BATAMTODAY.COM, Batam - Konsumen angkutan peti kemas lintas negara yang diduga dikendalikan kartel 9 perusahaan Singapura di Batam, akan dipanggil oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), guna dimintai keterangan dan bukti-bukti adanya praktik kartel.
"KPPU KPD Batam masih melakukan pengumpulan bahan, keterangan dan informasi. Pekan depan kita mulai memanggil para konsumen," kata Ketua KPPU KPD Batam, Lukman Sungkar, kepada BATAMTODAY.COM, Rabu (31/8/2016) siang.
Lukman berujar, setelah mendapat keterangan dari konsumen, KPPU juga akan memanggil 9 perusahaan asing itu. Di mana, akan dilakukan klarifikasi terkait keterangan konsumen maupun bukti-bukti yang diperoleh KPPU.
"Jika ditemukan bukti yang kuat, KPPU KPD Batam akan meningkatkan ke tahap penyidikan. Tetapi, untuk sekarang prosesnya masih penyelidikan," ujar Lukman.
Diberitakan sebelumnya, dugaan adanya kartel angkutan peti kemas lintas negara di Batam diselidiki KPPU berdasarkan laporan dari pihak Kamar Dangang Indonesia (Kadin) Batam. Disebut, harga pengangkutan peti kemas itu ditentukan 9 perusahaan Singapura yang beroperasi di wilayah Indonesia.
"Kita sudah bertemu dengan Kadin di Batam. Mereka melaporkan adanya kartel angkutan peti kemas di Batam. Saat ini KPPU sudah melakukan penyelidikan," kata Saidah Sakwan, Komisioner KPPU, di Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Menurut Saidah, harga angkutan peti kemas di Batam ditentukan oleh 9 kartel perusahaan peti kemas di Singapura. Mereka yang menentukan biaya angkutan peti kemas di Batam maupun Jakarta, dan beberapa biaya angkutan peti kemas di beberapa daerah lainnya.
"Di Batam ini yang kita harga angkutan peti kemas diluar kewajaran yang ditentukan kartel di Singapura. Biaya peti kemas dari Batam-Singapura untuk 20 feet itu USD 555, sementara biaya peti kemas dari Jakarta-Singapura yang jaraknya lebih jauh biaya USD 228," katanya.
Saidah menegaskan, penyelesaian masalah kartel peti kemas di Batam-Singapura tidak bisa diselesaikan secara parsial berdasarkan regulasi yang ada, karena sudah masuk pasar regional.
"Kasusnya hampir sama dengan Temasek, ini sudah masuk pasar regional. Kita tidak boleh gagap regulasi, mereka kita lakukan konsolidasi bisnis dan notifikasi ke KPPU," katanya.
Regulasi yang ada, katanya, sudah tidak bisa mengakomodasi pasar bebas yang sudah masuk MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)..
"Peti kemas di Batam itu sudah sangat mahal dan implikasinya rakyat akan membeli dengan harga yang juga mahal. Jadi, jangan sampai kita gagap regulasi, dan UU No.55 tahun 1999 itu sudah tidak relevan lagi karena hanya berlaku untuk NKRI. Sedangkan pasar kita sudah masuk MEA dan pasar bebas," katanya.
Sedangkan Anggota Komisi VI DPR RI Eka Sastra dari FPG mendorong diperkuatnya kewenangan KPPU melalui RUU Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang sedang dibahas oleh DPR RI. Yakn diperkuat baik secara kelembagaan, kewenangan, maupun anggaaran, agar terjadi harmoni harga-harga barang kebutuhan pokok dan tidak membebani masyarakat.
"Ketidakseimbangan harga selama ini karena ada kartel, mafia, sehingga terjadi monopoli, dan mereka ini yang menentukan harga, yang jauh lebih mahal dari harga seharusnya. Misalnya daging sapi yang seharusnya Rp 70 ribu dijual sampai Rp 120 ribu/Kg, minyak goreng Rp 6000 dijual Rp 9.000, juga gula Rp 6.000 dijual Rp 14.000," kata Eka.
Namun, pengamat ekonomi INDEF Sugiono meminta DPR hari-hati dalam membahas RUU ini dengan langkah-langkah cerdas, karena sering kalah di pengadilan.
"Basisnya harus kuat mengingat banyak perusahaan besar tidak menginginkan KPPU kuat. Sebab, kalau KPPU kuat, maka untung mereka akan kecil," kata Sugiono.
Editor: Surya