BATAMTODAY.COM, Batam - Terdakwa Anggraini Kartika dan Muhammad Iqbal, penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau TKI ke Singapura secara ilegal, terancam 10 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam.
Ancaman pidana penjara terhadap kedua terdakwa, disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Immanuel Baeha yang menggantikan jaksa Herlambang saat membacakan surat dakwaan melalui video teleconference di PN Batam, Selasa (26/1/2021).
Di hadapan ketua majelis hakim David P Sitorus didampingi Yona Lamerosa dan Hendri Agustian, jaksa Immanuel mengatakan, perkara penempatan PMI ilegal terungkap setelah Satreskrim Polresta Barelang mendapatkan informasi tentang adanya calon PMI yang hendak diberangkatkan ke Singapura.
Atas informasi itu, kata Nuel, Polisi kemudian melakukan penggerebekan di rumah terdakwa Anggraini Kartika di Perum Akasia Garden B1, nomor 21 Kecamatan Sekupang, Kota Batam yang digunakan sebagai tempat penampungan sebelum diberangkatkan ke luar negeri.
"Dari penggerebekan itu, Polisi berhasil mengamankan terdakwa Anggaraini Kartika dan Muhammad Iqbal serta empat orang calon PMI yang hendak diberangkatkan ke Singapura secara Ilegal," kata Nuel, sapaan akrab jaksa Immanuel Baeha.
Usai penangkapan, kata dia, diketahui para calon PMI yang hendak diberangkatkan berasal dari berbagai daerah di Indonesia serta tidak memiliki dokumen lengkap yang dipersyaratkan. "Para PMI yang hendak diberangkatkan ternyata tidak memiliki dokumen resmi. Mereka tidak terdaftar dan tidak memiliki nomor kepesertaan Jaminan Sosial yang resmi," ujarnya.
Dalam aksinya, ungkap Nuel, kedua terdakwa melakukan perekrutan calon PMI dari luar Batam. Saat tiba di Batam, sebutnya, para PMI ini dijemput terdakwa Muhammad Iqbal untuk diantarkan ke rumah terdakwa Anggaraini Kartika yang digunakan sebagai tempat penampungan.
Setelah sampai di tempat penampungan, terangnya, kedua terdakwa lalu menghubungi Anang (DPO) untuk mengurus dokumen keberangkatan para pekerja migran berupa paspor dan tiket kapal ke Singapura.
"Rata-rata paspor milik PMI yang diurus kedua terdakwa untuk bekerja di Singapura adalah paspor pelancong atau turis. Dari pengurusan paspor, kedua terdakwa meminta bayaran bervariasi dari Rp 550 ribu hingga Rp 1,2 juta," tambahnya.
Para calon Pekerja Migran Indonesia, lanjutnya, rela bekerja di Singapura sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) karena diimingi dengan gaji tinggi. Gaji yang ditawarkan terdakwa Anggaraini, sambungnya, berkisar antara 450 sampai 600 Dollar Singapura.
Dalam menjalankan usahanya, tambah Nuel, kedua terdakwa bukan sebagai Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang resmi dan para terdakwa selaku orang perseorangan tidak dibenarkan melaksankan penempatan Pekerja Migran Indonesia untuk bekerja diluar negeri.
"Atas perbuatannya, kedua terdakwa diancam pidana dalam Pasal 81 UU RI nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," pungkasnya.
Usai pembacaan surat dakwaan, majelis hakim pun menunda persidangan selama satu minggu untuk pemeriksaan saksi.
Editor: Gokli