BATAMTODAY.COM, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan dinaikkan dari yang semula Rp50 juta menjadi Rp100 juta. Plafon KUR untuk UMKM yang sebelumnya Rp500 juta hingga Rp10 miliar ditingkatkan menjadi Rp20 miliar.
Hal itu disampaikan Menteri Koodinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, seperti dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Senin (5/4/2021).
Namun langkah tersebut, menurut Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta perlu dibarengi dengan penurunan suku bunga untuk UMKM dari perbankan BUMN dan sejumlah relaksasi administrasi kredit lainnya.
"Keinginan Presiden tersebut adalah berita gembira bagi UMKM Indonesia, namun hal tersebut tidak cukup untuk memacu geliat UMKM ditengah pandemi Covid-19," kata Anis Matta dalam keterangannya, Selasa (6/4/202021).
Anis Matta melihat program stimulus UMKM dari pemerintah masih parsial karena persoalan melesunya kredit UMKM bukan berarti perbankan tidak punya likuid kredit.
Namun, karena para pelaku UMKM takut tidak mampu bayar kreditnya di tengah suku bunga UMKM yang masih terbilang tinggi.
"Suku Bunga KUR 6 persen efektif pertahun masih terbilang tinggi di tengah suku bunga kebijakan BI7DR sudah turun di level 3,5 persen," katanya.
Menurut dia, ada juga kuota KUR yang membatasi para pelaku UMKM untuk mendapatkan KUR. Jika kuota KUR Habis, maka UMKM harus ikut suku bunga ritel yang besarnya masih berkisar 9.7 - 10.1 persen.
Ketua Bidang UMKM dan Ekonomi Keluarga (Ekkel) DPN Partai Gelora Indonesia Srie Wulandari (Wulan) mengatakan, stimulus untuk UMKM harus didesain komprehensif, bukan secara parsial.
"Salah satu akar masalah lesunya kredit karena pelaku usaha dan UMKM melihat suku bunga masih tinggi dan penjualan belum membaik," kata Wulan.
Seperti diketahui, bank-bank yang terhimpun milik negara (Himbara) sudah menurunkan suku bunga kreditnya, begitu juga beberapa bank swasta seperti BCA, namun ekosistem perbankan nasional masih termasuk ekosistem berbunga tinggi dibandingkan dengan Bank cabang asing yang ada di Indonesia.
Berdasarkan Asesmen BI Februari 2021, suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) bank cabang asing sebesar 6,17 persen paling rendah dibandingkan bank plat merah putih seperti Himbara 10,79 persen, BPD 9.80 persen dan Bank Swasta Nasional 9,67 persen.
Masalah lain adalah UMKM mayoritas belum bankable, belum punya pencatatan keuangan, belum punya izin usaha dan mereka feasible namun tidak mampu memenuhi syarat perbankan (bankable).
Dampaknya adalah pelaku UMKM tergoda dalam aplikasi teknologi finansial (tekfin) peer to peer lending berbunga tinggi karena persyaratan fintek tersebut mudah.
Namun karena berbunga tinggi, tidak jarang pelaku UMKM akhirnya harus gulung tikar karena aset UMKM mereka diambil paksa oleh debt collector dari aplikasi tekfin tersebut. Ini yang harus juga diperhatikan Pemerintah.
Karena itu, kata Anis Matta, apabila pemerintah hanya parsial menyelesaikan persoalan UMKM maka tambahan anggaran subsidi bunga KUR 2021 sampai Juni sebesar Rp7,6 triliun akan menuai kekecewaan.
Tidak akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi dari sektor UMKM karena bantuan tersebut tidak komprehensif, too little, too late.
"Pemerintah harus memperbaiki kebijakannya, tidak hanya meningkatkan porsi kredit 30 persen untuk UMKM, menambah plafon KUR menjadi Rp100 juta. Tetapi pemerintah juga harus berani menyakinkan perbankan untuk menurunkan suku bunga dan relaksasi administrasi kredit UMKM sepanjang tahun 2021 ini," pungkas Anis Matta.
Editor: Surya