BATAMTODAY.COM, Batam - Jalankan fungsi pengawasan dalam mencegah masuknya barang barang ilegal dan berbahaya ke daerah pabean Indonesia, Bea Cukai bekerja sama dengan aparat penegak hukum (APH) lainnya berhasil mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam aksi penyelundupan rokok impor ilegal menggunakan high speed crafts (HSC) di Perairan Batam, Kepulauan Riau.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani menjelaskan kasus tersebut terungkap saat Bea Cukai menggelar Operasi Laut Terpadu Jaring Sriwijaya Bea Cukai pada Oktober 2020.
Saat melakukan patroli laut, kata Askolani, petugas Bea Cukai berhasil menindak kapal layar motor (KLM) Pratama yang mengangkut sekitar 51.400.000 batang rokok impor ilegal merek Luffman yang dibawa dari Vietnam menuju Perairan Berakit, Kepulauan Riau, Indonesia.
Askolani mengatakan, pada saat diamankan para pelaku diketahui tengah melakukan pembongkaran muatan di tengah laut (ship to ship), dan memindahkan muatan ke beberapa HSC yang rencananya akan dibawa ke beberapa lokasi di wilayah Pesisir Timur Sumatra.
"Dari hasil penyidikan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Khusus Kepulauan Riau terhadap penyelundupan rokok impor ilegal tersebut, Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai Karimun dan Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang telah menyatakan lima belas orang terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pasal 102 huruf (a) dan/atau Pasal 102 huruf (b) U Kepabeanan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)," ujarnya.
"Kasus Penyelundupan ini, ke-15 terdakwa telah divonis dengan pidana penjara selama 2 tahun," tegasnya.
Sebagai tindak lanjut penanganan kasus itu, kata Askolani lagi, Bea Cukai melalui Satgas TPPU Bea Cukai kemudian berkoordinasi dengan PPATK, Direktorat Jenderal Pajak, Kejaksaan, Bais TNI, Polisi Militer, TNI AD, dan instansi terkait lainnya melakukan pengembangan penyidikan.
Hasilnya pada bulan September 2021, lanjut dia, Penyidik kembali menetapkan seorang tersangka berinisial LHD yang diduga melakukan tindak pidana dalam Pasal 102 huruf (a) dan/atau Pasal 102 huruf (b) UU Kepabeanan dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang periode tahun 2019-2020.
"Dari hasil penyidikan itu, pada akhir Agustus 2022 lalu, Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyatakan hasil penyidikan telah lengkap (P-21). Keberhasilan penyidik Bea dan Cukai dalam mengungkap kasus yang dilakukan tersangka LHD merupakan kasus TPPU terbesar dengan potensi kerugian pendapatan negara mencapai satu triliun rupiah," tambahnya.
Saat ini, Satgas TPPU Bea Cukai telah berhasil melakukan asset recovery berupa 1 unit KLM Pratama GT210, 1 unit mobil, 1 unit kapal giant HSC 38 meter mesin MAN 3x1.800 HP, 5 unit HSC, 3 unit speedboat, serta uang tunai dalam bentuk rupiah dan dolar Singapura, dengan total nilai barang dan uang tunai mencapai Rp 44,6 miliar rupiah.
Askolani menambahkan bahwa penyelundupan menggunakan HSC secara ship to ship awalnya terbatas di wilayah Batam dan Kepulauan Riau, tetapi saat ini HSC dapat langsung berlayar menuju daratan Sumatra atau Jakarta tanpa pengisian BBM.
Bahkan telah terdeteksi juga di wilayah Aceh, Riau, Kalimantan Bagian Barat hingga Kalimantan Utara. Di wilayah perairan Selat Singapura pun frekuensi pelintasannya meningkat, dari 3-6 kali deteksi pelintasan, menjadi 10-14 kali per minggu.
Askolani menjelaskan, HSC sendiri merupakan kapal dengan konstruksi fiber yang dilengkapi 4-8 unit mesin berkecepatan tinggi dengan desain open-top yang dirancang khusus untuk penyelundupan serta tidak memiliki surat perizinan dari Direktorat Jendral Perhubungan Laut.
Masih kata Askolani, HSC kerap digunakan untuk melakukan penyelundupan barang-barang bersifat high value goods, seperti narkotika, rokok dan minuman beralkohol, benih bening lobster, pasir timah, telepon seluler, dan barang elektronik lainnya serta pekerja migran ilegal.
Untuk mencegah terjadinya kasus serupa, Askolani menegaskan bahwa perlu adanya koordinasi high-level untuk penerbitan regulasi larangan HSC oleh kementerian-kementerian terkait, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta melibatkan Kementerian Luar Negeri.
Askolani menyebutkan sanksi tegas pun harus diberikan atas kewajiban penggunaan automatic identification system (AIS).
"Saat regulasi sudah terbentuk, Bea Cukai bersama APH lainnya siap berkoordinasi dan berkomitmen dalam pelaksanaannya di lapangan. Tidak hanya untuk meningkatkan pengawasan atas penyelundupan TPPU, koordinasi yang baik juga diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dalam mencegah masuknya barang ilegal dan berbahaya ke wilayah pabean Indonesia," pungkasnya.
Editor: Yudha