BATAMTODAY.COM, Batam - Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam, Kepulauan Riau (Kepri) diketahui menagih biaya labuh tambat atas MV Seniha-S yang berlangsung sampai tanggal 30 April 2019 sebesar Rp 34 miliar.
Sementara, diketahui kapal MV Seniha itu masih berstatus sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Batam yang jelas tidak melakukan aktivitas apa pun.
Berdasarkan Permenhub nomor 77 tahun 2016, Pasal 1 Angka 6, bahwa kapal yang tidak melaksanakan kegiatan niaga dan sebagainya, maka tarif PNBP biaya jasa labuh dan tambat hanya dapat dikenakan pada kapal yang yang melakukan kegiatan atau bersifat komersil.
Sedangkan yang tidak melakukan kegiatan atau non komersil tidak dapat dipungut PNBP biaya jasa labuh dan tambat.
PT Asta Samudera selaku agency kapal MV Seniha-S menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh pihak BUP BP Batam tersebut. "Perlu diketahui bahwa sejak beralihnya kepemilikan, kami tidak dapat melakukan kegiatan apa pun atas kapal tersebut dikarenakan kapal itu masih melekat sita atau masih dalam status sita jaminan hingga surat tertanggal 19 Mei 2021. Di mana pada surat tersebut, pihak yang meletakkan sita telah mengajukan permohonan angkat sita jaminan ke Pengadilan Negeri Batam," kata Koordinator PT Asta Samudera, Togu Hamonangan Simanjuntak didampingi Kuasa Hukum PT Asta Samudera, Effendi Sekedang, Rabu (13/7/2022).
Pada tahun 2017, lanjut dia, telah terbit Surat Izin Berlayar (SIB) sebanyak 2 kali. Yaitu terbit dengan No.710164 tertanggal 28 November 2017 dan No.C.111.710831 tertanggal 8 Desember 2017.
Menurut Permenhub dengan No PM 82 tahun 2014, kapal yang memperoleh SIB telah memenuhi kewajiban kapal selama di pelabuhan dan telah dinyatakan laik laut.
Kemudian, pihaknya juga melampirkan dasar-dasar tentang penghitungan pungutan, termasuk diskresi hingga penghapusan ke BUP BP Batam. Termasuk juga Undang-Undang yang berlaku terkait hal tersebut.
"Hukumnya sudah jelas masalah kepemilikan. Sekarang kok masih ada yang seperti ini. Ini sangat jelas mengganggu ekonomi," ujarnya.
Selain pencekalan yang tidak bisa dicabut BP Batam, pihak MV Seniha juga telah banyak mengalami kerugian, di mana sejak tahun lalu, kerugian materil mencapai Rp 17 miliar. "Kerugian kita mencapai Rp 17 miliar. Kita bisa buktikan itu. Berbentuk pembayaran jasa jaga, pemeriksaan kapal, sertifikat dan lain-lain," tegasnya.
Sejauh ini, hubungan pihak perusahaan dengan BP Batam secara surat menyurat cukup baik. Tapi hal itu tidak menentukan apakah kapal bisa berjalan atau tidak. Namun, secara administrasi, pihak MV Seniha telah menyurati BUP BP Batam pada Mei lalu, namun baru dijawab pada September.
"Katanya negara ini kita harus patuh dengan hukum, tapi pemerintahnya yang itu patuh tidak dengan hukum? Kita sudah surati secara dokumen lengkap. Bayangkan, surat yang kita ajukan 3 bulan tidak dibalas. Jadi kita ini dianggap apa? Patung? Boneka?" lanjutnya.
Togu menilai BUP BP Batam menagih pungutan Rp 34 miliar tanpa ada dasar yang jelas. "Kalau kuasa hukum kita tadi bilang ini sudah pemerasan, kalau saya bilang ini penyalahgunaan wewenang," tambah Togu.
Hingga kini, PT Asta Samudera masih menunggu arahan dari kuasa hukum mereka untuk langkah selanjutnya. Pihaknya juga berharap agar masalah bisa diselesaikan lewat bukti-bukti yang ada dan dengan cara yang benar. "Selesaikan itu sesegera mungkin. Jangan jadi pejabat kalau tidak bisa memberikan keputusan, duduk tidur aja. Mau dibawa kemana negara ini. Kasian rakyat," tutupnya.
Editor: Gokli