BATAMTODAY.COM, Anambas - Program makan bergizi gratis, inisiatif nasional yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto, menghadapi tantangan besar dalam implementasinya di Kabupaten Kepulauan Anambas. Hingga kini, keterbatasan anggaran menjadi kendala utama sehingga belum semua pelajar dapat merasakan manfaat dari program tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Anambas, Toni Karnain, mengungkapkan kebutuhan anggaran untuk menjangkau 9.277 pelajar dari berbagai jenjang pendidikan --mulai dari PAUD, TK, SD, hingga SMP-- mencapai angka Rp 56 miliar per tahun.
"Jika kita hitung dengan harga per porsi Rp 15 ribu, diperlukan dana yang sangat besar. Sementara kondisi keuangan daerah masih terbatas," ujar Toni di Kantor Bupati Anambas, Senin (18/11/2024).
Sebagai langkah awal, pada tahun 2024, program ini hanya akan mencakup 40% dari total pelajar atau sekitar 3.607 siswa. Dengan anggaran yang direncanakan sebesar Rp 13 hingga 18 miliar, pelaksanaan program baru bisa menyeluruh pada tahun 2027, mencakup juga siswa di sekolah swasta.
Menurut Toni, ada dua opsi harga per porsi yang diajukan, yakni Rp 15 ribu atau Rp 22 ribu. Namun, mengingat tingginya harga bahan pokok di Kepulauan Anambas dibandingkan dengan Pulau Jawa, pihaknya mengusulkan harga Rp 22 ribu untuk memastikan gizi yang diberikan sesuai dengan rekomendasi ahli.
"Susu wajib ada di menu, dan kami terus berkoordinasi dengan ahli gizi untuk memastikan kebutuhan nutrisi terpenuhi," tambahnya.
Meskipun ambisi program ini besar, pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap. Berdasarkan hasil koordinasi lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD), makan bergizi gratis tidak akan diberikan setiap hari, tetapi hanya pada hari-hari tertentu. Hal ini disebabkan oleh kondisi keuangan daerah yang sedang mengalami defisit.
"Kapan hari-hari itu? Masih menunggu petunjuk teknis. Mungkin pertengahan Desember nanti akan ada kejelasan," kata Toni.
Program makan bergizi ini mencerminkan upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan anak-anak Indonesia, meski tantangan di lapangan tetap menjadi pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan. Mampukah program ini berjalan optimal di tengah keterbatasan anggaran? Waktulah yang akan menjawab.
Editor: Gokli