BATAMTODAY.COM, Batam - Industri Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) di Batam berharap bisa mendapatkan pembebasan bea dan pajak suku cadang pesawat serta penghapusan adminitrasi tambahan pengadaan suku cadang atau barang larangan terbatas (lartas).
"Kemudian juga pemberian keringanan atau penghapusan perpajakan terkait industry MRO. Salah satunya keringakan pajak penghasilan untuk penanam modal (tax holiday)," ujar Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait, Selasa (18/2/2020) kemarin di Bandara Hang Nadim Batam.
Menurutnya pemerintah saat ini memang sudah memberikan beberapa fasilitas kemudahan untuk air line, hanya saja prosenya masih membuthkan waktu yang lama. Sedangkan industri MRO merupakan industri berteknologi tinggi yang membutuhkan kecepatan.
Pihaknya menilai kepastian regulasi menjadi hal yang sangat penting untuk mendukung pengembangan industri aviasi di Indonesia. Peningkatan kualitas MRO juga dinilai dapat memberikan peluang penghematan devisa negara dan biaya operasional perawatan.
"Hari ini kita diskusi apa yang harus dilakkan, karena itu saya sampaikan suku cadang kalau bisa tidak usah kena bea masuk, tak usah kena pajak, karena ini untuk membangkitkan industri," harapanya.
Edward menjelaskan beberapa negara seperti Singapura, Malaysia dan Thailand sudah memberlakukan hal itu untuk mendorong pengembangan industri aviasi. Bahkan otoritas Malaysia beberapa kali memberikan penawaran kepada Lion Grup investasi di sana dengan diberikan lahan jangka waktu sampai 100 tahun.
"MRO ini tidak gampang, untuk mencapai sertifikasinya pasti melayani pasar domestik terlebih dahulu, butuh waktu 2 sampai 3 tahun baru bisa ke pasar internasional, kalau dalam jangka itu dibebankan dengan hal yang berat tentu tidak sanggup," katanya.
Sebagaimana diketahui BAT menggandeng Maintenance Facility (GMF) untuk menciptapkan ekosistem industri penerbangan yang berkelanjutan di Batam. Anak usaha Lion Group dan Garuda Indonesia Group tersebut saat ini sepakat berkerjsama membangun bisnis MROatau bengkel pesawat di Batam.
Dengan terus bertambahnya jumlah populasi pesawat udara yang ada saat ini tentu akan menjadi peluang yang besar untu ke depannya. Dengan kerjasama yang dibangun antara BAT dan GMF tentunya diharapkan Indonesia bisa mengusai pasar regional Asia.
"Kenapa Batam yang kita pilih. Karena secara geostrategis dekat dengan jaringan logistik perhubungan dunia. Batam hanya 20 KM dari Sigapura," kata Edward.
Ia juga dijelaskannya bahwa Badanara Internasional Hang Nadim Batam memiliki runway yang mencukupi, karean terpanjang di Indonesia atau sekitar 4000 meter. Sehingga hal ini juga sangat potensial karena semua jenis pesawat bisa mendarat di Hang Nadim, dan sudah pasti akan menjadi peluang tersendiri untuk bisa menarik peswat dari luar.
"Pertimbangan lainnya adalah ketersediaan lahan, tarifnya pasti dan prosesnya cepat. Selain itu BP Batam juga sudah mengalokasikan sewa lahan selama 50 tahun," pungkasnya.
Editor: Yudha