BATAMTODAY.COM, Jakarta - Program Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil meningkatkan kualitas data perikanan Indonesia, yang kini diakui sebagai data valid oleh Indian Ocean Tuna Commission (IOTC).
Pengakuan ini disampaikan dalam sidang 20th Working Party on Data Collection and Statistics (WPDCS20) di Cape Town, Afrika Selatan, yang berlangsung pada 26-30 November 2024.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Lotharia Latif, menjelaskan sebelumnya terjadi perbedaan data hasil tangkapan yang disampaikan Indonesia dengan hasil re-estimasi oleh Komite Ilmiah IOTC. Data Indonesia sering dianggap kurang kredibel karena perbedaan metodologi yang digunakan.
"Sejak 2018, kami mendorong perubahan metodologi re-estimasi data tangkapan Indonesia oleh IOTC karena hasil estimasi mereka sering kali lebih rendah dibandingkan data lapangan kami. Upaya ini membuahkan hasil positif, terutama setelah penerapan e-logbook sejak 2019 dan pelibatan observer on board di kapal perikanan," ungkap Lotharia dalam keterangan resmi, Sabtu (30/11/2024), demikian dikutip laman KKP.
Dengan perubahan metodologi yang difasilitasi sejak WPDCS19 pada 2023, data Indonesia kini dianggap akurat. Data ini telah digunakan dalam analisis stok tuna dan akan menjadi dasar penetapan kuota tangkapan oleh IOTC.
Proses validasi data tangkapan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Kajiskan), serta perguruan tinggi seperti Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Dukungan penuh juga datang dari Sekretariat IOTC untuk memastikan metodologi yang digunakan sesuai standar internasional.
"Partisipasi aktif Indonesia di IOTC memberikan manfaat ekonomi, ekologi, dan diplomatik, termasuk akses terhadap kuota penangkapan yang mendukung pendapatan negara serta pengelolaan tuna secara berkelanjutan," ujar Ketua Komnas Kajiskan sekaligus Ketua Delegasi RI, Prof Indra Jaya.
Pengakuan ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia dalam forum internasional tetapi juga menjadi dasar kebijakan yang berdampak langsung pada kesejahteraan nelayan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa Indonesia, sebagai anggota Regional Fisheries Management Organization (RFMO), berkomitmen penuh terhadap pengelolaan sumber daya tuna yang berkelanjutan.
"Perairan Indonesia adalah habitat utama tuna, baik di zona ekonomi eksklusif maupun perairan teritorial. Dengan manajemen modern seperti PIT, kita tidak hanya menjaga kelestarian sumber daya laut tetapi juga memastikan nelayan kita bisa bersaing di pasar global," jelas Menteri Trenggono.
Delegasi Indonesia dalam WPDCS20 juga mempresentasikan laporan bertajuk "Review of the Re-Estimation Methodology of Indonesia's Annual Catch Data in IOTC for the Period 1950-2022". Laporan ini menjadi bukti kuat bahwa Indonesia telah meningkatkan akurasi data statistik perikanan, memperkuat posisinya sebagai pemimpin dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan di Samudra Hindia.
Dengan langkah ini, Indonesia tidak hanya memastikan transparansi dan kredibilitas data perikanannya di tingkat internasional, tetapi juga mendorong transformasi sektor perikanan nasional yang lebih maju dan berdaya saing tinggi.
Editor: Gokli