BATAMTODAY.COM, Jakarta - Setelah otoritas Amerika Serikat memutuskan untuk tidak mengenakan bea masuk antidumping (BMAD) dan antisubsidi (countervailing duty/CVD) pada produk aluminium ekstrusi Indonesia, peluang ekspor ke pasar AS diperkirakan kembali meningkat.
Keputusan ini datang dari United States International Trade Commission (USITC) pada 30 Oktober, yang menetapkan Indonesia dan sejumlah negara lainnya bebas dari tuduhan yang dapat menghambat ekspor.
Menteri Perdagangan RI, Budi Santoso, menyambut baik hasil ini dan menilai bahwa hal ini akan memberikan dorongan positif bagi sektor manufaktur Indonesia. "Keputusan ini membawa angin segar bagi industri manufaktur nasional. Sinergi antarkementerian, lembaga, dan pelaku usaha yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perdagangan sangat berperan dalam mencapai hasil ini," ungkap Mendag Budi Santoso, dalam siaran pers, Kamis (14/11/2024).
"Dengan dihentikannya penyelidikan BMAD dan CVD, kita dapat terus mempertahankan pasar tradisional AS sebagai mitra strategis Indonesia," tambahnya.
Menurut rilis dari USITC, otoritas AS memutuskan untuk tidak mengambil tindakan antidumping maupun antisubsidi terhadap impor aluminium ekstrusi dari negara-negara yang diperiksa, termasuk Indonesia, karena dinilai tidak merugikan industri dalam negeri AS secara material. Keputusan ini diambil setelah rapat para komisioner USITC dan melalui proses voting.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, Isy Karim, menambahkan bahwa keputusan ini merupakan hasil kerja keras berbagai pemangku kepentingan di Indonesia. "Langkah ini juga menunjukkan komitmen kuat Pemerintah Indonesia untuk menjaga akses ekspor dan meningkatkan daya saing produk aluminium ekstrusi kita di pasar AS," ucap Isy Karim.
Natan Kambuno, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan, menjelaskan bahwa selama proses penyelidikan berlangsung, pihaknya terus memberikan pembelaan untuk para eksportir Indonesia yang terdampak. "Kami proaktif melakukan pembelaan tertulis, dan turut menyelenggarakan pertemuan dengan penyelidik AS yang datang ke Indonesia untuk proses verifikasi," ujar Natan.
Selama periode Januari hingga Agustus 2024, nilai ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke AS tercatat mencapai USD 41 juta. Namun, angka ini turun signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai USD 79,5 juta. Natan berharap keputusan USITC ini dapat mengembalikan laju pertumbuhan ekspor produk ini ke pasar AS.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama lima tahun terakhir (2019-2023), ekspor aluminium ekstrusi Indonesia dengan kode HS 7601, 7604, 7608, 7609, dan 7610 terus mengalami peningkatan signifikan. Pada 2023, ekspor produk ini mencapai USD 102 juta, jauh meningkat dari tahun 2019 yang sebesar USD 75 juta.
Dengan adanya keputusan bebas BMAD dan CVD ini, Indonesia berpeluang kembali meningkatkan angka ekspor aluminium ekstrusi ke Amerika Serikat, memperkokoh posisinya di pasar internasional.
Editor: Gokli