Dirut Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo menjadi Marketer of the Year 2024 versi MarkPlus. Saat dewan juri bersidang, salah seorang juri memilih absen. Ia adalah Ignasius Jonan. Anda sudah tahu: Jonan adalah transformator KAI. Yakni saat ia menjadi dirutnya dua periode jauh sebelum masa Didiek. Ia tahu Didiek masuk menjadi salah satu nomine sehingga tidak ingin berpendapat.
Para juri adalah mantan juara marketing tahun-tahun sebelumnya. Bagi juri seperti saya, --pun lima orang lainnya-- Didiek memang istimewa. Sebelum jadi dirut, Didiek adalah direktur keuangan di KAI. Sebelumnya lagi ia adalah orang perbankan. Itu mirip dengan perjalanan Jonan sendiri. 'Orang keuangan' yang berhasil jadi dirut.
Maka sekali lagi terbukti 'orang keuangan' juga bisa jadi dirut yang sukses. Kinerjanya bisa baik. Perusahaan maju.
Hanya di soal penampilan Didiek terasa masih seperti orang keuangan. Kalem. Tenang. Pidatonya datar. Cara berpakaiannya sederhana. Tidak seperti umumnya seorang CEO perusahaan besar yang 'terperosok' menjadi public figur.
Acara tahunan MarkPlus di The Ritz-Carlton itu sudah berlangsung selama 17 tahun. Hermawan sendiri kini sudah berusia 77 tahun.
Ultahnya yang ke-77 bulan lalu ia rayakan di sebuah pesantren kecil di tengah perkebunan sawit di Malaysia. Yakni sekitar satu jam dari Kuala Lumpur.
Pesantren itu kecil sekali. Santrinya hanya 57 orang. Semua santri adalah anak pekerja ilegal dari Indonesia. Anak seperti itu tidak bisa sekolah di sana. Tidak diterima. Lalu di antara yang ilegal itu bikin lembaga pendidikan informal.
Hermawan tidur di pesantren itu. Seadanya. Ia ingin berbagi kebahagiaan dengan anak yang hidupnya sulit. Itulah gaya Hermawan berulang tahun. Selalu begitu.
Kapan itu ia memperingati ulang tahun dengan cara bermalam di dalam penjara.
Di usianya yang 77, di saat praktik marketing sudah berubah, Hermawan dan MarkPlus-nya masih tetap menjadi daya tarik: lebih 3000 orang marketing kumpul bersamanya kemarin. Sehari penuh.
Kumpul orang marketing sebanyak itu rasanya seperti kumpul harimau --yang semuanya lapar.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia