PARA gubernur dan bupati/wali kota sekarang lagi kampanye intensif: harus membeli barang dalam negeri. Di daerah masing-masing. Itu setelah Presiden Jokowi marah-marah di Bali. Di depan mereka. Pekan lalu.
Murkanya Presiden Jokowi, Anda sudah tahu: akibat masih begitu banyak instansi pemerintah yang membeli barang impor, meski barang yang sama sudah bisa dibuat di dalam negeri.
Maka presiden memberi target: sampai akhir bulan Mei depan, nilai barang produksi dalam negeri yang terbeli harus mencapai Rp 400 triliun. Hanya dalam dua bulan. Target yang sangat berani. Sangat hebat.
Sebenarnya semangat membeli produk dalam negeri memang sangat tinggi. Sejak dulu. Hanya saja begitu banyak hambatan. Terutama soal harga, terkait risiko hukum: yang membeli barang bukan yang termurah bisa terjerat hukum.
Padahal, sering kali, produk dalam negeri harganya lebih mahal. Juga menyangkut kualitas. Ada kalanya kualitas produk dalam negeri kalah.
Persoalan ini tidak pernah terselesaikan. Produk dalam negeri selalu dikalahkan. Baru kali ini, di tahun ini, ada kebijakan yang secara nyata pro buatan dalam negeri. Dengan segala risiko. Dan segala pengorbanan, termasuk pun kalau harus membeli dengan harga lebih mahal.
Maka pertanyaan-pertanyaan lama tidak relevan lagi: bagaimana menjamin bahwa yang dijual itu produk dalam negeri. Bagaimana dengan jaminan kualitas. Termasuk bagaimana dengan ketepatan harga.
Produk impor tidak akan ditampilkan di e-Katalog. Maka Pemda tidak akan bisa membeli produk impor.
Semua itu dipecahkan lewat satu cara: e-Katalog. Semua Pemda sudah harus membuka e-Katalog lokal --sebagai sumber pembelian barang. Apa pun harus dibeli dari e-Katalog itu. Tidak boleh lagi hanya berpegang e-Katalog nasional.
Tentu minggu-minggu ini beban pekerjaan luar biasa besar. Di semua Pemda. Agar bisa punya e-Katalog lokal. Juga agar bisa mencapai target Rp 400 triliun di akhir Mei 2022.
Dan yang paling sibuk adalah LKPP --Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Yang sekarang dipimpin mantan Bupati Banyuwangi yang prestasinya fenomenal itu: Abdullah Azwar Anas. Istrinya, yang cantik itu, yang kini menggantikannya sebagai Bupati Banyuwangi.
LKPP-lah yang memegang kendali: cara mana yang benar dan cara mana yang salah. LKPP yang menyiapkan sistem e-Katalog itu. Termasuk e-Katalog lokal. Tentu heboh. Terjadi perubahan yang drastis.
Di tengah kehebohan itu LKPP sampai harus membuka Zoom setiap hari. Hampir sepanjang hari. Untuk melayani kebingungan para pejabat di daerah.
Begitu banyak pertanyaan, konsultasi, dan keraguan yang masuk ke LKPP. Dari seluruh daerah. Semua harus dijelaskan oleh LKPP Agus Rahardjo, sebelum menjabat Ketua KPK, adalah Kepala LKPP.
Anas melakukan pembaruan besar-besaran di sistem pengadaan barang pemerintah. Semua harus lewat e-Katalog. Termasuk e-Katalog lokal.
Anda pun bisa menayangkan barang produksi Anda di e-Katalog. Biarpun Anda tidak punya perusahaan. Di e-Katalog lokal, tidak hanya perusahaan besar yang bisa masuk. Juga UMKM. Bahkan perseorangan.
Syaratnya: Anda harus menjamin barang itu buatan dalam negeri, harganya wajar, kualitas sesuai dengan yang dijanjikan, jumlah barangnya pun disebutkan, pengiriman beres.
Misalkan Anda bisa membuat batako. Atau paving. Atau kursi. Tawarkan saja lewat e-Katalog lokal. Unggahan produk Anda itu akan dilihat Pemda. Lalu akan dibanding-bandingkan dengan produk sejenis lainnya.
Prinsipnya mirip dengan apa yang terjadi di marketplace swasta. Mirip dengan apa yang terjadi di Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Blibli, dan lainnya.
Dua hari lalu saya makan malam dengan Abdullah Azwar Anas. Didampingi seorang deputinya yang lulusan Boston: Sarah Sadiqa (Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP).
Saya terkesan sekali dengan cara baru pengadaan barang pemerintah yang segera berlaku itu. Bahkan, Anas menjelaskan: tidak perlu lagi harus memperpanjang kehadiran di e-Katalog setiap dua tahun. Sepanjang Anda tidak mundur dari e-Katalog, produk Anda akan tetap ada di situ.
Masih ada lagi
Presiden Jokowi juga sudah setuju diluncurkannya 'Kartu Kredit Pemerintah' --yang dikeluarkan oleh bank-bank BUMN. Seorang pejabat di Pemda akan memegang kartu kredit itu. Agar pembayaran dari pemerintah bisa pakai kartu kredit khusus itu. Tidak pakai prosedur panjang nan lama.
Dengan sistem Kartu Kredit Pemerintah itu, UMKM akan sangat terbantu. Modal UMKM yang kecil tidak termakan oleh lamanya menunggu pembayaran dari pemerintah.
Begitu barang Anda dibeli, dikirim dan cocok, maka pemegang kartu kredit pemerintah itu langsung menggesekkan kartu kreditnya. Anda pun menerima pembayaran tanpa khawatir ada potongan apa pun.
Transaksi di dunia swasta sudah begitu mudah dan terbukanya: lewat marketplace. Pemerintahan Jokowi akan bergerak cepat untuk tidak ketinggalan.
Kalau akhir Mei nanti belanja produk dalam negeri benar-benar bisa mencapai Rp 400 triliun saya angkat jempol tinggi-tinggi: ekonomi dalam negeri pasti ikut bergerak. Bayangkan berapa ratus triliun belanja itu sampai akhir tahun nanti.
Harusnya, dengan kebijakan baru ini, produksi dalam negeri siap-siap berpesta: baru kali ini dibela begitu nyata.*
Penulis adalah wartawan senior