BATAMTODAY.COM, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Pasir Laut (APPL) mendukung usulan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani agar pemerintah menunda kebijakan membuka ekspor pasir laut.
Hal itu disampaikan Muzani kepada wartawan di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (21/9/2024). "Ya, saya mengusulkan, kalau bisa, rencana ekspor pasir-laut, kalau memungkinkan, ditunda dulu," kata Muzani.
Atas usulan itu, APPL meminta pemerintah untuk tidak memaksakan, selain menuai pro kontra di tengah masyarakat, disamping itu aturannya juga bertentangan dengan undang-undang dan dilakukan perbaikan regulasi.
"Pak Jokowi (Joko Widodo) ini pemerintahannya kan tinggal beberapa hari ini, jangan nanti membuat permasalahan di pemerintahan baru. Sekjen Gerindra sudah mengatakan agar tidak ditunda dulu. Kita mendukung usulan itu," kata Herry Tousa, Ketua APPL kepada BATAMTODAY.COM, Senin (23/9/2024).
Menurut Herry, pertemuan APPL dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Bandung, Jawa Barat pada Jumat (20/9/2024) tidak menghasilkan apa-apa. Ekspor pasir laut tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
Pertemuan tersebut, hanya sekedar sosialisasi PP No. 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut, revisi Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor, dan revisi kedua Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
"Kementerian Perdagangan hanya sosialisasi di akhir semua persoalan ini, tetapi persoalan ini kan sudah dimulai hilirnya. Izin akan dikeluarkan apabila ada rekomendasi dan KKP dan Kementerian ESDM. Jadi belum ada eksport, semua harus sesuai aturan regulasi yang ada," katanya.
Herry menilai PP No. 26 Tahun 2023 yang dijadikan dasar untuk ekspor pasir laut itu, cacat adminitrasi dan cacat hukum, karena menabrak UU No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
"Rekomendasi dari KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) diperlukan ketika penggunaan areal kemaritiman laut 18,6 juta per hektar. Tetapi, ketika di areal itu ada minyak, pasir laut dan lain-lain, itu bukan kewenangan KKP, tetapi kewenangan ESDM. Dan PP 26 itu jelas-jelas menabrak UU," katanya.
Pada prinsipnya, APPL mendukung ekspor sedimentasi laut, meskipun hasil sedminentasi tidak laku di ekspor, asalkan dilakukan oleh para pemegang Izin Uasaha Pertambangan (IUP) tidak masalah, karena pada dasarnya ekspor pasir laut ada pengecualiannya.
"Artinya tidak boleh lagi ada ego sektoral, karea domain mineral ini jangan terlalu kewenanganya diatur oleh KKP, itu kewenangannya ESDM. Kalau semua masing-masing mempertahankan egonya, itu akan berjalan di tempat seterusnya," ujar Ketua APPL.
Untuk membahas masalah ini, Herry mengungkapkan, APPL pernah menggelar rapat dengan Komisi VII dan Komisi V di kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam beberapa waktu lalu.
"Jadi hal-hal yang disampaikan Sekjen Gerindra, kita setuju, sebaiknya ditunda dulu, karena jangan sampai kita menabrak UU. PP 26 yang ditindakjuti peraturan kementerian, tetap harus ada rekomendasi KKP dan ESDM," katanya.
Selain itu, masih ada aturan di PP 55 Tahun 2022 yang memberikan kewenangan gubernur provinsi soal pemberian IUPK galian C, meskipun ekspornya dilakukan pusat. "Jadi jangan ditabrak semua, gubernur juga punya kewenangan sampai 12 mil," katanya.
Soal pendalaman sedimentasi laut, lanjutnya, juga bukan menjadi kewenangan KKP, tetapi kewenangan Kementerian Perhubungan. "Pendalaman alur laut, kewenangan Kementerian Perhubungan, bukan KKP," katanya.
Herry berharap agar pemerintah memperbaiki regilasi terlebih dahulu, sebelum membukan keran ekspor pasir laut atau hasil sedimentasi.
"Jadi sejak dicabut dulu tahun 2023 ketika ada moratarium, sampai sekarang kita bisa membenahi regulasi. Kita ikut aturan UU Miberba, aturan KKP dan aturan eksploitasi untuk lokal dan luar. Bukan hanya mencukupi kebutuhan dalam negerinya saja tolak ukurnya," jelas Herry.
Mekanisme domestic market obligation (DMO), kata Herry, bisa ditetapkan 20 persen untuk lokal dan 80 petsen untuk luar.
"Belum lagi kalau kita Rencana Zonasi Tata Ruang Laut dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K). Kita semua berharap ini bisa berjalan, karena yang paling utama bagu negara adalah ada PNBP. Dan ada CSR untuk masyarakat, sehingga pembangunan pesisir dan pulau-pulau bisa tumbuh. Ntinya kegiatan pasir laut jangan merugikan masyarakat," katanya.
Usulan penundaan ekspor pasir laut atau hasil sedementasi ini juga terkait surat APPL kepada Menko Perekenomian Airlangga Hartarto, selain mendata kembali keanggotaan APPL, karena pemegang IUP banyak yang mati suri sejak moratarium ekspor pasir laut pada 2023 lalu.
"Jadi APPL sedang menkosolidasikan dengan Kementerian Perekonomian, yang mengatur soal ini. Kita sudah kita kirimkan surat melalui Deputi V, tahu-tahu ada Peraturan Kemendag-kemendag. Jawaban dari Kementerian Perekonomian masih kita tunggu," pungkasnya.
Editor: Surya