BATAMTODAY.COM, Jakarta - Satgas Peradaban Bangsa (SPB), komunitas yang terdiri dari berbagai ormas yang berjuang bersama dalam melindungi ketahanan keluarga dan peradaban bangsa Indonesia, meminta RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dihapus dari Prolegnas 2020.
SBP berdiri di Jakarta pada tanggal 27 Juni 2019 yang diinisiasi oleh Neng Djubaedah, Aan Rohana, Marfuah Musthofa, Hanifah Husein, dan Mohammad Zen.
Ormas yang hadir pada saat pembentukannya adalah PP Muslimat Mathlaul Anwar, Wanita PUI, PP Muslimah Alwashliyah, PB Wanita Al Irsyad, BKMT, Dewan Presidium BMOIWI, PB Persistri, PERAK, FORHATI, PB PII, FKMT DKI, PP Salimah, Aila Indonesia, ALPPIND, PAHAM, PB Mathlaul Anwar, IKADI, PP Wanita Islam, PW Wanita Islam DKI, SALAM UI.
SPB bertugas mengkritisi produk-produk hukum dan kebijakan yang mengancam Ketahanan Keluarga dan Peradaban Bangsa Indonesia. SPB juga pernah mengkritisi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual pada tahun 2019.
SBP menilai pada tahun 2020 ini RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang telah nyata mengandung unsur tingkat kontroversi yang sangat besar di tengah masyarakat, dan memiliki masalah fundamental di dalamnya yang bukan saja bersifat politis, tapi juga bersifat dekonstruksi dan men-downgrade kedudukan Pancasila.
Ketua Satgas Peradaban Bangsa Dr. Hj. Aan Rohana, Lc., M.A. mengatakan bahwa persoalan utama RUU HIP bukan saja terletak di dalam pasal-pasalnya, tetapi juga dengan menjadikan judul ideologi Pancasila sebagai judul Undang-Undang pmerupakan pintu gerbang perdebatan ideologis yang kontraproduktif di tengah masyarakat.
"Menghadapi tantangan ideologis dan disintegrasi bangsa di era keterbukaan informasi, haruslah disikapi dengan keteladanan para pejabat dan pemimpin negara, melaksanakan aturan-aturan hukum yang berlaku, menegakkan hukum dengan adil, membersihkan tindak pidana korupsi sampai ke akar-akarnya. Bukan dengan cara menafsirkan ulang secara luas atau secara sempit ideologi Pancasila dengan UU," kata Aan Rohana dalam rilis yang diterima, Kamis (2/7/2020)
Karena UUD 1945 adalah satu-satunya tafsir terhadap Pancasila, dan Mahkamah Konstitusi-lah yang berwenang menguji UU di bawah UUD 1945.
"Sangat tidak negarawan legislatif membawa kedudukan Pancasila ke dalam UU yang dapat diuji setiap saat oleh masyarakat, menjadikan Pancasila ideologi yang resisten terhadap tantangan zaman," katanya.
Eksistensi Pancasila sampai saat ini pun masih sangat kuat dalam menghadapi berbagai tantangan ideologis, mulai dari melarang ajaran komunisme, marxisme-leninisme, sekulerisme, separatisme, terorisme, radikalisme.
Sebab, tidak ada sedikitpun alasan filosofis, yuridis dan sosiologis yang membenarkan ideologi Pancasila ditafsirkan ke dalam UU yang secara hierarki perundang-undangan lebih rendah dari UUD 1945.
"Demi kemaslahatan dan masa depan NKRI, serta tegaknya persatuan kesatuan bangsa Indonesia, maka patutlah RUU HIP dihapus dari Prolegnas," tegas Aan Rohana.
Editor: Surya