BATAMTODAY.COM, Batam - Warga Kampung Monggak, Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang, Kota Batam, mengaku sudah mendengar dan membaca berita terkait rencana pengembangan kawasan dan investasi di Pulau Rempang.
Rencana pengembangan kawasan dan investasi ini tentu saja didukung masyarakat. Namun, mayoritas masyarakat di Pulau Rempang, seperti halnya di Kampung Monggak, menolak jika nantinya mereka direlokasi.
Isu relokasi ini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat Pulau Rempang. Mereka yang menolak relokasi ini beralasan sudah bermukim di daerah itu sejak lama.
Tradisi dan adat istiadat mereka sudah terbina sejak nenek moyang mereka mendiami Pulau Rempang dan hingga kini masih tetap mereka jaga dan lestarikan. "Kami tidak mau kehilangan kampung leluhur," ujar Timo, Ketua RW 04 Kampung Monggak, saat menerima reses Ketua Komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin, Senin (7/8/2023).
Kekhawatiran warga itu, bukan tanpa alasan, berbagai informasi telah warga terima terkait itu. "Kami sangat setuju adanya pembangunan di daerah kami. Namun, kami khawatir terkait relokasi," imbuhnya.
Sambil duduk santai di depan rumahnya, yang juga menjadi lokasi berkumpulnya warga, Timo melanjutkan 99 persen warga Kampung Monggak berprofesi sebagai nelayan pantai. "Kalau kami direlokasi ke darat, kami kesusahan untuk melaut. Kerja kami bisanya di situ. Bagaimana mana nasib warga Kampung Monggak kalau tak bisa lagi ke laut mencari nafkah?" kata dia.
Semangat warga untuk mencurahkan apa yang menjadi kekhawatiran mereka juga turut diungkapkan oleh tokoh agama di kampung yang masih sangat asri tersebut.
Egoy, salah satu tokoh masyarakat yang dituakan di kampung yang berpenghuni sekita 150 KK dan sekitar 760-an jiwa dari bayi hingga lansia, juga meminta kebijakan pemerintah untuk tidak merelokasi mereka dari kampung itu.
Menurutnya, Kampung Monggak bukan hanya sebagai kampung tua yang ditandai sejumlah makam leluhur yang usianya ratusan tahun. Namun, bagi seluruh warga Monggak, kampung ini merupakan kampung adat. Bahkan, Egoy saat ini sudah berumur sekitar 60-an, dan merupakan keturunan ke-6 di kampung itu.
"Leluhur kami membangun kampung ini ratusan tahun lalu. Atok nenek kami rata-rata umurnya di atas 80 tahun, bahkan ada samapai 100 tahun lebih. Adek bisa hitung sendiri sudah berapa lama kampung ini. Wajar saja kalau saya bilang ini kampung adat, kampung leluhur," ujar Egoy.
Ia mengaku tidak pernah mengenyam pendidikan secara formal. Tetapi, baginya rencana pemerintah untuk membangun Pulau Rempang adalah kabar yang baik, setidaknya bisa memberikan efek positif bagi masyarakat tempatan. Paling tidak ada efek ekonomi yang bisa dirasakan masyarakat.
"Sekali lagi saya sampaikan, mewakili warga di sini, kami sangat mendukung pembangunan atau kata orang Batam itu investasi. Tetapi kami mohon, pertahankan lah situs kampung ini. Monggak sudah kami kami anggap kampung adat, kalau ini sudah tidak ada, sepertinya kami tidak punya adat lagi," ucapnya.
Salah tokoh masyarakat yang masih terbilang muda, Swardi, juga tidak mau ketinggalan untuk memberikan dukungan terhadap warga, agar tidak direlokasi. Menurutnya, hingga saat ini, belum ada pembicaraan secara resmi kepada warga Monggak, baik itu dari pihak BP Batam maupun pihak perusahaan yang akan menjadi investor di kampung tepi laut itu.
"Belum ada sosialisasi secara menyeluruh terkait pembangunan Rempang. Yang ada agenda resmi dari BP Batam khusus untuk warga di sini. Waktu sosialisasi di Sembulang, Rudi (Kepala BP Batam) memaparkan rencana kerja Industri Pabrik Kaca terbesar. Objek pariwisata terpadu, tak ada pembahasan terkait kampung ini," ungkap Swardi.
Swardi juga tidak menampik adanya perwakilan pemerintah yang menghubunginya terkait pengembangan Pulau Rempang. Namun, pembicaraan hanya sekedarnya saja, tidak ada yang spesifik, apalagi iming-iming ganti rugi atau relokasi.
Menurutnya, hal yang paling tepat adalah, pihak BP Batam, Forkopimda dan perusahaan, duduk bersama dengan warga Monggak. Bagaimana solusi terkait pengembangan pulau yang mempunyai sejarah panjang di Batam ini.
Sehingga warga Monggak tidak memiliki kekhawatiran yang berlebihan. Warga bisa beraktivitas ke laut dengan tenang. Emak-emak masih bisa berbincang ria dia atas pelantar kala senja, anak-anak dengan leluasa bermain di bawah pohon dan menulusuri hutan kecil. Hal itu yang menjadi keinginan warga.
"Silahkan pemerintah membangun, silahkan investor kembangkan Pulau Rempang, dan itu kami dukung dan ucapkan terima kasih. Tetapi tolong perhatikan warga Monggak. Kampung Monggak ini kampung leluhur. Semua warga berharap tidak direlokasi," imbuhnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi terus mendorong percepatan realisasi pengembangan kawasan dan investasi di Pulau Rempang.
Bersama Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi BP Batam, Sudirman Saad, Muhammad Rudi melaporkan perkembangan terkini kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, dalam rapat Progres Pengembangan Kawasan Rempang Eco-City, Rabu (12/7/2023).
Pertemuan yang dilaksanakan di Ruang Rapat Kementerian Bidang Perekonomian RI tersebut dihadiri Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Susiwijono; Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi; Deputi VI Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo; Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, Ansar Ahmad; dan perwakilan PT Makmur Elok Graha (MEG).
Muhammad Rudi mengatakan, upaya percepatan realisasi pengembangan kawasan dan investasi di Pulau Rempang telah dimulai sejak Launching Pengembangan Kawasan Rempang Eco-City pada bulan April lalu.
Selanjutnya, BP Batam menyerahkan Surat Keputusan (SK) kepada PT. MEG sebagai pengelola pengembangan Pulau Rempang yang kemudian secara resmi diberi nama Kawasan Rempang Eco-City. "Kami juga sudah melakukan pencabutan SK Ijin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPJL-PSWA) dan SK Pelepasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK)," jelas Muhammad Rudi.
Tidak hanya itu, pihaknya telah mendata baik jumlah penduduk maupun aset pemerintah yang rencananya akan direlokasi ke Pulau Galang dengan luas lahan 199 hektar. "Bila masyarakat bersedia kita relokasi, kami sudah siapkan kavling seluas 200 meter persegi dengan rumah tipe 45 sebanyak 3.000 unit, kemudian kami sediakan juga Fasum dan Fasos, serta area kantor pemerintahan," ujar Muhammad Rudi.
Editor: Gokli