BATAMTODAY.COM, Batam - Kerusakan hutan mangrove atau bakau di Kepri, khususnya Batam, bukan saja akibat ulah pengusaha yang doyan reklamasi pantai, namun juga akibat ulah oknum pebisnis eksportir kayu bakau ilegal ke Singapura.
Maka, momentum kedatangan Ibu Negara Iriana Jokowi ke Batam untuk ikut serta dalam penanaman mangrove bersama Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Kerja menjadi tamparan kepada pemerintah daerah yang selama ini acuh terhadap rusaknya mangrove.
Kesempatan ini akan dimanfaatkan LSM Batam Monitoring untuk menyampaikan pesan khusus kepada Ibu Negara Iriana Jokowi, bahwa kerusakan hutan mangrove di wilayah Batam agar menjadi atensi aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan.
"Kalau kita punya kesempatan jumpa langsung dengan Ibu Negara, lebih bagus. Tetapi kalau pun tidak, kita akan pasang spanduk di jalur yang akan dilalui ibu negara, biar beliau tahu seberapa parah kerusakan mangrove di wilayah Batam ini," kata Direktur Eksekutif Batam Monitoring, Lamsir L Raja, kepada BATAMTODAY.COM, Selasa (6/8/2019).
Ditambahkan Lamsir, LSM Batam Monitoring sangat mengapresiasi kegiatan penanaman mangrove yang dilakukan Ibu Iriana Joko Widodo ini. Hanya saja, jika oknum-oknum yang tahunya merusak mangrove itu tak segera ditindak akan sia-sia, juga rencana baik ibu negara tersebut.
"Menanam mangrove itu sangat bagus dan kita semua perlu mendukung. Tetapi oknum yang suka merusak dan yang membekingi perusakan mangrove itu harus ditindak juga. Termasuk maraknya penyelundupan kayu bakau ke Singapura, harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan," ucapnya.
Perusakan mangrove di Batam, umumnya dilakukan dengan dua cara. Pertama penimbunan/reklamasi dengan modus investasi dan pembabatan untuk dijual ke Singapura.
"Semua ini terjadi karena Pemerintah Daerah dan aparat penegak hukum tutup mata, dan bisa juga menjadi pelaku dalam perusakan mangrove itu," ujarnya.
Adapun data yang dihimpun BATAMTODAY.COM di lapangan, reklamasi yang merusak hutan mangrove banyak terjadi di seputaran wilayah Kota Batam. Diantaranya Teluk Tering Batamcentre, Ocarina, Pulau Janda Berhias, Teluk Bokor Tiban Utara, Batumerah Batuampar, Bengkong, dan pesisir di pantai timur Batam.
Penghentian aktivitas ini karena perusahaan yang menjalani aktivitas tidak mengikuti prosedur reklamasi. Penghentian ini karena tidak mengikuti kaidah Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan), maka terjadi perusakan lingkungan seperti sedimentasi.
Keputusan penghentian reklamasi tersebut saat itu sesuai dengan hasil survei Tim 9 yang di dalamnya termasuk Pemkot Batam dan BP Batam. Namun, sampai saat ini walaupun telah dihentikan, aktivitas reklamasi terus berjalan dan terus merusak lingkungan tanpa memikirkan masyarakat pesisir.
Sementara perusakan kayu bakau dengan cara menjual ke Singapura, seperti yang terjadi di kawasan perairan terdepan NKRI seperti Dapur 12 dan juga Pulau Jaloh sangat memprihatinkan.
Sebanyak 800 ton kayu bakau setiap bulannya dengan mulusnya berhasil lolos menuju Singapura dengan imbalan per batangnya SGD 1 sampai dengan SGD 1,5. Aktifitas ini pun telah berlangsung selama 17 tahun lalu dan masih berlangsung hingga saat ini.
Editor: Dardani