BATAMTODAY.COM, Batam - Seorang perempuan berusia 62 tahun bernama Hj Janiar alias Etek Niar ditetapkan sebagai tersangka kasus penjualan telur satwa penyu hijau dan sisik.
"Selain tersangka EN, empat orang lainnya juga berstatus tersangka. Total jumlah tersangka saat ini lima orang," kata Wadirreskrimsus Polda Kepri, AKBP Nugroho Agus Setiawan di ruang Media Center, Senin (16/03/20).
Etek Niar merupakan pedagang yang menampung dan menjual telur-terur penyu tersebut kepada pelanggannya di Tanjungpinang. Sementara empat tersangka lainnya Muhd Daud alias Daud (47) pedagang di Tanjungpinang, Deli Jon Efendi (26) di Batam, Alek Khendra (36) warga Batam dan Benny Febrian (29).
"Tersangka semua adalah pedagang telur penyu satwa yang dilindungi," tutur Nugroho didampingi Kasubdit IV Ditreskrimsus, AKBP Wiwit Ari Wibisono serta Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Kepri AKBP Priyo Prayitno.
Ditambahkannya, pengungkapan ini sudah dimulai sejak bulan Januari 2020 lalu. Dari penjualan telur Penyu tersebut kelima tersangka menjual di tempat yang berbeda. Seperti pelabuhan domestik dan Pelabuhan Internasional Batam Center di Tanjungpinang.
"Dari hasil pemeriksaan, tersangka memperoleh telur penyu ini dari dua tempat. Tertempa Kabupaten Anambas dan Bintan. Kedua lokasi ini sebagai tempat bertelurnya penyu-penyu," kata dia.
Identitas pengepul dari kedua kabupaten ini, kata dia, telah dikantongi. Selanjutnya akan dilakukan pengejaran kepada para pelaku.
"Modus Operandi yang dilakukan para tersangka adalah dengan menyimpan, memiliki dan atau memperniagakan telur satwa yang dilindungi berupa telur penyu. Total jumlah telur penyu baik sudah dimasak maupun masih mentah ada sebanyak 1.007 butir," ujarnya sembari mengatakan 1.007 butir satwa lindungi mati sia-sia.
Atas perbuatannya para tersangka diancam dengan pasal 40 ayat (2) dan/atau ayat (4) jo pasal 21 ayat (2) huruf e, Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya, dengan ancaman dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.
Editor: Gokli