logo batamtoday
Rabu, 12 Maret 2025
BATAM TODAY


Investasi di Ujung Tanduk, Ketika Putusan Pengadilan Bisa Dilanggar
Rabu, 12-03-2025 | 10:04 WIB | Penulis: Rerdaksi
 
Proses konstatering di lokasi sengketa pabrik di Tangerang, disaksikan oleh apparat kepolisian, Koramil, serta perwakilan kecamatan dan kelurahan. (Foto: istimewa)  

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kasus sengketa kepemilikan pabrik di Kawasan Industri Jatake, Tangerang, menjadi sorotan karena melibatkan dugaan penipuan, pemalsuan dokumen, serta penguasaan aset yang bertentangan dengan putusan pengadilan.

Hal ini diungkap oleh Ujang Wartono, S.H., M.H., kuasa hukum Akira Takei, seorang pengusaha asal Jepang yang telah berinvestasi di sektor industri kayu. Akira mengalami ketidakpastian hukum setelah asetnya dikuasai pihak ketiga secara ilegal, meskipun putusan pengadilan telah berkekuatan tetap.

Dalam pernyataannya ke media, Ujang mengatakan bahwa kasus ini bukan hanya tentang sengketa bisnis, tetapi juga mencerminkan masalah lebih besar dalam sistem hukum Indonesia. Ketika putusan pengadilan yang sudah inkracht masih dapat dihambat oleh pihak-pihak tertentu, kepercayaan terhadap sistem hukum pun dipertaruhkan.

"Kejadian ini menjadi contoh nyata bagaimana investor asing dapat kehilangan aset mereka akibat lemahnya perlindungan hukum dan ketidaktegasan aparat dalam menegakkan keadilan," ujar Ujang dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (11/3/2025).

Dari Investasi ke Sengketa

Kasus ini berawal pada 1990, saat Akira Takei membeli lahan seluas 4,2 hektar di Kawasan Industri Jatake, Tangerang, untuk mendirikan perusahaan kayu. Dalam rangka menjalankan bisnisnya, ia menunjuk beberapa direktur untuk mengelola operasional perusahaan.

Namun, hanya dalam enam bulan, bisnis tersebut mengalami kegagalan akibat pengelolaan yang buruk. Tidak hanya mengalami kerugian, Takei juga harus menanggung utang yang dibuat oleh para direktur tersebut.

"Para direktur itu mengajukan permohonan pinjaman, tapi yang meminjamkan itu sebenarnya Akira Takei sendiri. Dikasihlah modal 90 miliar rupiah. Waktu itu dibelanjakan di Jerman sama di Jepang untuk membeli mesin-mesin produksi. Ternyata tidak jalan juga. Akhirnya terjadi gugat-menggugat," kata Ujang Wartono.

Proses hukum kasus ini telah melalui berbagai tahapan, mulai dari putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan hingga banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI. Pada akhirnya, gugatan yang diajukan Takei terhadap para direktur, dimenangkan oleh Takei pada tahap kasasi di Mahkamah Agung, sebagaimana tercantum dalam putusan No. 3295 K/PDT/1996.

Dalam putusan tersebut, para direktur diwajibkan mengembalikan aset perusahaan, pabrik dan 4 unit rumah yang kemudian harus dilelang untuk menutupi utang sebesar Rp31 miliar ditambah bunga sejak 1993. Namun, ketika proses eksekusi mulai dijalankan, muncul pihak ketiga yang mengaku sebagai pemilik sah pabrik tersebut.

Klaim Kepemilikan yang Dipertanyakan

Persoalan lebih besar muncul, ketika seorang pria bernama Cristianto Noviadji Jhohan atau biasa dipanggil Cris, tiba-tiba mengklaim bahwa ia telah membeli pabrik dari Akira Takei.

Namun, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang, klaim tersebut tidak terbukti. "Dia mengaku membeli dari Akira Takei, padahal tidak. Perjanjian jual beli tidak ada, penerimaan uang juga tidak ada, kuitansi pun tidak ada," kata Ujang.

Gugatan yang diajukan Cris ditolak oleh pengadilan, sebagaimana tercantum dalam putusan No. 341/Pdt.Plw/2017/PN.Tng. Namun, situasi justru semakin rumit ketika pada tahun 2019, Cris menjual pabrik tersebut kepada sebuah perusahaan swasta nasional, Paragon. Padahal, aset tersebut masih berstatus sita eksekusi dan seharusnya tidak dapat dipindahtangankan tanpa melalui prosedur hukum yang sah.

Kerumitan ini terungkap saat dilakukan konstatering, yakni pencatatan atau penetapan fakta oleh pihak berwenang berdasarkan pemeriksaan langsung. Proses ini biasanya dituangkan dalam berita acara atau dokumen resmi setelah kunjungan langsung ke lokasi, dalam hal ini pabrik yang disengketakan. Konstatering ini dilakukan untuk menindaklanjuti surat Penetapan Nomor 03/DEL/2017/PN.TNG Jo Nomor 70/PDT.G/1993/PN.JKT.SEL.

Proses konstatering yang dipimpin oleh pengadilan turut disaksikan oleh aparat kepolisian, Koramil, serta perwakilan dari kecamatan dan kelurahan setempat. Namun, ketika eksekusi hendak dijalankan, pihak Paragon mengklaim telah membeli pabrik tersebut secara sah.

Namun, menurut Ujang mereka tidak dapat menunjukkan dokumen kepemilikan yang valid. Lebih mencurigakan lagi, menurut Ujang, sertifikat hak milik (SHM) atas tanah tersebut berubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB), yang secara hukum seharusnya tidak dapat terjadi tanpa proses yang jelas.

"Masa hak milik kok jadi hak guna bangunan? Ini janggal. Kalau beli, harusnya SHM yang
dibeli, bukan HGB," ujar Ujang Wartono.

Dampak bagi Iklim Investasi

Ujang pun mengingatkan bahwa kasus ini bukan sekadar sengketa bisnis antara dua pihak, tetapi juga mencerminkan permasalahan yang lebih luas dalam dunia investasi di Indonesia. Lemahnya eksekusi putusan pengadilan dapat menurunkan kepercayaan investor asing terhadap sistem hukum di Indonesia.

Bagi investor, menurut Ujang, kepastian hukum adalah faktor utama dalam menentukan apakah suatu negara layak menjadi tujuan investasi atau tidak. Jika hukum tidak dapat ditegakkan dengan baik, maka risiko investasi menjadi lebih tinggi, dan hal ini dapat membuat investor berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

"Kalau praktik seperti ini dibiarkan, siapa lagi yang mau berinvestasi di sini? Ini merugikan bukan hanya Akira Takei, tapi juga iklim investasi Indonesia secara keseluruhan," ujar Ujang.

Ujang Wartono menegaskan bahwa ia akan terus memperjuangkan hak-hak kliennya melalui jalur hukum. Ia berencana untuk mengajukan gugatan kepada sejumlah pihak terkait atas dasar perbuatan melawan hukum, serta melaporkan dugaan penipuan, pemalsuan dokumen, dan perusakan aset ke pihak kepolisian.

"Tindakan saya berikutnya akan ada dua langkah hukum, pidana dan perdata. Kalau pihak-pihak terkait kasus ini masih berkeras seperti sekarang, maka kami akan menempuh jalur hukum," tegasnya.

Editor: Gokli

Berita lainnya :
 
 

facebook   twitter   rss   google plus
:: Versi Desktop ::
© 2025 BATAMTODAY.COM All Right Reserved
powered by: 2digit