BATAMTODAY.COM, Batam - Hasil survei terbaru Litbang Kompas yang menunjukkan peningkatan citra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 60,9 persen pada September 2024 menjadi 72,6 persen pada Januari 2025, dibandingkan citra Kejaksaan Agung sebesar 70 persen, mendapat perhatian luas dari berbagai pihak.
Salah satu tanggapan datang dari Pakar Hukum Pidana Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA) Batam, Dr. Alwan Hadiyanto, SH., MH., yang juga menjabat sebagai Kepala Program Studi Magister Hukum di universitas tersebut.
Dr. Alwan menilai hasil survei ini memunculkan pertanyaan besar terkait parameter yang digunakan dalam pengukurannya.
"Saya mencoba menganalisa kinerja Kejaksaan dan rekam jejak KPK dalam dua tahun terakhir serta polemik hasil survei yang berbeda signifikan," ujarnya saat ditemui di Batam, Sabtu (25/1/2025).
Menurut Dr. Alwan, Kejaksaan Agung menunjukkan performa signifikan dalam dua tahun terakhir, terutama dalam pengungkapan kasus-kasus besar korupsi dan penyelamatan keuangan negara. Beberapa keberhasilan yang menjadi sorotan meliputi:
1. Penyelamatan Keuangan Negara
Kejaksaan berhasil menyelamatkan triliunan rupiah dari sejumlah kasus korupsi besar, termasuk kasus tata niaga timah periode 2015-2022.
2. Pengungkapan Kasus Besar
- Penanganan kasus suap yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar.
- Kasus dugaan suap hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang melibatkan tiga hakim dan seorang pengacara, serta upaya transparansi dengan memindahkan penahanan ke Jakarta.
3. Efisiensi dan Akuntabilitas
Penegakan Hukum, Kejaksaan menunjukkan keberanian dalam menangani kasus hingga tuntas, termasuk pada tingkat banding, yang menjadi poin penting dalam membangun kepercayaan publik.
4. Citra Positif di Mata Publik
Kendati citra Kejaksaan sedikit tertinggal dalam survei terakhir, kontribusi nyata mereka tetap diapresiasi oleh masyarakat.
Di sisi lain, Dr. Alwan menyoroti tantangan yang dihadapi KPK meskipun citranya meningkat dalam survei tersebut. Beberapa catatan kritis meliputi:
1. Kekalahan dalam sidang praperadilan, termasuk kasus Hasto Kristiyanto.
2.Kasus besar yang mangkrak, seperti kasus Harun Masiku.
3. Kontroversi internal, termasuk kepemimpinan dan revisi UU KPK tahun 2019.
4. Fokus berlebihan pada penangkapan tersangka, tetapi minim dalam pengembalian aset negara.
"Berbeda dengan Kejagung, KPK lebih sering berfokus pada operasi tangkap tangan (OTT) dibandingkan dengan upaya pengembalian kerugian negara," tegas Dr. Alwan.
Dr. Alwan menegaskan pentingnya kolaborasi antara Kejaksaan Agung dan KPK dalam memberantas korupsi secara menyeluruh.
"Kejaksaan perlu mempertahankan momentum positif dengan meningkatkan transparansi dan efisiensi, sementara KPK harus memperkuat prosedur internal, memulihkan kepercayaan publik, dan memaksimalkan wewenang supervisinya," jelasnya.
Ia juga mengingatkan agar lembaga survei tidak tendensius dalam menyusun parameter penilaian citra.
"Baik Kejaksaan maupun KPK harus bekerja sinergis mendukung program pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam pemberantasan korupsi yang menyeluruh dan berkelanjutan," tutupnya.
Editor: Surya