BATAMTODAY.COM, Batam - Kasus 27 kontanier tekstil premium impor yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) masih terus bergulir. Hanya saja, belum ada penetapan tersangka, meski sudah 20-an orang saksi diperiksa, termasuk para pejabat Bea Cukai Batam dan pihak swasta.
Dalam kasus ini, dua perusahaan asal Batam, yakni PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP), sebagai importir dan merupakan pemain lama dalam dunia perdagangan tekstil ilegal di Indonesia. Modus yang dilakukan kedua perusahaan impor ini adalah memanipulasi dokumen.
Pada Rabu (27/5/2020), pewarta di Batam mencoba mengulik jaringan mafia tekstil ini dengan menyambangi Komplek MCP Blok B1 nomor 14 di Batuampar, Batam, sebagai lokasi berdirinya PT Peter Garmindo Prima dan PT Flemings Indo Batam.
Namun sayang, ketika tiba di lokasi perusahaan untuk bertemu dengan seseorang bernama Irianto selaku pemilik perusahaan tersebut, yang bersangkutan sedang tidak berada di lokasi. Pewarta pun hanya bisa bertemu dengan Ani, lelaki parubaya yang mengaku sebagai penanggung jawab di lokasi perusahaan tersebut.
Dalam pertemuan itu, Ani mengaku tidak tahu menahu soal kasus importasi tekstil yang menyeret kedua perusahaan serta sejumlah nama oknum pejabat di Bea Cukai Batam. "Saya kurang tahu juga soal kasus itu. Saya malah tahunya dari berita juga," kata pria berkacamata itu.
BACA: Kejagung RI Geledah Dua Rumah Petinggi BC Batam Terkait 27 Kontainer Tekstil Premium
PT Peter Garmindo Prima, kata Ani, sudah berdiri sejak tahun 2000. Kala itu, pemiliknya adalah seorang Warga Negara Singapura bernama Peter. Perusahaan ini awalnya berlokasi di Komplek Industri Citra Buana I, Batuampar yang bergerak di bidang konveksi untuk mengerjakan orderan seragam dari Singapura dan negara lainnya.
"Dalam perjalanan, orderan konveksi pengerjaan seragam mengalami penurunan dan jumlah karayawannya pun berkurang. Makanya kami pindah ke sini. Gedung ini punya Pak Irianto. Dan sekarang kami hanya mengerjakan orderan dari Singapura saja," terangnya.
Setahun yang lalu, aku Ani, Peter selaku pemilik perusahaan berencana menutup perusahaan tersebut. Namun, keputusan itu dilarang Irianto.
"Pak Irianto bilang, 'jangan tutuplah, sayang'. Terus dia bilang, biar dia aja yang beli perusahaan ini. Akhirnya, perusahaan ini dibeli Pak Irianto, saham terbesarnya Pak Irianto. Tetapi Pak Peter juga masih punya saham di sini," tambahnya.
Setelah perusahaan PT Peter Garmindo Prima beralih kepemilikan ke tangan Irianto, terang dia, namun segala aktivitas dan orderan konveksi serta pengurusan gaji karyawan juga menjadi tanggungjawab Peter.
"Kami nggak pernah berurusan dengan Pak Irianto. Semua sama Pak Peter. Gaji juga Pak Peter yang bayar," timpal Ani.
Ani pun mengatakan, dia sudah lama tidak bertemu Irianto. Terakhir kali, Irianto datang ke perusahaan sejak bulan April lalu. Tanggal pastinya, dia lupa.
BACA: 20 Saksi Telah Diperiksa, Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Kasus Impor 27 Kontainer Tekstil
Setelah itu, dia tak pernah melihat Irianto lagi hingga saat ini. "Komunikasi juga tidak pernah. Saya juga tidak punya nomornya. Terakhir kali datang cuma nanya ada surat apa nggak. Habis itu pergi lagi," kata Ani.
Ketika disinggung terkait siapa pemilik PT Flemings Indo Batam, Ani mengaku kalau perusahaan itu juga milik Irianto. Dulu, perusahaan itu berada di sebelah lokasi PT Peter Garmindo Prima saat ini.
Ani pun pun menjelaskan, perusahaan ini bergerak dalam pembuatan seragam sekolah. "Di gudang ini juga masih ada baju-baju sekolah yang disimpan. Tetapi ini sudah lama tutup. Gedung ini kan punya dia juga," kata Ani sembari menunjuk ke gedung yang berada di sebelah tempatnya bekerja.
Masih kata Ani, baru-baru ini ia sempat bertemu dengan seorang pria yang bernama Heri, yang merupakan orang kepercayaan Irianto. Waktu itu, Heri datang untuk memperbaiki atap teras gedung yang sudah rusak.
"Katanya sih orangnya Pak Irianto. Kemarin dia ke sini cuma untuk perbaiki ini saja," pungkasnya.
Untuk diketahui, kasus impor tekstil premium secara ilegal yang membuat beberapa nama pejabat tinggi Bea Cukai Batam berawal dari penegahan 27 kontainer DJBC Tanjung Priok sekira bulan Maret lalu.
Dalam kasus ini, seorang pengusaha di Batam berinisial DR disebut-sebut sebagai pemilik semua kontainer berisi tekstil premium tersebut.
Kendati demikian, nama DR tidak tercantum dalam dokumen pengiriman kontainer. Ia diduga sengaja menggunakan nama PT Peter Garmindo Prima dan PT Flemings Indo Batam untuk mengelabuhi petugas pabean.
Tak hanya itu, DR juga disebutkan melampirkan sertifikat yang menjelaskan bahwa kain tersebut berasal dari Shanti Park, India dan kontainer berangkat dari Nhava Sheva, Mumbai. Namun faktanya, muatan kontainer tersebut berasal dari China, singgah ke Malaysia lalu ke Batam.
Ia diduga dengan sengaja mengelabui petugas pabean dengan memanipulasi dokumen pengiriman. Dalam dokumen pengiriman, kontainer tersebut tercatat berisi kain poliester. Namun faktanya, 27 kontainer tersebut berisi kain premium jenis sutra, satin, brokat dan lainnya. Tak hanya itu, pelaku juga diduga memalsukan data volume kontainer.
Editor: Gokli