Oleh Galih Firmansyah
SETELAH sukses menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) perhimpunan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) ke-43, Indonesia dalam waktu dekat akan kembali menyelenggarakan event negara kepulauan yaitu Archipelagic and Island States (AIS) Forum.
Komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan perhelatan bersejarah tersebut perlu diapresiasi karena tidak saja merupakan kali pertama, namun juga bukti konkret Pemerintah untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Negara Indonesia tidak terbentuk oleh satu pulau besar saja ataupun hanya beberapa pulau, melainkan dari ribuan pulau. Secara umum, ada lima pulau utama di Indonesia dan 30 kepulauan kecil yan berjumlah 17.000 lebih pulau dimana sekitar 6.000 pulaunya telah berpenghuni dan sisanya belum ditempati.Banyaknya pulau Indonesia seringkali menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara.
Tidak hanya Indonesia, sejumlah tantangan dan gangguan tentu saja sering dihadapi negara-negara kepulauan. Sejumlah tantangan tersebut umumnya beragam mulai dari pencemaran laut, wilayah perbatasan hingga perompakan. Dengan adanya kesamaan tantangan di masa mendatang tersebut, maka Indonesia di bawah kepemipinan Presiden Jokowi menginisiasi lahirnya KTT AIS.
Dilansir dari situs Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, AIS Forum adalah platform kerja sama konkret yang dibentuk untuk mewadahi negara-negara pulau dan kepulauan di seluruh dunia untuk bersama-sama mengatasi tantangan dan permasalahan yang dihadapi, khususnya pada sektor pembangunan kelautan.
Di tahun ini, Indonesia berencana menggelar KTT AIS di Bali pada 11 Oktober 2023 yang akan dihadiri oleh kepala negara/kepala pemerintahan dari negara partisipan AIS Forum.
Lebih lanjuit, AIS Forum merupakan wadah negara-negara pulau dan kepulauan yang terbentuk sejak 2018, melalui Manado JointDeclaration, atas inisiatif Indonesia bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP).
Sejak terbentuk empat tahun lalu, AIS Forum rutin menggelar pertemuan Senior Official Meeting (SOM) dan pertemuan Ministerial Meeting (MM) tiap tahun. Forum ini melibatkan partisipasi 51 negara pulau dan kepulauan, tanpa memandang luas wilayah, ukuran, atau tingkat perkembangan.
Terkait Hal tesebut, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ayodhia G. L. Kalake menerangkan bahwa Indonesia telah menginisiasi pembentukan AIS Forum sejak 2017. AIS Forum ini dibentuk untuk mendorong kolaborasi antar negara pulau dan kepulauan di seluruh dunia.
Dirinya menambahkan bahwa forum tersebut juga bertujuan untuk bersama-sama mengatasi tantangan dan permasalahan yang dihadapi, khususnya pada sektor pembangunan kelautan dan mitigasi perubahan iklim serta penanggulangan pencemaran di laut.
Sekretaris Kementerian Koordinator itu melanjutkan bahwa AIS bertujuan untuk memperkuat kolaborasi dalam mengatasi permasalahan global. Adapun sejumlah area utama tersebut meliputi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, ekonomi biru, penanganan sampah plastik di laut, dan tata kelola maritim yang baik. Hal ini mencakup pengurangan emisi gas rumah kaca dan peningkatan ketahanan terhadap perubahan iklim.
Tidak hanya penguatan empat area tersebut diatas, KTT AIS juga membuka pintu untuk kerja sama dengan platform dan organisasi lainnya guna memperkaya perspektif dan mencapai tujuan global yang lebih luas. Forum ini juga memberikan perhatian khusus pada pemberdayaan pemuda dan masyarakat pesisir melalui ide, kreativitas, dan solusi inovatif.
Sejatinya KTT AIS penting untuk dapat berjalan dengan lancar dan aman. Pasalnya, keberadaan forum tersebut juga menjadi bukti konkret Pemerintah untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Poros maritim dunia merupakan salah satu program pembangunan nasional yang muncul di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Konsep ini dicanangkan pada masyarakat internasional saat pertemuan East Asia Summit ke-9 di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada 13 November 2014 lalu.
Secara sederhana, poros maritim bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritim, pengamanan kepentingan dan keamanan maritim, memberdayakan potensi maritim untuk mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia.
Dalam sebuah kesempatan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa AIS Forum yang diinisiasi Indonesia tersebut merupakan upaya mewujudkan visi poros maritim dunia.
Dia menerangkan bahwa Indonesia memiliki cita-cita besar yang sesuai dengan Deklarasi Djuanda. Dalam Deklarasi Djuanda 65 tahun yang lalu tersebut, Indonesia menegaskan diri dengan teguh bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari tanah air yan utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Hingga pada 1982 atau 20 tahun lebih sejak deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, konsep negara kepulauan yang diperjuangankan Indonesia kemudian diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Konvensi Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of The Sea atau UNCLOS). Aturan tersebut kemudian diratifikasi secara resmi oleh 60 negara pada tahun 1994.
Pelaksanaan KTT AIS yang digelar di Bali pada 11 Oktober tersebut wajib berjalan sukses dan lancar. Oleh sebab itu, diperlukan dukungan dari semua pihak, termasuk masyarakat agar dapat mendukung perhelatan bersejarah itu demi menunjukkan eksistensi Indonesia sebagai negara maritim yang disegani dunia.*
Penulis adalah kontributor Lentera Institute Jakarta