BATAMTODAY.COM, Batam - Tim dari Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam, Nuryanto - Hardi Selamet Hood atau yang biasa disebut NADI menilai debat yang dibatalkan oleh KPU Batam secara sepihak itu merugikan masyarakat Batam.
Bagi tim NADI, debat merupakan sarana pendidikan politik dalam ber demokrasi. Namun, dengan adanya kejadian pada Jumat 15 November 2024 kemarin. Seyogianya debat dijadwalkan pada pukul 14.00 WIB, sempat molor hingga dua jam, hingga akhirnya dibatalkan secara sepihak oleh KPU Batam.
"Debat yang seharusnya dilaksanakan pukul 2 hari Jumat kemarin. Karena sesuatu hal ini langsung dibatalkan sepihak oleh KPU Batam," ucap Juru Bicara Tim NADI, Riky Indrakari di Kantor Pemenangan NADI, Batam Center, Sabtu (16/11/2024) sore.
Riky menjelaskan, pihaknya sudah memberi catatan untuk ditindaklanjuti. Sebab, ada indikasi bahwa peristiwa pembatalan itu bukan sesuatu yang tiba-tiba, akan tetapi, sudah melalui proses panjang. Pihaknya juga mengindikasi ada permufakatan jahat. Di mata tim NADI, indeks demokrasi Kota Batam saat ini sedang turun.
"Budaya berpolitik sepertinya ada patronis yang mengontrol politik di Batam. Ini berpotensi akan terjadinya korupsi. Ke depan, kami sudah lakukan evaluasi dan klarifikasi ke LO kami. Kronologi kejadian juga sudah kami kantongi," katanya.
Lebih jauh, Riky memaparkan, ada 3 hal yang sampaikan pada saat rapat bersama paslon lain dan KPU. Salah satu Anggota DPRD Batam, yang menjadi juru bicara pada rapat itu menyampaikan, Pertama paslon nomor urut 2 tidak siap, karena sibuk menghadiri undangan masyarakat. Kedua paslon nomor urut 2 tidak memiliki latar belakang dari materi atau sub tema debat.
Ketiga mereka tidak menjamin keamanan dan kondusifitas di arena debat. Karena mereka tidak bisa menahan kehadiran dari relawan mereka.
"Rapat itu diputus dan ditinggal begitu saja oleh perwakilan paslon 2. Sehingga tidak ada catatan sama sekali. Kemudian satu hari setelahnya, LO kami diundang kembali ke kantor KPU. Namun saat hadir tepat waktu dan sempat menunggu sejam. Lalu dari LO 02 hadir didampingi sekretaris pemenangan mereka Dewi Sucowati. Hasilnya mereka ingin melakukan debat tapi minta klausul e terkait penggunaan hp agar ditiadakan pasal itu," paparnya.
"Tapi dari pihak kami tidak mempersoalkan. Hasil dari kesepakatan itu ditambahkan oleh KPU. Melihat laporan dari kepolisian ada upaya pengerahan massa sehingga KPU menambahkan klausul bahwa siapapun yang memulai keributan akan ditarik keluar," sambungnya.
Oleh karena itu, Riky bersama tim NADI memberikan pendapat bahwa, debat adalah sarana Pendidikan politik agar Masyarakat yang mempunyai Hak Pilih dapat mengetahui kemampuan calon pimpinannya. Dalam debat terlihat secara natural profil kemampuan masing-masing calon dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
Kehadiran tepat waktu pasangan NADI dalam debat yang tidak disertai dengan aksi kerusuhan massa pendukung membuktikan bahwa NADI sangat siap dan taat asas untuk menyampaikan visi, misi dan programnya sekaligus diuji secara public oleh Tim Panelis maupun antar Pasangan Calon.
Kehadiran NADI memenuhi undangan KPU Batam dalam debat adalah menunjukkan bahwa NADI adalah calon pemimpin daerah yang bertanggungjawab. NADI adalah sosok pimpinan yang berbudaya, risiko apapun harus dihadapi demi melindungi kepentingan masyarakatnya.
"Jika dalam debat publik saja, ada pasangan calon yang tidak siap tampil dan mencari-cari alasannya, bagaimana mungkin kelak mereka akan tampil dan mau bertanggungjawab menghadapi problematika persoalan di Batam yang begitu kompleks," ungkapnya.
Menurutya, ketidaksiapan tampil pasangan calon dalam debat publik, dapat dimaknai bahwa calon tersebut tidak siap menjawab dan memberikan solusi atas berbagai persoalan dan hal itu sangat berpotensi merugikan masyarakat jika kelak diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin daerah.
"Ketidakhadiran dalam debat juga dimaknai sebagai perilaku yang lari dari tanggungjawab. Sifat yang sangat berbahaya jika diberikan kesempatan untuk memimpin. Hanya pecundang yang lari dari tanggung jawab," ujarnya.
Hasil evaluasi Tim Hukum NADI bahwa ada indikasi permufakatan jahat yang berpotensi merugikan keuangan negara dan mempengaruhi indeks demokrasi dari kategori Budaya Politik. Rendahnya nilai Budaya Politik merupakan efek dari budaya patronasi. Budaya patronasi inilah berpotensi akan menyuburkan praktek korupsi di kemudian hari Budaya patronasi dalam konteks negara dan demokrasi bisa berupa:
1. Penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, yang merugikan keuangan negara dan menghambat demokrasi. Perkiraan ada sejumlah Rp 300-400 jutaan budget pembiayaan debat publik kedua oleh KPU Kota Batam, dengan output kegiatan sama dengan nol.
2. Kerugian keuangan negara yang sangat besar, seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
3. Indikasi telah terjadinya kolusi atau kemitraan yang tidak sehat antara pejabat publik dengan pihak penyelenggara pemilu, yang menguntungkan salah satu pihak namun merugikan masyarakat calon pemilih.
4. Nepotisme atau pemberian keistimewaan kepada suatu kelompok tertentu yang dapat melanggar prinsip keadilan dan persamaan hak di depan hukum (equality above the law).
Bahkan kata dia, indikasi telah terjadi sabotase atau tindakan yang disengaja untuk merusak atau menggagalkan suatu program pemerintah dalam proses memilih calon pemimpin dalam pilkada serentak Kota Batam 2024.
Patut diduga bahwa telah terjadi permufakatan jahat yang dapat mematikan proses demokratisasi dan melemahkan institusi demokrasi di Kota Batam.
"Bahwa drama pembatalan sepihak debat publik kedua oleh Ketua KPU Kota Batam telah merugikan masyarakat Kota Batam, maka kami Tim NADI akan melaporkan peristiwa ini ke Bawaslu dan DKPP," pungkas Riky Indrakari.
Editor: Yudha