BATAMTODAY.COM, Batam - Aktivis kemanusiaan di Batam, Kepulauan Riau (Kepri), RD Chrisanctus Paschalis Saturnus Esong, mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera menangkap otak atau aktor intelektual penyelundupan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) di Kota Batam.
Romo Paschal, begitu dia akrab disapa, menilai, maraknya penyelundupan CPMI atau tindak pidana penjualan orang (TPPO) ke luar negeri karena aktor intelektual kejahatan kemanuasiaan ini belum pernah tersentuh hukum.
"Saya berharap, para aparat penegak hukum di Indonesia, khususnya di Kota Batam dan Kepri, segera menangkap otak atau aktor intelektual di balik penyelundupan CPMI non prosedural ke luar negeri," kata pemerhati korban human trafficking di Kota Batam ini, saat dikonfirmasi melalui selularnya, Jumat (20/1/2023).
Maraknya tindak pidana perdagangan orang (TPPO), kata dia, akibat dari tumpulnya penindakan terhadap para pelaku (otak atau aktor intelektual) penyelundupan pekerja migran Indonesia (PMI) atau perdagangan manusia (human trafficking) ke luar negeri.
"Dari sekian pengungkapan kasus penyelundupan CPMI, hanya kaki tangan yang bekerja sebagai perekrut, penjemput dan penampung yang ditindak aparat kepolisian. Sementara aktor intelektualnya tidak pernah tersentuh hukum," ujar Romo Paschall.
Dia pun mencontohkan, kasus teranyar yang berhasil diungkap aparat Kepolisian Kawasan Pelabuhan (KKP) Kota Batam adalah penangkapan terhadap lima orang pelaku penyelundupan CPMI non prosedural di Pelabuhan Internasional Batam Center.
Dalam pengungkapan kasus ini, kata dia, kelima orang pelaku yang berhasil diringkus antara lain Irsyad bin Mokrak (alm), Sahwan Hendra Gunawan, Hosnairi bin Habad dan Harun bin Abdul Aziz serta terdakwa Syakur Ardiansyah.
Kelima orang ini statusnya telah menjadi terdakwa, dan telah beberapa kali menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Batam. Sementara otak intelektualnya masih bebas berkeliaran.
Dalam kasus ini, kata Romo Paschal lagi, ada hal menarik yang terungkap dalam persidangan itu. Di mana, kelima terdakwa secara gamblang menyebutkan bahwa dalam menjalankan bisnis ilegal penyelundupan CPMI, mereka hanya bekerja sesuai perintah oleh seseorang bernama Raden Saleh yang hingga saat ini statusnya masih buron (DPO) oleh aparat kepolisian.
Bahkan, lanjut Romo Paschall, kelima terdakwa yang dihadirkan dalam persidangan itu mengakui bahwa mereka menerima upah (gaji) dari yang bersangkutan (Raden Saleh) sebesar Rp 5 juta per bulan untuk melakukan perekrutan, penjemputan dan menampung para CPMI, sebelum diberangkatkan keluar negeri untuk dieksploitasi.
"Dari fakta persidangan yang diungkap para terdakwa, dapat kita simpulkan bahwa otak intelektual dari kegiatan penyelundupan PMI ini adalah Raden Saleh. Maka saya berharap orang ini (Raden Saleh) harus segera ditangkap aparat kepolisian," pungkasnya.
Ketika disinggung terkait isu miring yang ditujuhkan ke dirinya akhir-akhir ini, Romo Paschal hanya menjawab santai dengan mengatakan isu-isu miring yang dihembuskan itu merupakan pekerjaan dari para mafia penyelundupan PMI non-prosedural.
Sebab, selama ini saya (Romo Paschall) bersama para pemerhati dan tenan-teman Safe Migrant getol menyuarakan atau mengkritisi praktik perdagangan orang di Kota Batam dan Provinsi Kepri pada umumnya.
"Saya patut menduga, orang-orang yang membuat isu-isu seperti itu adalah orang yang kebakaran jenggot. Sebab, bisinis haram yang mereka jalani selama ini mulai terusik dengan pernyataan-pernyataan yang saya keluarkan di berbagai media. Tapi perlu dicatat, bahwa saya tidak akan pernah surut dengan tuduhan-tuduhan atau isu-isu seperti itu," pungkas Romo Paschall.
Editor: Yudha