BATAMTODAY.COM, Bintan - Santoni, pimpinan PT GBKEK yang akan mengembangkan kawasan industri di Pulau Poto, Desa Kelong, Bintan Pesisir menyampaikan tidak akan memaksa warga untuk menjual lahannya kepada mereka.
"Jika ada warga yang tidak setuju untuk pembangunan kawasan industri, kami GBKEK tidak akan memaksa mereka untuk menjual lahannya kepada PT GBKEK Bintan," ujar Santoni saat dikonfirmasi, Rabu (4/9/2024).
Lebih jauh disampaikan, bahwa dunia pariwisata akan lebih maju. Walau disana ada pengembangan industri. "Jangan berkoar hanya ingin mendapatkan keuntungan secuil untuk pribadi," tambahnya.
Selain itu, Santoni, juga menyinggung masalah pembayaran pajak industri yang berkembang di GBKEK, dan berapa banyak menciptakan lapangan pekerjaan di kawasan industri tersebut. Justru, dia berharap agar semua bisa dengan bijaksana untuk menilainya.
Namun, fakta di lapangan justru berbeda. Masalah lahan kepemilikan atas nama perseorangan maupun perusahaan dipaksa masuk dalam plotting global untuk kepentingan pengembangan PT GBKEK Bintan.
"Hal tersebut, secara tidak langsung memaksa kami untuk melepas lahan kami. Karena setelah di Plotting sepihak begitu kami dibikin susah dengan pengurusan perizinan kami karena sudah ada izin GBKEK di atas lahan kami," ujar Dony sebagai salah satu pemilik lahan di Pulau Poto.
"Kalau disebut, berkoar hanya untuk secuil keuntungan pribadi, jelas hal itu salah besar. Karena ada tiga pemilik lahan, mempertanyakan masalah hak dan adab secara aturan yang berlaku," kata Dony.
Dony mengatakan, karena masing-masing memiliki lahan di pulau tersebut, jelas secara hukum sama-sama memiliki hak untuk mengembangkan dengan bidang yang berbeda. Lantas kalau salah satu sudah memplotting sepihak lahan milik orang lain yang mengakibatkan terkendalanya pengurusan Perizinan Berusaha Pemilik Lahan.
"Jelas itu sudah menghilangkan hak orang lain untuk berkembang. Apalagi kami memiliki surat Sertifikat kepemilikan yang sudah sangat jelas," ujarnya.
"Lantas sebenarnya siapa yang justru memaksakan diri untuk menguasai. Karena pada dasarnya, regulasi pengembangan industri yang paling mendasar adalah menyelesaikan permasalahan lahan. Artinya pengurusan izin berangkat dari tingkat bawah, bukan sebaliknya," imbuhnya.
Dony mengingatkan, tentang pemanfaatan pulau pulau kecil, jelas ada aturannya, sayangnya PT GBKEK Industri Park telah mengurus perizinan dan terbit izin pemanfaatan pulau-pulau kecil dan sekitarnya dengan nomor 912000257202700010001, dengan luas hampir 1.000 hektar.
Atas penerbitan tersebut, terindikasi telah terjadi maladministrasi karena bertentangan dengan Permen RI nomor 10 tahun 2024 tentang pemanfaatan pulau kecil dan perairan sekitarnya. Salah satunya, adanya persyaratan Khusus dalam rencana dokumen yang berisi bukti pemilikan atau penguasaan tanah yang sah atau surat keterangan dari instansi berwenang yang menyatakan bahwa tanah yang dimohonkan rekomendasinya sudah tidak terdapat permasalahan dengan pihak lain.
Tidak hanya itu, aspek sosial juga menjadi Perhatian dalam Permen tersebut yaitu ketersedian akses dari laut menuju pulau, keberadaan situs, status hak tanah, kelestarian budaya, dan adat istiadat.
Sementara dari aspek ekonomi, ruang penghidupan dan akses nelayan kecil, aktivitas ekonomi oleh usaha mikro, kecil dan menengah, keselarasan skala usaha dalam pengembagan investasi di pulau kecil dengan kegiatan ekonomi lokal.
"Itu baru dari salah satu Permen yang mengatur pemanfaatan Pulau-pulau kecil, belum dengan aturan lainnya seperti penyelenggaraan penataan/pemanfaatan ruang laut," tambahnya.
Lebih jauh dikatakan Dony, pihaknya tidak ada niat untuk menghalangi sebuah perkembangan untuk daerah, bahkan akan senantiasa mendukung. Tetapi juga harus memperhatikan Hak-Hak Masyarakat, sesuai dengan norma-norma aturan dan regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Karena aturan dibuat jelas untuk kebaikan dan mendukung Pengembangan Daerah, serta memberi dampak ekonomi yang lebih baik untuk masyarakatnya.
Editor: Yudha