REKLAMASI laut yang kini menjadi Pelabuhan Fery Internasional Harbour Bay, ditengarai baru mengantongi izin prinsip. Sama seperti pulau-pulau reklamasi di Teluk Jakarta yang telah dikuasi oleh Pemerintah DKI Jakarta.
Lalu, apakah Pemprov Kepri juga bakal menguasai lahan Harbour Bay Batam? Berikut perbincangan wartawan BATAMTODAY.COM, Saibansah dengan Taba Iskandar, anggota Pansus RZWP3K DPRD Provinsi Kepri.
Minggu, 30 Agustus 2020 sore, di sebuah cafe di kawasan Windsor, Nagoya, Kota Batam, kami berbincang santai dengan Taba Iskandar, anggota Panitia Khusus (Pansus) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) DPRD Provinsi Kepri.
Topik yang kami bahas adalah persoalan reklamasi di sejumlah titik di Pulau Batam. Itu terkait dengan tugas-tugas Pansus RZWP3K DPRD Provinsi Kepri yang pada bulan September 2020 ini dijadwalkan sudah mengambil keputusan penting. Yaitu, mengenai status lahan reklamasi di sejumlah titik di Pulau Batam dan perizinannya. Berikut petikannya :
Bagaimana pandangan Anda mengenai kemenangan gugatan Pemerintah Provinsi DKI atas pulau-pulau reklamasi di Teluk Jakarta?
Saat ini, berkembang informasi yang tentang reklamasi, mengacu pada keputusan Mahkamah Agung tentang masalah hukum pulau reklamasi yang dimenangkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Nah, soal bagaimana mengenai reklamasi yang terjadi di DKI sampai dengan hari ini, tentu semua itu kami pertimbangkan. Di DKI, izin reklamasi yang dimiliki oleh investor dari Pemprov DKI itu ada bermacam-macam.
Nah, pada periode Gubernur Anies Baswedan, perizinan para investor itu dievaluasi, ternyata yang mereka kantongi hanyalah izin prinsip. Dan izin prinsip itu memerlukan lagi beberapa persyaratan lainnya. Makanya, Pemprov DKI menang dan semua pulau itu pun disita menjadi aset pemerintah DKI. Termasuk yang terakhir, kasus gugatan PT Manggala Krida Yudha sebagai pengembang Pulau M ke Mahkamah Agung dan dimenenangkan oleh pemerintah DKI 14 Agustus 2020 lalu.
BACA JUGA: Pansus RZWP3K DPRD Kepri Pertimbangkan Putusan MA yang Menangkan DKI Sita Pulau Reklamasi
Yang Anda pelajari, mengapa perusahaan pengembang Pulau M bisa kalah gugatanya di MA?
Sebenarnya PT Manggala Krida Yudha sebagai pengembang Pulau M itu belum melakukan reklamasi, perusahaan tersebut baru memegang izin prinsip dan menggugat, karena merasa sudah punya izin. Kalah dia, karena baru punya izin. Sedangkan yang punya izin prinsip, terus melakukan reklamasi dan pembangunan saja kalah, disita semua menjadi aset DKI.
Memang, ketentuan umumnya yang berlaku adalah, permukaan yang timbul baik karena faktor alam, maupun karena aktivitas manusia, kalau tidak memenuhi ketentuan maka akan dimiliki oleh negara, dalam hal ini adalah pemerintah provinsi. Sama dengan di Batam. Itu dalil umumnya.
Lalu, mengenai lahan hasil reklamasi di Batam, bagaimana pandangan Pansus RZWP3K DPRD Kepri?
Kami di Tim Pansus RZWP3K DPRD Kepri belum sampai pada kesimpulan. Kami baru bicara pada regulasinya, baru bicara aturan. Soal zona pun belum semua dibahas. Zona itu ada macam-macam, ada zona tambang, tambang pun terbagi dua, zona pasir laut, zona timah.
Lalu, ada juga zona perikanan, ada zona perdagangan dan jasa. Nah, di zona perdagangan itu ada yang memerlukan reklamasi, ada juga yang tidak. Kami saat ini sedang meng-hold dulu pembahasan di zona perdagangan ini, apa saja yang diperlukan.
Mengenai reklamasi Harbour Bay, dalam pantauan Pansus RZWP3K DPRD Kepri, apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum?
Nah, itulah yang harus dipelajari, ini sedang kami pelajari, sekarang masih belum. Pada saat nanti masuk dalam pembahasan lokus titik-titiknya, maka akan kita teliti satu persatu, Harbour Bay, Pantai Stres, Golden Prawn, Batam Center, itu akan kita lihat. Apa yang mereka miliki. Kemudian, kita akan lihat perencanaan awal. Mereka kan punya perencanaan awal, berdasarkan apa RTRW kabupaten ada tidak, apakah sudah diakomodir oleh Perda. Itu harus kita lihat. Kalau soal peta, peta itu DED, itu instansi pusat. Benar atau tidak, itu kondisi existing hari ini.
Belajar dari kemenangan Pemprov DKI Jakarta, apakah Provinsi Kepri akan menjadikannya sebagai yurisprudensi untuk menyita lahan Harbour Bay?
Kalau ditanya, bagaimana sikap pemerintah Provinsi Kepri, nah itulah yang akan dibahas. Makanya, kami meminta agar Gubernur Kepri menunjuk pejabatnya sebagai perwakilan resminya, bukan DKP (Dewan Kelautan Perikanan) yang saat ini, itu Pokja. Kalau di pusat itu, ada menteri yang mewakili, berdasarkan Ampres, Amanat Presiden. Menteri A mewakili ini, sehingga sikap pemerintah disampaikan oleh menteri itu.
Nah, dalam hal ini, Gubernur harus menunjuk orang yang mewakilinya, misalnya Sekda, Asisten atau Kepala Dinas, silakan. Sehingga, dia bisa menjawab, terhadap kasus ini (reklamasi yang baru mengantongi izin prinsip, red) sikapnya seperti apa. Contoh, misalnya tentang reklamasi Harbour Bay, nah tentang Harbour Bay ini, apa yang telah dimiliki.
Bagaimana dari sisi perencanaan (Provinsi Kepri, red) apakah betul apa tidak, kalau ternyata selaras, apa yang perizinan-perizinan yang kurang. Nah, pemerintah provinsi siap membantu, maka selesaikanlah. Sebaliknya, dari ketentuan perundang-undangan, ternyata tidak mungkin diakomodir, ya tidak diakomodir. Maka, tanah yang timbul dan bangunan di atasnya disita menjadi aset provinsi Kepri.
Dalam pantauan Pansus RZWP3K DPRD Kepri apakah reklamasi Harbour Bay sudah mengantongi izin?
Harbour Bay, itu kalau dari Provinsi Kepri dia sudah punya izin prinsip. Saya tidak tahu apakah punya izin-izin lainnya. Izin prinsip ini tidak berdiri sendiri. Kita harus lihat existingnya itu apa. Dalam Perda existingnya itu adalah pelabuhan. Itulah titik pangkalnya.
Menurut ketentuan, boleh gak lahan reklamasi yang izinnya untuk pelabuhan tapi dibangun hotel dan apartemen?
Kalau pelabuhan dibangun hotel atau apartemen apakah itu selaras? Nah, inilah yang harus dianalisa, ini yang harus didudukkan. Yang boleh itu kan bangunan yang dalam rangka supporting kegiatan pelabuhan. Makanya, harus ditanya, apa yang dia miliki. Sementara yang baru kami temukan adalah baru izin prinsip. Di dalam pengembangan pelabuhan itu ada namanya DLKM DLKP (Daerah Wilayah kerja pelabuhan) jadi Anda bisa menempatkan bangunan untuk kepentingan pelabuhan. Itu yang diperkenankan, itu wilayah kerja berkaitan dengan pelabuhan.
Nah, belajar dari yurisprudensi reklamasi Teluk Jakarta, apakah Pemprov Kepri memungkinkan untuk menguasai lahan reklamasi Harbour Bay?
Bisa saja. Masalahnya, mau apa tidak. Ini political will. Ini peroalan political will. Kalau di DKI Jakarta, memang Anies punya political will untuk menolak. Kalau kita balik ke Provinsi Kepri, ada nggak alasan-alasan Provinsi Kepri untuk menolak. Kajiannya kan panjang, bukan karena DKI Jakarta oke, terus di sini di-oke-kan. Kita bicara kepentingan dan keuntungannya, bagi Pemprov Kepri apa kepentingannya. Inilah yang harus kita pertimbangkan. Kalau Provinsi Kepri menyetujui, apa ugensinya. Sebaliknya, kalau tidak apa argumentasinya.
Menurut Anda, apakah Pansus RZWP3K DPRD Kepri bisa bersikap tegas jika menemukan fakta jika ternyata reklamasi Harbour Bay itu tidak sesuai ketentuan hukum?
Pansus bisa mengambil keputusan, karena memiliki kewenangan di situ, ini kamar dua. Kamar satu sudah selesai, yaitu Pokja. Di Pokja itu ada 44 kementerian dan sudah selesai. Jadi, DPRD boleh memutuskan apa saja. Ini kamar dua. Makanya, DPRD perlu support dari Provinsi, sikapnya seperti apa, bagaimana sikap bersamanya. Harus didukung data.
Kalau anda mengakomodir data apa yang anda miliki. Sebaliknya, kalau tidak mengakomodir apa data pendukungnya. Karena nanti ada kamar ketiga, kementerian. Nanti akan ada evaluasi Perda itu. Karena ini akan melibatkan KKP lagi, melibatkan DED menyangkut peta laut, geoparcialla. Ini sekarang masih di kamar dua, tapi di kamar dua punya otoritas, menerima atau menolak.
Nanti kami putuskan di paripurna, sah dia menjadi Perda. Pengesahannya harus mendapatkan persetujuan dari Kemendagri, dievaluasi. Mendagri boleh membuka lagi. Kenapa anda tolak, argumennya apa, kenapa ada terima, apa alasannya. Jadi, bukan soal gagah-gagahan, ego sektoral. *