Oleh Putri Dewi Nathania
SELURUH rakyat Indonesia menyambut Pemilu 2024 wajib menyambut Pemilu dengan gembira dan tidak menjadikan momentum tersebut sebagai ajang permusuhan. Salah satu cara tersebut adalah dengan terus berpartisipasi dalam Pemilu dan memantau hajatan demokrasi agar berjalan lancar.
Pemilu akan dilaksanakan 14 Februari 2024. Sebelum masa pemilihan tentu ada masa kampanye. Selama prosesi Pemilu masyarakat berperan aktif karena mereka ingin menjadi warga negara yang baik. Partisipasi rakyat Indonesia diharapkan dan mereka ingin mengikuti Pemilu dengan tertib.
Salah satu partisipasi masyarakat dalam Pemilu adalah dengan pengawasan. Anggota Komisi I DPR RI, Almuzzammil Yusuf menyatakan bahwa pemantau terbesar dalam pengaman Pemilu 2024 mendatang adalah rakyat. Lantaran, masyarakat secara sehat dapat memanfaatkan perangkat selulernya untuk merekam situasi di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Almuzzammil Yusuf melanjutkan, yang mengawasi saat Pemilu bukan pengawas calon presiden (Capres) atau partai politik (parpol) melainkan masyarakat. Dalam artian, untuk mengawasi Pemilu maka masyarakat berperan penting. Penyebabnya karena mereka yang menjalani Pemilu sehingga saat terjadi kecurangan bisa langsung melaporkannya ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu).
Misalnya saat ada 'serangan fajar' alias pemberian amplop berisi uang ke masyarakat beberapa jam sebelum pemberian suara. Masyarakat bisa langsung melaporkannya ke Bawaslu dengan membawa barang bukti berupa foto, rekaman, atau video. Nanti akan ditindaklanjuti oleh Bawaslu sehingga pelakunya akan dibawa ke meja hijau karena terbukti melakukan money politic.
Hukuman dari politik uang menurut Pasal 73 ayat 3 UU Nomor 3 Tahun 1999 adalah: Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.
Masyarakat juga mengingatkan kepada orang-orang di sekitarnya untuk tidak menerima uang suap. Selain mencederai azas Pemilu yang jujur dan adil, penerima uang suap juga bisa dipidana. Jangan sampai gelap mata dan menerima amplopan lalu berakhir di dalam penjara.
Kemudian, saat ada kecurangan di TPS (Tempat Pemungutan Suara) maka masyarakat bisa turut mengawasi dengan merekam atau memotret kecurangan. Mereka diharap membawa smartphone untuk alat komunikasi sekaligus merekam untuk alat bukti sebelum melaporkannya ke Bawaslu.
Misalnya saat ada oknum petugas TPS yang ketahuan memanipulasi jumlah suara sehingga hasilnya tidak akurat. Ada pula oknum petugas yang curang dan menusuk kertas suara kosong. Tindakan-tindakan ini bisa langsung dilaporkan ke Bawaslu agar segera dibereskan.
Untuk mengawasi Pemilu maka diharap masyarakat berperan aktif. Jangan hanya merasa pengawasan adalah tugas dari Bawaslu karena jumlah anggotanya di suatu kota atau kabupaten hanya sedikit, sehingga tidak bisa mencermati tiap prosesi Pemilu di 1 TPS. Masyarakat bisa memanfaatkan smartphone untuk merekam dan melaporkan saat ada kecurangan pada Pemilu 2024.
Sementara itu, masyarakat juga terus dihimbau untuk tidak melakukan golput (golongan putih). Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa masyarakat menggunakan hak pilihnya atau tidak golput dalam Pemilu 2024. Hal tersebut disampaikan Mahfud dalam Forum Diskusi Sentra Penegakan Hukum Terpadau (Gakkumdu) secara daring.
Mahfud mengatakan, tidak ada manusia yang sempurna begitu pula dengan seorang calon pemimpin. Setiap calon pemimpin pasti memiliki sisi baik dan buruk. Apabila ada pemikiran bahwa semua calon pemimpin itu buruk, ia mengajak agar masyarakat tetap ikut memilih dalam pesta demokrasi lima tahun sekali itu. Dia mengimbau masyarakat untuk memilih pemimpin yang memiliki sedikit kejelekan dibandingkan pemimpin lainnya.
Masyarakat akan rugi sendiri bila tak ikut berpartisipasi dalam Pemilu, sebab Pemilu itu bukan mencari pemimpin yang baik, tapi menghalangi orang yang lebih jahat untuk memimpin. Seorang calon pemimpin yang baik tidak hanya mendengarkan aspirasi kelompoknya yang hanya memanfaatkan politik elektoral maupun politik identitas melainkan mampu mendengarkan aspirasi rakyat dengan baik.
Golput bukan solusi untuk memperbaiki nasib bangsa. Penyebabnya karena jika banyak orang yang tak menggunakan hak pilihnya, maka masa depan Indonesia dipertaruhkan. Akan ada banyak surat suara yang kosong karena mayoritas rakyat memutuskan untuk golput dengan alasan skeptis dengan kondisi negara, nyinyir terhadap pemerintah, atau emosi kepada para pejabat.
Dalam mengikuti prosesi Pemilu 2024 maka masyarakat diharap ikut berperan aktif dengan menjadi pengawas. Mereka bisa membantu tugas Bawaslu dalam pengawasan, sehingga mengurangi potensi terjadinya kecurangan. Masyarakat bisa merekam lalu melaporkannya ke Bawaslu saat ada oknum yang melakukan politik uang, penggelembungan suara, manipulasi data, atau kecurangan lain pada Pemilu 2024.*
Penulis adalah kontributor Lembaga Media Perkasa Jakarta