BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) segera menetapkan skala prioritas wilayah-wilayah perairan yang sedimentasi di lautnya bisa dikelola, sehingga memberi manfaat secara langsung untuk masyarakat, dan tentunya peningkatan Pendapatan Negara Bukan Pajak(PNBP).
KKP sudah membentuk tim teknis dari berbagai latar-belakang, termasuk LSM (lembaga swadaya masyarakat), Kementerian (perhubungan, lingkungan hidup & kehutanan, Energi dan Sumber Daya Mineral).
"Prioritas wilayah (pengelolaan dan ekspor hasil sedimentasi di laut) segera ditentukan tim teknis. Mereka segera kerja sehingga prioritas (wilayah perairan) juga bisa bersih karena (sedimentasi) sudah dikeruk," kata Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan bidang Hubungan Luar Negeri, Edy Putra Irawady, Rabu (14/6/2023).
Pengelolaan sedimentasi sudah mendesak, terutama dampak dan manfaat langsungnya dari berbagai aktivitas di laut. Kewajiban menjaga ekosistem laut bersih dan sehat bernutrisi juga sangat mendesak.
Kehidupan biota laut menjadi berkualitas dan berkelanjutan. Ditambah lagi, absennya standarisasi reklamasi di dalam negeri excarcebate kerusakan lingkungan.
"Kita wajibkan reklamasi, dengan memanfaatkan pasir sedimentasi. Kita bikin SNI (Standar Nasional Indonesia) terkait pemanfaatan (sedimentasi) untuk berbagai proyek reklamasi. Pasir hasil sedimentasi di laut sudah didukung dengan Harmonized System (HS), Klasifikasi Baku Lapangan Indonesia (KLBI), organization for economic cooperation and development-regulatory impact analysis (RIA)," kata pemilik nama Tionghoa, Tan Yu Lam (dialek Hokian).
Beberapa wilayah perairan, termasuk sungai-sungai di Sumatera, Kalimantan, wajib dibersihkan sehingga alur pelayaran bisa lancar. Selama ini, masyarakat masih melihat bahwa wilayah perairan yang belum dikelola secara efektif terkait dengan potensi sedimentasinya hanya di seputar Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terutama Batam, Karimun, Bintan.
Tetapi sebetulnya banyak sekali wilayah perairan dari berbagai daerah yang mendesak untuk dikelola, termasuk di Pontianak (Kalimantan Barat). Angkutan laut melalui alur-alurnya diharapkan bisa mendorong industri pelayaran kapal efisien.
"Selama ini, banyak kapal kandas karena endapan pasir di dasar laut. Teknologi digunakan sehingga tidak terjadi longsor ketika pengerukan (sedimentasi) berlangsung. Perhitungan awal, potensi sedimentasi sekitar 23 miliar meter kubik. Sementara kebutuhan dalam negeri butuh sekitar 20 milyar meter kubik. Kebutuhan untuk tahun ini saja mencapai 1,4 miliar meter kubik. Sehingga pasir ini mendesak dikelola untuk reklamasi di IKN (ibu kota negara), Surabaya, Kepulauan Seribu," kata Edy Putra Irawady.
Editor: Gokli