BATAMTODAY.COM, Batam - Rencana pemerintah Presiden Jokowi mengentegrasikan Badan Pengusahaan (BP) Batam ke dalam BP BBK (Batam-Bintan-Karimun), harusnya tidak dilakukan dengan serta merta tanpa menyelesaikan persolan historis di Batam.
Diantara persoalan historis itu adalah masalah hubungan kerja antara Pemerintah Kota (Pemko) Batam dengan BP Batam. Masalah ini harus dituntaskan terlebih dahulu, karena akan bisa menghilangkan benturan-benturan kepentingan yang selama ini sudah mulai bisa dihilangkan.
Demikian ungkap Wakil Ketua Komisi I, Bidang Pemerintahan, Aparatur dan Hukum DPRD Provinsi Kepri, Taba iskandar, SH. MH. Msi kepada BATAMTODAY.COM, Sabtu (16/1/2021).
"Saat ini Walikota Batam secara ex-officio sudah berada di dalam struktur organisasi sebagai Kepala BP Batam, seharusnya ini dapat membereskan masalah-masalah yang selama ini membuat hubungan kerja Pemko Batam dan BP Batam tidak harmonis," ujar Taba Iskandar yang juga anggota Tim Teknis Dewan Kawasan Batam itu.
Ditambahkannya, tapi faktanya dengan dibahasnya materi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 36/2000 tentang Penetapan PP Pengganti UU Nomor 1/2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang tidak sedikitpun memasukkan materi tentang kewenangan Otonomi Daerah, maka sejatinya itu berarti ex-officio telah gagal.
Untuk itu, Taba Iskandar menyampaikan beberapa pokok pikiran sebelum pemerintah pusat mengambil keputusan mengintegrasikan BP Batam ke dalam BP BBK. Diantaranya adalah, pemerintah pusat jangan memutuskan mata rantai sejarah perjalanan panjang pengembangan Pulau Batam. Untuk itu, jangan menyelesaikan persoalan Batam secara
parsial.
"Terlebih dahulu selesaikan berbagai persoalan 'benturan kepentingan' yang selama ini terjadi antara Pemko Batam-BP Batam. Harus terlebih dahulu diatur tentang hubungan kerja antara Pemko-BP Batam," tegas Taba Iskandar lagi.
Kemudian, serahkan dulu hak pengelolaan pertanahan, lahan pemukiman/perumahan dan Fasos, Fasum kepada Pemko Batam. Karena memang latar belakang pembentukan BP Batam sangat berbeda dengan pembentukan BP Bintan dan BP Karimun.
"FTZ di Batam menyeluruh seluruh pulau, sedangkan BP Bintan dan Karimun FTZ enclave. Artinya bila pemerintah pusat memang serius dan komit terhadap kemajuan perekonomian dan investasi di Provinsi Kepri (BBK), maka mereka wajib menyelesaikan terlebih dahulu benang kusut Hubungan Pemko-BP Batam," papar Taba Iskandar mengakhiri paparannya.
Sementara itu, di Jakarta, Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian Elen Setiaji mengungkapkan, pengintegrasian BP Batam ke dalam BP BBK adalah sebagai implementasi dari Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
Dalam pokok-pokok hasil pembahasan RPP itu dijelaskan, pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) akan disatukan menjadi tunggal. Tujuannya agar daya saing kawasan ini ke depan berjalan lebih efektif, yakni dengan cara pengintegrasian KPBPB BBK.
Editor: Dardani