logo batamtoday
Minggu, 24 November 2024
Panbil Group


APH Diminta Usut Tuntas Kasus Penyelundupan Manusia di Pelabuhan Gentong Tanjunguban
Jumat, 27-12-2019 | 11:00 WIB | Penulis: Harjo
 
Nurhasan WN Myanmar dan istrinya saat di Bintan Utara. (Foto: Harjo)  

BATAMTODAY.COM, Bintan - Terungkapnya penahanan terhadap Nurhasan (21), WNA asal Myanmar, dan istrinya Herlina, asal Cirebon, Jawa Barat, yang masuk ke Indonesia melalui pelabuhan Gentong, Kelurahan Tanjunguban Selatan, Bintan, beberapa hari lalu, harus diusut tuntas oleh aparat penegak hukum (APH).

Karena berdasarkan keterangan dari kedua pasangan suami istri tersebut, diketahui keduanya telah membayar sebesar 3800 ringgit Malaysia kepada tekong kapal saat berangkat dari Malaysia bersama 22 orang lainnya.

"Aparat penegak hukum, harus mengusut hingga ke akar-akarnya, mengingat peristiwa terungkapnya ada WNA dan TKI masuk ke wilayah Indoensia nonprosedural, karena adanya dugaan penyekapan oleh tekong kapal yabg disebut-sebut bernama Aching atau Acin ditulis sebelumnya," tegas tokoh masyarakat Bintan, Andi Masdar Paranrengi kepada BATAMTODAY.COM, Kamis (26/12/2019).

Karena, dengan terungkapnya dugaan penyelundupan yang dilakukan oleh Acn mempertegas, bahwa apa yang dikhawatir selama ini kegiatan pelabuhan Gentong telah dimanfaatkan untuk kegiatan ilegal.I

Intinya, perbuatan ilegal yang dilakukan oleh pengelola pelabuah tidak resmi tersebut, mulai terkuak dari satu sisi, yaitu dugaan penyelundupan manusia. Maknanya, hal tersebut bisa terjadi karena faktor lemahnya pengawasan oleh aparat di pelabuhan tersebut. Apalagi di sekitar ada beberap pelabuhan milik pribadi pengusaha.

"Kita meminta aparat bukan sekedar mengusut tuntas, namun pengawasan juga harus diperketat. Jangan sampai hal serupa terus terulang, karena jauh sebelumnya juga barang terlarang berupa bahan obat PCC sekitar 12 ton diketahui juga masuk melalui pelabuhan tersebut. Apalagi pelabuhan tidak resmi bukan hanya dikelola oleh satu pihak atau pengusaha saja," paparnya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Kepri, AKBP Arie Dharmanto, mengatakan, Polda Kepri saat ini tengah menangani satu (WNA) asal Myanmar dan satu WNI yang masuk ke Indonesia secara ilegal melalui pelabuhan Gentong, pelabuhan tidak resmi di Kelurahan Tanjunguban Selatan, Bintan, Minggu (22/12/2019).

Kepada BATAMTODAY.COM, Selasa (24/12/2019), Arie Darmanto menjelaskan, pada Minggu (22/12/2019) sekitar pukul 06.00 WIB, Polsek Bintan Utara telah mengamankan seorang WNA Myanmar (Suku Rohingya) dan istrinya, Herlina (37), warga Kampung Kamboja, Kecamatan Bintan Utara.

Adapun Identitas WNA Myanmar tersebut yakni Nurhasan alias Liaqat Ali Bin Sarazul Haque (UNHCR) WN Myanmar. Sementara istrinya Herlina merupakan warga Bintan asal Cirebon.

Barang bukti yang diamankan dari kedua pasangan suami istri, di antaranya 1 (satu) handphone merk Oppo A3S berwarna hitam, 1 (satu) handphone merk Oppo, 1 (satu) handphone merk Samsung Prime E3 berwarna hitam, 1 (satu) handphone merk Iphone 6S plus berwarna putih.

Selain itu, 1 (satu) kartu identitas Myanmar atas nama Nurhasan, 1 (satu) Kartu UNHCR milik Nurhasan, 1 (satu) kartu yang serupa dengan paspor milik Nurhasan, 2 (dua) buku nikah milik Nurhasan dan Herlina, uang sebesar 7 ringgit Malaysia dan 65 Sen serta uang sebesar Rp 425.000.

Sesuai dengan hasil introgasi oleh anggota kepolisian Polres Bintan, diketahui pasa selasa tanggal 16 Desember 2019 pukul 16.00 WIB, Nurhasan berada di hutan Johor Malaysia selama 2 (dua) hari bersembunyi untuk menyeberang ke Indonesia, tujuan pergi ke Cirebon, Jawa Barat .

Mereka menaiki kapal dengan membayar sejumlah 3.800 Ringgit Malaysia kepada Tekong. Kemudian pada hari kamis tanggal 18 Desember 2019 pukul 01.00 WIB, menaiki kapal tersebut bersama 22 orang lainnya yang ikut menyebrang ke Indonesia.

Sesampainya di Pelabuhan Pasarbaru, Kelurahan Tanjunguban Selatan, Kecamatan Bintan Utara, mereka dibawa langsung ke rumah tekong kapal. Namun, karena selama 3 hari tidak ada kejelasan untuk dibawa ke Cirebon, Nurhasan kabur dari rumah tekong untuk mencari kantor polisi.

"Jadi tidak ada penyekapan terhadap Nurhasan dan istrinya. Sebelum sampai ke kantor polisi, Nurhasan ditemukan oleh masyarakat sekitar lalu dibawa ke Mapolsek Bintan Utara," ungkap Arie Darmanto.

Nurhasan merupakan warga negara Myanmar, yang mana negara Myanmar khususnya suku Rohingya saat ini konflik. Oleh karena itu kabur ke negara Malaysia pada tahun 2012 hingga sekarang.

Selama di Malaysia, Nurhasan bekerja sebagai tukang kayu, pengerjaan bangunan rumah dengan diberi gaji 80 Ringgit Malaysia per hari, selama 10 jam kerja.

Ada pun tujuan Nurhasan beserta istrinya Herlina datang ke Indonesia adalah untuk berkunjung ke kampung halaman Herlina yang berada di Cirebon. Nurhasan menikah dengan Herlina yang berwarganegara Indonesia merupakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sejak tahun 2017 dan bertempat tinggal di rumah sewa di wilayah Taman Pelangi Pining, Malaysia.

"Terkait buku nikah yang dimiliki oleh Nurhasan dan Herlina, dibuatkan oleh Sumiati yang merupakan majikan Herlina dengan membayar sebesar 1.000 Ringgit Malaysia," ungkapnya.

Sebaliknya, terkait kartu yang menyerupai passpor, Nurhasan mendapatkan kartu tersebut dari temannya bernama Bosir, yang menyarankan kepada Nurhasan untuk membuat dan membayar sebesar 500 Ringgit Malaysia, selama sehari dan tujuan dari kartu tersebut adalah untuk tiket berangkat dari Malaysia ke Indonesia.

Sementara adanya kartu UNHCR milik Nurhasan, pada saat bekerja di Malaysia lalu ditangkap oleh Operasi gabungan dari Imigrasi, Kepolisian, UNHCR dan IOM dengan tujuan untuk mendata orang Rohingya di Malaysia, dan ditahan selama 14 (empat belas) hari, lalu dibebaskan diberi uang sebesar 30 Ringgit Malaysia serta menerima kartu UNHCR.

Selanjutnya, dilakukan koordinasi dgn pihak UNHCR Tanjungpinang dan penyerahan dengan pihak Imigrasi Tanjung Uban, Senin (23/12/2019).

Hasil Koordinasi dengan Frengky Perwakilan UNHCR Tanjungpinang, terkait kepemilikan kartu UNHCR Nurhasan. Frengky akan menghubungi Kantor UNHCR Pusat untuk memastikan status Pengungsi Nurhasan. Namun demikian dari bentuk fisik kartu UNHCR tersebut dicurigai kartu tersebut palsu karena tidak memiliki hologram dan didapatkan Nurhasan bukan dari pihak UNHCR.

"Kedua Pasutri sudah diserahkan kepada Imigrasi Tanjunguban, dan penyerahan disertai dengan barang bukti dan penandatanganan berita Acara Penyerahan. Pihaknya, akan terus nenindak lanjut permasalahan akan berkordinasi dengan instansi terkait, guna mengungkapan dugaan sindikat penyelundupan manusia," tegasnya.

Editor: Dardani

Berita lainnya :
 
 

facebook   twitter   rss   google plus
:: Versi Desktop ::
© 2024 BATAMTODAY.COM All Right Reserved
powered by: 2digit