BATAMTODAY.COM, Batam - Aktivitas pembangunan yang merusak kawasan hutan bakau masih berjalan masif di berbagai wilayah di Kota Batam.
Pembangunan properti perumahan, pembangunan industri dan budidaya perikanan di pesisir pantai umumnya merusak kawasan hutan bakau.
Pemerhati lingkungan yang bernaung dibawa NGO Akar Bhumi Indonesia, mencatat dari sekian banyak kasus pengerusakan hutan mangrove di tahun 2023 lalu ada 27 kasus yang dilaporkan ke instansi pemerintah terkait untuk ditindak lanjuti. Kasus yang dilaporkan ini umumnya adalah reklamasi yang dampaknya sangat merugikan masyarakat nelayan dan lingkungan.
"Di Kepri ini hanya ada dua pulau sedang yakni Lingga dan Natuna, sisanya adalah pulau kecil yang rentan akan abrasi, land subsidence (penurunan daratan) dan ancaman sea level rise atau naiknya permukaan air laut karena climate change. Nah, ini kalau dirusak semua akan menurunkan daya dukung, daya tampung dan daya tahan lingkungan. Bisa hilang pulau ini nanti. Ini yang kita waspada, instansi penegak hukum dan instansi pemerintah terkait harus serius melihat masalah ini," ujar Founder NGO Akar Bhumi Indonesia, Hendrik, Sabtu (2/3/2024).
Disebutkan Hendrik, kerusakan lingkungan akibat reklamasi bahkan mencaplok banyak hutan lindung banyak terjadi di Batam. Beberapa di antaranya adalah maraknya reklamasi di daerah Kecamatan Sungai Beduk, Nongsa, Batam Centre, Bengkong, Batuaji, Sagulung, Tiban, dan Galang.
"Lebih dari 50 hakter reklamasi telah kita temukan dan laporkan di Batam. Perlu kita ketahui bahwa ekosistem mangrove yang tidak termasuk dalam hutan lindung adalah kawasan yang dilindungi dengan UU nomor 27 tahun 2007 Jo UU nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil," ujar Hendrik.
Salah satu proyek reklamasi yang tengah bergejolak saat ini adalah reklamasi di Pulau Ngual, Galang Baru, Kecamatan Galang. Kegiatan reklamasi untuk kepentingan perusahaan ini dikeluhkan masyarakat setempat.
"Itu yang terbaru dan sudah kita laporkan juga ke pihak terkait. Luasnya sekitar dua hektare. Dekat dengan masyarakat Pulau Ngual yang memang keseharian mereka adalah nelayan. Ini sangat berdampak dan butuh penanganan yang serius," ujar Hendrik.
Aksi penolakan masyarakat atas kegiatan reklamasi di Pulau Ngual ini dibenarkan oleh pihak Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam. PSDKP yang telah menerima aduan itu, tengah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket).
"Iya sedang Pulbaket. Hasilnya belum bisa kami sampaikan biar tak mengganggu dulu proses di lapangan ya. Intinya sedang kami tangani," ujar Ketua Tim Kerja Intelijen dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan PSDKP Batam, Anam.
Meskipun demikian untuk penanganannya nanti tetap melalui aturan yang ada. Jika masuk dalam zona garis pantai tentu akan ditangani secara serius oleh KKP, namun jika di zona darat akan dikoordinasikan ke KLHK.
Editor: Gokli