Oleh DR Muchid Albintani
AWAL, pertengahan menuju akhir bulan ini, diperkirakan kata revolusi bukan saja menjadi seksi. Kata revolusi bahkan akan menjadi teror sangat berbahaya khusus bagi yang mengucapkan, apalagi mempostingnya di media sosial (medsos). Hati-hati!
Berbeda dengan Revolusi Prancis (1789-1799), Revolusi Industri (1750-1850), Revolusi Bolshevik (1917), Revolusi Tersembuny belum banyak yang tahu, bahkan boleh dikatakan tidak ada jejak digitalnya.
Sementara Revolusi Prancis, Industri, dan Bolshevik menjadi tritunggal (tiga dalam satu) revolusi yang dinilai mempengaruhi progresif perubahan dunia.
Esai akhir zaman berupaya mencermat-telaahi Revolusi Tersembunyi terasbab kata revolusi yang kini sedang menjadi momok seram menakutkan. Kata ini, tidak hanya menejadi momok, seram, dan menakutkan saja, melainkan teramat susah untuk mengistilahkannya.
Kata ini semakin angker manakala dihubung-kaitkan dengan kata pemimpan. Menjadi Pemimpin Revolusi. Yang walaupun jika berkaca pada jejak sejarah kemerdekaaan, istilah Pemimpin Revolusi justru menjadi sihir sakti mengusir penjajahan asing.
Begitulah realitas sejarah yang selalu berubah-ubah, yang asbabnya tak atau belum banyak yang tahu. Sejauh ini menurut Saya, tak banyak yang tahu jika tritunggal revolusi tersebut bertitik-tolak yang diilhami melalui cara berpikir.
Revolusi Industri, misalnya esensinya bukan perubahan bidang pertanian, transportasi, teknologi dan lainnya. Revolusi ini dipicu oleh karena perubahan cara (seseorang) manusia berpikir tentang teknologi industri pertaniaan, atau apalah namanya. Ingat, sumber yang menuntun cara berpikirnya.
Esensi Revolusi Prancis asbab ketidakadilan penguasa pemicunya. Sementara Revolusi Bolsevik tampaknya, tak jauh berbeda yang disasar adalah kekuasaan sang raja yang mirip dengan di Prancis.
BACA JUGA: Cermin Dibelah
Mencermat-saksamai ketiga revolusi banyak yang tak mengetahui terkait para aktor yang berada dibelakangnya. Apakah ada yang menggerakan, atau yang memotivasi revolusi? Apakah otak revolusi berbasis DNA tertentu? Apakah revolusi sengaja didesain? Silakan telusuri jejak digitalnya, dan jangan lupa juga sumber-sumber pikiran yang berpangkal 'kitab yang dinilai keramat dan suci'.
Merespon kritis dalam altar inilah, dalam konteks kekinian, maka Revolusi Tersembunyi sangat penting untuk ditelaah-cermati. Revolusi Tersembunyi sangat strategis menggugah anak negeri mengenal kekuatannya sendiri.
Revolusi tersembunyi adalah perlawanan bersumber pada nurani nan sakral. Oleh karena itu, maka wajar jika sumber Revolusi Tersembunyi yang sengaja untuk disembunyikan. Revolusi tersembunyi adalah Revolusi Akhlaq.
Menurut hemat Saya, hanya Revolusi Akhlaq [RA] yang dapat secara cepat mengubah karakter anak bangsa yang cenderung bermental inlander. Revolusi Akhlaq adalah kunci sejati membuka sekaligus menutup tabir kelam ikhwal ke se-olah-olah-an alam bawah sadar manusia yang terjajah hedonisme materi, pangkat-jabatan (takut atasan).
Agenda sunatullah persamaan hak yang diperjuangkan Muhammad Rasulullah SAW selama 23 tahun di Kota Mekah [Makkah], dan Medinah [Madinah] adalah jawabannya. Revolusi Akhlaq setidaknya mengargumentasikan dua perubahan cepat dalam konteks kekinian.
Pertama, berakhlaq hanya kepada Allah dengan bertauhid [satu tuhan, tidak mempersonifikasi dengan pagan, benda apalagi materi], tidak mendua, mentiga atau meniadakan-Nya.
Dalam konteks kekinian, Revolusi Akhlaq dapat merubah secara cepat karakter kekuasaan yang 'berimankan rente jabatan, modal cepat, pemburu utang, dan sedikit-sedikit investasi, misalnya. Sehingga, karakter model ini hanya memupuk ubud dunia yang bertendensi 'mentuhankan para investor pemodal, cukong, dan para atasan.'
Kedua, adanya ketauladanan. Rasulullah adalah sebagai tauladan yang baik merupakan identifikasi empirik jika Revolusi Ahklaq diperlukan ketauladanan. Pertanyaannya: apakah ada di negeri ini, dalam konteks kekinian yang masih perlu diteladani ketika watak hedonisme (ubud dunia) merajalela?
Dalam kondisi darurat krisis ahklaq, paling tidak variabel rasuah (sogok, iming-iming, rente dan sejenisnya) menjadi signifikan untuk sebuah eksprimentasi.
Maknanya ketauladan dapat diikuti hanya pada, bukan oleh seseorang manusia yang pendapatnya tergantung dari seberapa besar angkanya. Melainkan, seseorang yang walaupun diintimidasi dengan angka triliunan, namun tetap istiqomah. Sekali tidak, tetap tidak.
Pertanyaannya: apakah orang-orang yang berakhlaq istiqomah masih ada di negeri ini? Wallahualam bissawab. ***
Muchid Albintani adalah Associate Professor pada Program Studi Magister Ilmu Politik, Program Pascasarjana, FISIP, Universitas Riau, Pekanbaru.