BATAMTODAY.COM, Batam - Sidang pembacaan surat tuntutan 5 terdakwa sindikat penyelundupan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang ditangkap Polsek Kawasan Pelabuhan di Pelabuhan Internasional Batam Center, batal digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (10/1/2023).
Sejatinya, kelima terdakwa, yakni Irsyad bin Mokrak (alm), Sahwan Hendra Gunawan, Hosnairi bin Habad dan Harun bin Abdul Aziz, serta Syakur Ardiansyah ini akan menjalani sidang tuntutan secara daring di PN Batam, Selasa (10/1/2023).
Namun, persidangan yang telah dijadwalkan terpaksa ditunda hingga pekan depan lantaran Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum siap akan surat tuntutan.
"Sidang pembacaan surat tuntutan atas kelima terdakwa yang telah dijadwalkan hari ini ditunda. Pasalnya, surat tuntutan dari kami (Jaksa) belum siap," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Immanuel Baeha saat dikonfirmasi melalui sambungan selularnya.
Nuel, sapaan akrab Jaksa Immanuel Baeha, mengatakan, penundaan sidang tersebut terpaksa dilakukan lantaran rencana tuntutan (Rentut) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI hingga saat ini belum turun atau sampai ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam.
"Sampai saat ini kami masih menunggu rentut dari Kejagung. Oleh karena itu, sidangnya ditunda selama satu minggu," ujar Nuel.
Ketika disinggung terkait kronologi kasus yang menjerat kelima terdakwa, Nuel mengatakan, kasus ini berawal ketika aparat kepolisian kawasan pelabuhan (KKP) menangkap terdakwa Harun bin Abdul Aziz dan terdakwa Syakur Ardiansyah bin Dahruji di Pelabuhan Internasional Batam Center sekira bulan Oktober 2022 lalu.
Kala itu, kata Nuel, kedua terdakwa hendak memberangkatkan lima CPMI ke luar negeri melalui Pelabuhan Internasional Batam Center. Dari penangkapan itu, Polisi kemudian melakukan pengembangan dan berhasil menangkap ketiga terdakwa lain, yakni terdakwa Irsyad Bin (Alm) Mokrak, Sahwan Hendra Gunawan dan Hosnairi bin Habad.
"Kelima terdakwa ditangkap Polisi lantaran menjadi sindikat pengiriman CPMI ke luar negeri," terangnya.
Nuel menjelaskan, berdasarkan pengakuan saksi penangkap (anggota Polisi KKP) pada saat persidangan, kelima terdakwa dalam melakukan aksi penyelundupan CPMI karena diperintahkan oleh seseorang bernama Raden Saleh (DPO).
"Otak dari kegiatan penyelundupan CPMI ini adalah Raden Saleh yang hingga saat ini statusnya masih buron (DPO) oleh aparat kepolisian. Hal itu diungkapkan saksi penangkap (Polisi) maupun para terdakwa," ujarnya.
Bahkan, kata Nuel, dalam persidangan kelima terdakwa secara gamblang menjelaskan dalam melakukan pekerjaan ini, mereka (terdakwa) memperoleh bayaran (gaji) sebesar Rp 5 juta dari Raden Saleh.
"Dalam kasus ini, kelima terdakwa hanyalah pekerja yang mempunyai tugas menjemput para CPMI dari daerah asal ke tempat penampungan kemudian diantarkan ke pelabuhan untuk di berangkatkan keluar negeri. Sementara aktor intelektualnya adalah Raden Saleh, yang sampai saat ini belum ditagkap Polisi," tutur Nuel.
Dalam perkara ini, lanjut Nuel, kelima terdakwa dijerat dengan Pasal 81 jo Pasal 69 UU RI nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
"Para terdakwa sebagai orang per seorangan dilarang melaksanakan penempatan pekerja migran Indonesia. Apalagi, para CPMI tidak dibekali dengan pelatihan kerja dari Dinas Ketenagakerjaan, serta tidak memiliki perjanjian kerja, Kontrak Kerja, BPJS Ketenagakerjaan, sehingga tidak terdaftar dalam SISKOP2MI sebelum diberangkatkan keluar negeri," pungkasnya.
Editor: Gokli