BATAMTODAY.COM, Batam - Jaksa penuntut umum akhirnya membacakan jawaban atau replek atas nota pembelaan terdakwa Erlina, mantan Direktur BPR Agra Dhana yang diadili di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (15/11/2018) sore.
Replik yang dibacakan jaksa Samsul Sitinjak itu sama sekali tidak menyinggung mengenaik tidak adanya barang bukti audit keuangan yang dipersoalkan terdakwa melalui penasehat hukum (PH) Manuel P Tampubolon dalam pledoi. Padahal, dalam surat dakwaan, jaksa mengurai bahwa terdakwa dipidana atas audit keuangan yang dibuat saksi Benny (manager marketing) dan Bambang Herianto (direktur marketing) di BPR Agra Dhana.
Faktanya, dalam proses persidangan barang bukti audit keuangan itu sama sekali tidak ada. Bahkan, saksi-saksi yang dihadirkan jaksa dari pihak BPR Agra Dhana turut membantah surat dakwaan itu.
Menurut saksi Beny dan Jerry Diamon pada persidangan, terdakwa Erlina mereka penjarakan melalui Bambang Herianto yang sampai saat ini tak bisa dihadirkan bersaksi di persidangan, berdasarkan hasil penelusuran matriks. Namun, matrik yang disebut-sebut saksi juga muncul sebagai barang bukti yang dimiliki jaksa untuk membuktikan dakwaannya.
Hal ini juga tidak disinggung jaksa Samsul dalam repliknya. Dia hanya menjawab menanggapi bahwa pasal 49 ayat (1) nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, bukan muncul dari jaksa, melainkan sudah ada dari hasil penyidikan Polisi yang disangkakan bersama pasal 378 dan 372 KUHPidana.
"Pasal 49 ayat (1) UU 10/1998 tentang Perbankan sudah dimasukkan penyidik sejak dari penyelidikan. Itu bukan muncul dari jaksa," ujar Samsul, membacakan replik.
Pun mengenai tudingan PH terdakwa, di mana jaksa menuntut Erlina selama 7 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsider 6 bulan kurungan, hanya berdasar asumsi dan imajinasi, kata Samsul, hal itu mengada ada. Sebab, pihaknya, kata dia, menuntut terdakwa berdasar fakta sidang dengan alat bukti yang sidah disita secara sah melalui penetapan ketua pengadilan.
Memang, dalam pledoi terdakwa, Manuel juga mengakui jaksa memiliki alat bukti, tetapi hanya berupa slip setoran yang tidak divalidasi Bank dan dua buah buku rekening terdakwa. Menurut Manuel, alat bukti jaksa tersebut belum layak untuk membuktikan bahwa Erlina melakukan kesalahan sesuai pasal 49 ayat (1) UU 10/1998 tentang Perbankan.
Diakhir replik, jaksa meminta majelis hakim untuk menolok seluruh pledoi terdakwa.
Sebelumnya, Manuel P Tampubolon menyebut surat tuntutan jaksa terhadap Erlina sangat tidak lazim. Sebab, perbuatan terdakwa tidak diurai secara lengkap seperti surat dakwaan yang menjadi dasar di persidangan.
"Surat tuntutan terhadap terdakwa Erlina dengan menuntut agar dihukum 7 tahun penjara hanya berdasarkan imajinasi jaksa, bukan berdasarkan fakta. Di mana, barang bukti sesuai sesuai surat dakwaan tidak ada dan saksi pelapor juga tidak bisa dihadirkan ke persidangan," ungkap Manuel, membacakan Pledoi.
Manuel mengatakan, Erlina dilaporkan ke Polisi bukan kasus perbankankan melainkan dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan kerugian Rp4 juta. Pun, kerugian yang dilaporkan itu merupakan bunga bukan pinjaman atau utang pokok.
Setelah dilaporkan dengan kerugian Rp4 juta BPR Agra Dhana, kemudian jaksa mendakwa Erlina melakukan kerugian mencapai Rp117 juta lebih. Hal itu diurai dalam surat dakwaan berdasarkan hasil audit keuangan yang dilakukan saksi Beny selaku manager marketing dan saksi Bambang Herianto selaku Direktur Marketing.
"Hasil audit yang disebut dalam surat dakwaan tidak dapat ditunjukkan dalam persidangan. Dan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa dari pihak BPR Agra Dhana juga jelas-jelas membantah surat dakwaan jaksa yang menyebutkan tidak adanya audit keuangan yang dilakukan saksi Beny dan Bambang Herianto," kata Manuel.
Sementara dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor: 13/POJK.03/2017 tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam Kegiatan Jasa Keuangan, yang memiliki kompetensi absolut untuk melakukan audit laporan keuangan BPR Agra Dhana adalah akuntan publik yang terdaftar di OJK dan memiliki kompetensi sesuai dengan komplesitas usaha pihak yang melaksanakan kegiatan jasa keuangan.
"Tidak ada satu pun dasar hukum yang memebenarkan manager marketing dan direktur marketing bisa melakukan audit keuangan," ujarnya.
Dalam perkara ini, kata Manuel, bahwa terdakwa sesungguhnya merupakan korban pemerasan jajaran Komisaris dan Direksi BPR Agra Dhana. Hal ini terungkap dalam risalah rapat dengan OJK Perwakilan Kepri pada 26 Januari 2018.
Namun karena imajinasi jaksa, tanpa berdasarkan fakta sidang menuntu terdakwa Erlina dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp10 miliar, subsider 6 bulan kurungan. Sementara barang bukti berupa audit keuangan yang dibuat saksi Beny dan Bambang, audit keuangan yang dibuat akuntan publik, matriks, dan audit internal, bahkan surat izin Bank Indonesia untuk membuka kerahasian rekening tabungan terdakwa tidak pernah ada di perisdangan.
"Barang bukti yang dijadikan jaksa untuk memenjarakan Erlina hanya transaksi keuangan yang tidak divalidasi dan dua buku tangan terdakwa. Sehingga majelis hakim perlu membuat putusan menyatakan terdakwa bebas demi hukum dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum serta merehabilitasi nama baik terdakwa," pungkasnya.
Editor: Surya