BATAMTODAY.COM, Jakarta - Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) resmi disahkan menjadi Undang-Undang. Pengesahan itu dilakukan pada pengambilan keputusan atau pembicaraan tingkat II pada rapat paripurna DPR ke-7, Selasa (3/10/2023).
"Kami menanyakan kepada setiap fraksi apakah RUU tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?," kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Ruang Rapat Paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Pertanyaan itu dijawab setuju oleh seluruh anggota dan perwakilan fraksi yang hadir pada Rapat Paripurna DPR RI.
Pengesahan RUU ASN dihadiri perwakilan pemerintah, yakni Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas, perwakilan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM.
Menanggapi pengesahan ini, Menpan RB Abdullah Azwar Anas menegaskan, adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal tenaga non-ASN (honorer). Menurutnya, payung hukum tidak adanya PHK massal honorer ini ada di Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
"Berkat dukungan DPR, UU Perubahan atas UU ASN ini menjadi payung hukum terlaksananya prinsip utama penataan tenaga non-ASN, yaitu tidak boleh ada PHK massal, yang telah digariskan Presiden Jokowi sejak awal," kata Azwar Anas.
Menpan RB mengatakan bahwa penataan tenaga non-ASN yang jumlahnya mencapai lebih dari 2,3 juta orang menjadi salah satu isu krusial dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan UU Nomor 5 Tahun 2014.
"Ada lebih dari 2,3 juta tenaga non-ASN. Kalau normatif, mereka tidak lagi bekerja pada bulan November 2023. Disahkannya RUU ini menjadi UU memastikan semuanya aman dan tetap bekerja. Istilahnya, kami amankan dahulu agar bisa terus bekerja," ujarnya.
Terkait dengan hal tersebut, Anas mengatakan bahwa akan terdapat perluasan skema dan mekanisme kerja pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sehingga dapat menjadi salah satu opsi dalam penataan tenaga honorer.
"Nanti didetailkan di peraturan pemerintah (PP)," ucapnya.
Prinsip krusial yang akan diatur dalam PP, kata dia, salah satunya ialah tidak boleh ada penurunan pendapatan yang diterima tenaga non-ASN saat ini akibat penataan tenaga honorer. Apalagi, kontribusi tenaga non-ASN dalam pemerintahan sangat signifikan.
"Ini adalah komitmen pemerintah, DPR, DPD, asosiasi pemda, dan berbagai pemangku kepentingan lain untuk para tenaga non-ASN," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga mendesain agar penataan tersebut tidak menimbulkan tambahan beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah.
Anas menyampaikan terima kasih kepada DPR, khususnya Komisi II DPR, yang telah memberikan banyak masukan berarti dalam penyusunan RUU ASN, termasuk elemen lainnya, mulai dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, akademikus, Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), asosiasi pemerintah daerah, kementerian/lembaga, forum tenaga non-ASN, hingga berbagai pemangku kepentingan terkait lainnya yang turut mengawal RUU ASN.
"Terima kasih kepada DPR dan semua pihak yang telah mempersembahkan pemikiran terbaik dalam penyusunan RUU ASN ini," kata dia.
Editor: Surya