BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Lembaga Kajian Politik dan Otonomi Daerah (LKPOD)
Kepulauan Riau merilis hasil penelitiannya, bahwa tender proyek layanan
pengadaan secara elektronik (LPSE) besar dipengaruhi proses politik via
agent tertentu dalam suksesi pemenangan tender. 97 persen ternyata LPSE
kuat dipengaruhi proses politiknya.
Hal itu seperti diungkapkan Kepala Bidang Penelitian LKPOD Rendra Setyadiharja, M.IP, dalam siaran pers yang diterima BATAMTODAY.COM, Selasa (8/4/2014).
Menurutnya, Pengaruh proses politik terhadap implementasi sistim e-procurement atau LPSE dipengaruhi kuat oleh perilaku oportunistik agent dengan nilai pengaruh langsung yaitu 22,42%.
Kemudian pengaruh parameter lainya terhadap implementasi sistem e-procurement diikuti berturut-turut oleh parameter berikutnya yaitu kejelasan informasi principal yaitu 16,87%, kejelasan informasi agent yaitu 15,37%, perilaku oportunistik principal yaitu 13,40%, mekanisme kontrak principal yaitu 13,04% dan parameter mekanisme kontrak agent memiliki pengaruh yang berlawanan arah dalam mempengaruhi implementasi sistem e-procurement yaitu -16,30%.
"Total nilai pengaruh proses politik terhadap implementasi sistim e-procurement adalah sebesar 0,9740 atau 97,40% dan sebesar 0,0260 atau 2,60% dipengaruhi oleh variabel lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses politik memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap implementasi sistem e-procurement pada LPSE Provinsi Kepulauan Riau," kata Rendra.
Ditambahkan Direktur LKPOD Raja Dachroni dari hasil penelitian tersebut itu terungkap secara nyata implementasi sistem e-procurement memang sudah berjalan dengan sangat baik, dimana beberapa prestasi pernah diraih oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, dan pada penelitian ini pun telah ditemukan data dan fakta yang menunjukkan hal-hal tersebut, dan dengan sangat efektifnya implementasi sistem e-procurement pada LPSE Provinsi Kepulauan Riau.
"Tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh proses politik dalam implementasi sistem e-procurement. Namun dengan political will yang cukup kuat dari Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau, maka proses politik yang selalu berkonotasi dengan kepentingan dan permainan yang mengarah pada penyimpangan dapat diminimalisir," kata Raja Dachroni.
Ada beberapa rekomendasi masukan agar kemudian proses LPSE di Kepulauan Riau bisa berlangsung lebih baik lagi. Pertama, dalam aspek regulasi diharapkan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau segera menyesuaikan dengan regulasi terbaru yaitu Peraturan Presiden No.7 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Kedua, kendala kepegawaian selama ini dirasakan diharapkan dapat diperbaiki di masa yang akan datang, kepegawaian yang belum berstatus pegawai permanen atas nama kelembagaan LPSE dan juga ULP diharapkan mampu dilakukan pemenuhan dan kebijakan yang mendasari bahwa pegawai yang ditempatkan pada kedua unit ini memang merupakan pegawai yang berstatus sebagai pegawai LPSE dan juga ULP Provinsi Kepulauan Riau, sehingga aspek kepangkatan serta jenjang karir jelas bagi pegawai kedua unit ini yang juga mendorong profesionalisme dalam menjalankan tugas.
Ketiga, optimalisasi kembali dukungan infrastruktur sarana dan prasarana serta lakukan peningkatan sumber daya manusia secara berkelanjutan baik bagi LPSE dan juga ULP Provinsi Kepulauan Riau.
Keempat, Pengawasan dari DPRD Provinsi Kepulauan Riau dan Biro Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Kepulauan Riau diharapkan lebih intens lagi terhadap setiap tahapan secara detail, karena dikhawatirkan kelemahan-kelemahan seperti infrastruktur dan jaringan, serta sumber daya manusia yang masih belum optimal tidak menjadi celah terjadinya penyimpangan.
"Momentum Pemilu 9 April 2014 ini kita berharap juga agar masyarakat bisa memilih caleg yang punya integritas sehingga bisa mengawasi masalah ini disamping itu juga ini terkait dengan kesiapan SDM yang ada di birokrasi untuk mengoperasionalkan dengan baik masalah LPSE ini," tutup Raja Dachroni.
Editor: Dodo