BATAMTODAY.COM, Batam - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I-Medan menduga adanya kartel dalam penentuan tarif tiket kapal feri penyeberangan Batam - Singapura dan Malaysia.
Kepala KPPU Kanwil I-Medan, Ridho Pamungkas, mengatakan, KPPU terus menyelidiki kemungkinan ada kartel dalam penetapan tarif pentiket feri yang melayani pelayaran Batam-Singapura dan Batam-Malaysia.
"KPPU terus menyelidiki kemungkinan ada kartel dalam penetapan tarf tiket feri yang melayani pelayaran Batam-Singapura," kata Ridho, dikonfirmasi lewat sambungan seluler, Selasa (28/9/2022).
Dijelaskannya, kenaikan harga tiket feri penyeberangan dari Batam ke Singapura dan Malaysia menjadi perhatian serius karena berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi banyak sektor usaha UKM dan pariwisata.
"KPPU akan melakukan penyelidikan hingga memutuskan, jika hal tersebut terbukti dan akan memberikan sanksi berupa denda," tegasnya.
Lanjut Ridho, ketika jumlah operator feri yang melayani pelayaran terbatas, maka pasar yang terbentuk adalah pasar oligopoli. Dalam pasar oligopoli, ada kecenderungan terbentuknya kartel.
Kartel ini semacam kesepakatan antar operator untuk sama-sama menaikkan harga agar memaksimalkan keuntungan yang mereka dapat. Perilaku kartel jelas dilarang dan terdapat indikasi kesepakatan di antara operator feri di balik mahalnya tiket Batam-Singapore.
Pertama, ada pernyataan dari salah satu Manajer Operasional operator feri, yang membenarkan bahwa selama ini pihaknya memang menggunakan BBM yang dibeli dari Singapura untuk operasional. Alasan tersebut yang akhirnya membuat kesepakatan antara operator dalam menaikkan harga tiket, demi menutup biaya operasional.
Kedua, meskipun ada kesepakatan untuk menurunkan harga tiket di antara operator dari Rp 800.000 menjadi Rp 700.000, namun masih relatif mahal dan bisa jadi tarif yang terbentuk hasil kesepakatan secara sepihak oleh operator.
Ketiga, harga tiket Batam-Singapura jauh lebih mahal dibandingkan harga tiket Batam-Johor Baru yang relatif lebih jauh jaraknya. Untuk memastikan dugaan kartel tersebut, KPPU segera mengundang sekaligus memeriksa seluruh stakeholder industri pariwisata, khususnya para operator penyedia jasa transportasi feri penyeberangan, guna menemukan berbagai fakta lapangan yang sebenarnya.
"Kartel ini akan berdampak terhadap harga jasa yang dibayar konsumen jauh di atas harga kompetitifnya, sehingga akan menyebabkan masyarakat akan berpikir ulang untuk melakukan perjalanan, baik untuk bisnis maupun wisata. Hal ini tentunya akan berdampak cukup signifikan bagi pemulihan ekonomi Batam pascapandemi Covid-19," tutupnya.
Sebagaimana yang disampaikan Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk, dari hasil diskusi yang dilakukan didapati harga tiket feri penyeberangan Batam ke Singapura dan Malaysia sangat mahal, berada di harga Rp 700.000 untuk perjalanan Pulang Pergi, sebelumnya berada di harga Rp 800.000.
Harga tersebut baru mengalami penurunan sebesar Rp 100.000 sejak 21 Juni 2022 dan untuk perjalanan ke Malaysia malah belum boleh membeli tiket Pulang pergi, hanya diperkenankan membeli tiket sekali jalan saja, berhubung jadwal feri yang belum sepenuhnya normal.
Sementara, harga tiket sebelum pandemi Covid-19 berada dikisaran Rp 390.000 - 480.000 untuk Pulang Pergi Batam ke Singapura dengan jarak tempuh sekitar 45 menit, sementara untuk Pulang Pergi Batam ke Malaysia berada dikisaran Rp 440.000 dengan jarak tempuh sekitar 90 menit.
Menurut Jadi Rajagukguk, salah satu alasan dari kenaikan harga tiket feri adalah kenaikan harga BBM sekitar 125 persen dari harga biasa. Kadin Batam menilai, sejatinya kenaikan BBM di negara Singapura dan Malaysia tidak dapat dijadikan satu-satunya alasan untuk menaikkan harga tiket feri, yang terkesan tidak terkontrol dengan baik.
"Perlu adanya juga penetapan tarif batas bawah dan tarif batas atas. Untuk pembelian BBM yang digunakan sebagai bahan bakar operasional juga tidaklah harus membeli di luar negeri, jika kapal sedang berada di Batam seharusnya membeli BBM haruslah di Batam," tegas Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk.
Editor: Gokli